Pelatihan
merupakan langkah lanjut dari suatu kegiatan rekruitmen and selection,
dalam menyesuaikan individu dengan pekerjaan dan organisasi yang akan dimasuki.
Asumsi yang digunakan bahwa beberapa orang tertentu lebih sesuai dari pada yang
lain untuk dipekerjakan di sebuah organisasi tertentu sedangkan yang lain tidak
sesuai dengan pekerjaan tersebut. Pada tahap pelatihan kerja, asumsi yang
digunakan adalah pegawai baru mudah beradaptasi dengan pekerjaan dan kondisi
kerja tempat mereka dipekerjakan karena hasil seleksi kesesuaian antara potensi
dan pekerjaan yang akan ditangani.
Setelah
para calon diterima oleh organisasi tempat mereka bekerja sebagai hasil seleksi
dan penempatan, maka belumlah dapat diharapkan dari mereka untuk langsung dapat
bekerja dan memberikan sumbangan yang optimal. Pengetahuan (Knowledge), sikap (attitude) dan ketrampilan (skill)
mereka masih perlu disesuaikan dengan pekerjaan yang diperlukan organisasi. Ini
berlaku untuk setiap individu dari tingkat bawah sampai tingkat manajerial. Ilustrasinya
seseorang lulusan Sekolah Teknik Menengah, jurusan mesin misalnya, belum dapat
langsung bekerja di sebuah pabrik di bagian pemeliharaan mesin-mesin, karena
pengetahuan tentang mesin dan ketrampilan dalam menangani dan merawat mesin yang
diperoleh di sekolah pada umumnya berbeda dengan pengetahuan dan ketrampilan
yang yang dibutuhkan di pabrik. Lulusan sekolah kejuruan , pada umumnya
menghasilkan orang yang siap “latih” dan bukan siap pakai. Tenaga kerja yang
merupakan pindahan dari tempat tertentu yang sejenis, yang melakukan pekerjaan
sama misalnya para wiraniaga (detailman) masih memerlukan latihan di tempat
yang baru. Seseorang lulusan Manajemen Bussiness Administration, lulusan
program studi manajemen yang di terima bekerja oleh sebuah organisasi tetap
masih memerlukan latihan agar dapat bekerja dengan baik sesuai harapan organisasi.
Selain
itu, perkembangan teknologi menyebabkan timbulnya peralatan dan infrasetruktur baru yang lebih canggih dan lebih efisien yang
kemudian digunakan oleh organisasi. Akibatnya ada pekerjaan yang hilang, muncul
pekerjaan yang baru atau pekerjaan yang tetap sama tapi memerlukan tambahan
pengetahuan dan keterampilan. Para tenaga
kerja memerlukan pelatihan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru
itu.
Perkembangan
teknologi dan perkembangan ilmu-ilmu sosial, perkembangan hubungan
internasional di bidang sosial, politik, ekonomi, industri dan perdagangan
membawa akibat perlunya pelatihan dan pengembangan tenaga kerja terus menerus agar
organisasi mampu bersaing.
Menurut
Jewell dan Siegall (1998), bagi organisasi, pelatihan kerja harus memenuhi
paling tidak tiga fungsi penting. Yang pertama adalah fungsi pemeliharaan. Memastikan bahwa pegawai baru mengetahui
bagaimana melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan organisasi
merupakan sarana memelihara prestasi seluruh pegawai dalam batas-batas yang ditentukan
organisasi untuk memenuhi tujuanya.
Pelatihan
kerja juga merupakan fungsi memotivasi.
Jewell dan Siegall (1988 ) menerangkan bahwa harapan para pegawai untuk
berprestasi secara sukses merupakan faktor penting yang menentukan seberapa
jauh mereka berusaha melakukan pekerjaanya. Sampai sejauh mana kepercayaan ini
ditingkatkan dengan pelatihan, seharusnya juga disertai dengan peningkatan
motivasi. Motivasi juga bisa ditingkatkan jika pelatihan kerja berfungsi untuk meningkatkan
minat terhadap pekerjaanyang akan
dilakukan.
Akhirnya,
pelatihan memberikan fungsi sosialisasi untuk organisasi karena pelatihan dan
sosialisasi merupakan proses yang juga berkaitan satu dengan lainnya. Salah
satu diantara ciri-ciri sebuah program pelatihan yang mengajar para pegawai
tentang prioritas, nilai, dan norma dalam sebuah organisasi adalah isi dan struktur
sebuah program pelatihan, sasaran akhir pekerjaan, dan penekanan prosedur,
serta sikap dan keterampilan orang yang menjalani pelatihan tersebut (Jewell
dan Siegall, 1998).
Dari
ketiga fungsi pelatihan tersebut, yang menarik yaitu fungsi pemeliharan. Disebutkan bahwa pada fungsi ini pelatihan
merupakan sarana memelihara prestasi seluruh pegawai dalam batas-batas yang
dibutuhkan organisasi untuk memenuhi tujuanya. Akan tetapi pada follow-up
jangka panjang sangat sering dijumpai, bahkan bila pelatihan berhasil
dilaksanakan, para peserta yang ingin merubah prilaku mereka kembali bekerja
dan kemudian dengan perlahan-lahan kembali ke pola prilaku lama mereka. Ini
menghasilkan kehilangan efektivitas yang signifikan dari program pelatihan.
Satu pendekatan untuk membantu mencegahnya adalah rencana tindakan (aksi). Di Eaton corporation, Nick
Blauwiekel mengumpan balikan hasil dari Eaton Audit Survey kepada
manajer pabrik dan meminta masing-masing manajer mengemban rencana tindakan
untuk menghilangkan semua kekurangan (Schuler dan Jackson, 1997).
Pendekatan
lain untuk mencegah degradasi pola prilaku ini adalah dengan kontrak.
Masing-masing peserta menulis suatu perjanjian informal menjelang akhir program
latihan, dengan menyatakan aspek-aspek mana dari program yang dianggap
mempunyai dampak paling menguntungkan di tempat kerja kemudian sepakat untuk
menerapkan kembali aspek-aspek tersebut pada aktivitas kerja yang sebenarnya
(Schuller dan Jakson, 1997). Disebutkan pula bahwa untuk mengetahui aspek-aspek
yang menguntungkan itu dapat di lihat pada saat mengevaluasi efektivitas lahan,
menjelang atau pada akhir program latihan dengan jalan mengevaluasi reksi peserta, reaksi pegawai terhadap
pengalaman mereka.
Dengan
menggunakan kuisioner pertanyaan-pertanyaan pada evaluasi biasanya menyangkut
apakah intruksinya jelas dan membantu; apakah peserta menyukai program
tersebut; apakah peserta dapat berbicara secara berarti mengenai isu baru
mengenai keragaman suatu kerja, etika, dan strategi global (Schuller dan
jackson,1997). Sementara itu menurut Jewell dan Siegell (1998) evaluasi tentang
pelatihan bisa juga berdasarkan kuisioner yang membuat pertanyaan-pertanyaan
berikut ini: pendapat pegawai atau calon pegawai
tentang kualitas dan efektivitas prosedur pelatihan, materi, dan metode; perasaan pegawai atau calon pegawai tentang kepuasan
atau ketidakpuasan dalam pengalaman pelatihan; penilaian pegawai atau calon pegawai tentang sejauh mana meraka
secara pribadi memperoleh pengetahuan atau keterampilan selama pelatihan.
Bentuk-bentuk
pertanyan diatas memberikan gambaran kepada kita bahwa sesungguhnya upaya untuk
menyatakan aspek-aspek menguntungkan dan evaluasai latihan adalah mencoba
mengetahui pendapat, perasaan dan penilaian calon pegawai tentang manajemen
karir selama masa pelatihan berlangsung, sehingga apa yang dirasakan dan apa
yang dipersepsikan menguntungkan ataupun memuaskan berusaha dipertahankan kedalam
suasana kerja sesungguhnya.
Makin
besarnya otonomi yang diberikan dan kebebasan menentukan sendiri atau dalam
pengambilan keputusan yang diserahkan kepada individu, dan makin diperhatikanya
kepentingan pekerja maka makin baiklah iklim kerjanya.
Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen yang mengijinkan bawahanya
berpartisipasi dalam keputusan-keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka dapat
menimbulkan iklim kerja yang berorientasi kepada prestasi (Dietherly dan
Scheneider, Lawyer Hall dan Aldham, Likert, Litwin dan Stringer, dalam
steers,1995).
Manajemen karir juga sangat diperlukan
oleh seorang pegawai untuk selalu siap menggunakan kesempatan karir yang ada
didalam jalur karirnya dan akan sangat membantu pegawai untuk merencanakan
karir mereka dimasa depan dalam lembaga tersebut. Maskun (1997) mengemukakan
walaupun manajemen karir pada umumnya berorientasi kepada sistem struktural
yang mengandung persyaratan kepangkatan, senioritas, kecakapan atau
keistimewaan tertentu, perkembangan politis, primordial, dan keinginan
pimpinan. Strata persyaratan jabatan karir yang demikian itu sangat kompetitif
dan banyak mengandung polemik tentang keobyektivitasannya.
Akan tetapi secara umum manajemen karir
adalah untuk mengidentifikasi sasaran karir dan jalur-jalur untuk menuju ke
sasaran karirnya didalam suatu organisasi. Kepastian karir seseorang mempunyai
manfaat yang besar bagi organisasi diantaranya menurunkan perputaran,
mengungkap potensi, mendorong pertumbuhan, mengurangi penimbunan karyawan yang
berprestasi dan berkualitas, meningkatkan kepuasan, mendorong keberhasilan dari
rencana kerja yang telah disetujui.
Sadler (1994) menegaskan salah satu yang
mempengaruhi keberhasilan/ kinerja adalah komitmen, yang tercermin dari tingkat
kepuasan karyawan. Dengan manajemen karir yang jelas dan mantap diharapkan
karyawan akan memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi. Greech (1996)
mensinyalir bahwa munculnya fenomena kemangkiran, perpindahan karyawan serta
rendahnya prestasi kerja mereka akibat dari rendahnya tingkat komitmen karyawan
pada organisasi.
Dari
seluruh uraian diatas maka penelitian ini difokuskan pada Pengaruh Off The
Job Training dan Manajemen karir
terhadap prestasi kerja pegawai Dinas Peternakan Kabupaten Blitar yang kami
anggap cukup mewakili Untuk dijadikan lokasi penelitian.
Dengan pengalamannya
tim manajemen Sumber Daya Manusia dalam
pengelolaan organisasi di Dinas Peternakan, dengan ketrampilan, pengalaman dan
kemampuan untuk membawa sebuah organisasi dari suatu tingkat keberhasilan yang
lebih maksimal. Program pelatihan merupakan salah satu strategi kunci organisasi
untuk membangun korps Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
Hal ini
disadari betul oleh pihak organisasi sehingga hal-hal yang berkaitan dengan
pendidikan dan pelatihan bagi sejumlah orang pegawai yang dimiliki telah
dituangkan ke dalam sebuah rencana strategis. Lebih jauh pihak pengelola SDM yang ditunjuk oleh Dinas Peternakan menegaskan bahwa
program pendidikan dan pelatihan pada organisasi mereka memiliki beberapa sifat
selain sebagai pembekalan terhadap pegawai baru, karena adanya teknologi dan
peralatan-peralatan yang baru, juga mempunyai makna sebagai alat evaluatif,
pelatihan dijadikan alat untuk memantau sampai sejauh mana respon dan
pengembangan kemampuan pegawai. Sedangkan sebagai alat refreshing, pelatihan
dijadikan sarana penyegaran dalam pengertian penyegaran suasana psikologis pegawai.
Hal ini
penting, karena Dinas Peternakan sebagai unsur pelaksana Pemerintahan Daerah
yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas merupakan organisasi yang melaksanakan
kewenangan otonomi daerah dalam bidang pendapatan daerah. Turun naiknya
pendapatan daerah sangat dipengaruhi oleh iklim dan suasana kerja yang
meningkatkan motivasi kerja pegawai.
Untuk
melaksanakan tugas tersebut, Dinas Peternakan mempunyai fungsi :
a.
Perumusan perencanaan, kebijakan teknis,
pelaksanaan dan pengendalian dibidang peternakan
b.
Pemberian pembinaan dan rekomendasi
perijinan bidang peternakan serta pelaksanaan pelayanan umum
c.
Pelaksanaan tugas pokok sesuai dengan
kebijakan yang ditetapkan oleh Bupati
Untuk mendukung
tugas dan fungsi tersebut, maka organisasi Dinas Peternakan ditetapkan sebagai
berikut, yaitu Kepala Dinas, Sekretariat yang membawahi Bagian - bagian, dan
seterusnya Bagian membawahi sub Bagian. Penjabaran lebih lanjut terkait dengan
tugas dan fungsi tersebut, diatur dalam Peraturan bupati. Disamping itu Kepala
Dinas juga dibantu oleh Unit pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang merupakan unsur
pelaksana yang menyelenggarakan sebagian urusan dinas dalam suatu tugas teknis
operasional tertentu. UPTD dipimpin oleh Kepala yang berada dibawah dan
bertanggungjawab kepada Kepala Dinas.
Karena
itu memerlukan berbagai jenis pelatihan off the job training tidak
semata-mata urusan teknis, tetapi juga pertimbangan psikologis, misalnya,
pelatihan kepemimpinan; pelatihan pelaksanaan Tata Papan (5S) yang baik, pelatihan
tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang diwajibkan bagi seluruh pegawai;
Pelatihan kerja yang disesuaikan menurut pos kerja (bidang teknis) masing-masing;
Dalam
menyediakan tempat pelatihan dan tenaga pelatih, selain memperhatikan standard
yang ditentukan oleh pemerintah, Dinas Peternakan juga memperhatikan kebutuhan
menurut jenis pekerjaan yang ditangani oleh masing-masing kelompok kerja pegawai,
hal ini berarti lebih mirip dengan vestibue training di mana para peserta
latihan bekerja dengan mesin yang sebanding dengan mereka yang terdapat dalam
lingkungan kerja sesungguhnya; Pelatihan kepemimpinan biasanya pihak organisasi
mengundang instruktur yang berasal dari perguruan tinggi. Untuk pegawai
operator mesin uap, bowler, dan forklift biasanya organisasi
mendatangkan tenaga ahli yang bersertifikasi ini. Dinas Peternakan bekerja sama
dengan organisasi lain yang khusus bergerak di bidang pelatihan dan
pengembangan SDM.
Waktu
dan banyaknya materi yang diperlukan dalam program pelatihan tergantung dari
pos penempatan atau jenis pekerjaan yang ditangani oleh masing-masing pegawai. Dalam
masa pelatihan diusahakan agar tidak
mengganggu jalanya kegiatan di Dinas . Setelah diadakan pelatihan maka evaluasi
diadakan, untuk melihat tingkat efektivitas pelatihan.
Selama
masa pelatihan, iklim atau suasana yang menyenangkan terus diciptakan oleh
jajaran manajemen Dinas Peternakan dengan tujuan menciptakan suasana yang
harmonis antara pihak pimpinan dan pegawai. Kepedulian organisasi ini di
wujudkan dalam bentuk kesediaan jajaran pimpinan untuk wajib hadir pada
acara-acara yang diprogramkan oleh panitia. Kebiasaan yang baik itu ternyata diteruskan
walau kegiatan pelatihan telah berakhir dan ini dijadikan semacam budaya dalam
organisasi organisasi. Proses komunikasi terus dijalin dengan mengadakan rapat komunikasi dan manajemen meeting yang wajib dihadiri
oleh pimpinan. Rapat yang rutin diadakan hampir setiap bulan ini dijadikan
ajang koreksi maupun curah pendapat bahkan keluhan antara pegawai dengan pegawai
maupaun antara pegawai dengan pihak manajemen. Jika hal itu menyangkut masalah
yang bersifat pribadi biasanya bentuk keluhan yang disampaikan oleh pegawai
dalam bentuk tertulis kepada pihak manajemen.
Gambaran
sekilas tentang Pelatihan dan Manajemen karir yang tercipta di dalam organisasi
haruslah diakui sebagai bentuk kepedulian terhadap upaya memposisikan pegawai
sebagai Sumber Daya Manusia yang sangat menentukan dalam merespon dan
mengantisipasi permintaan pasar akan perubahan yang dihadapi oleh Dinas
Peternakan. Prestasi kerja suatu organisasi dapat dilihat dari berapa efektif aktivitas
tersebut dan bagaimana pelayanan organisasi dapat diteruskan kepada masyarakat.
Sumber Daya Manusia dalam suatu organisasi adalah yang merancang, menghasilkan
dan meneruskan pelayanan tersebut. Dengan demikian kualitas Sumber Daya Manusia
adalah menciptakan kegiatan yang merupakan kontribusi menuju Superior Organisation Performance ( Rick Garnitz dalam Mathis dan Jackson, 2001). Selain itu jika
organisasi percaya bahwa setiap individu mempunyai potensi dan kekuatan-kekuatan
dan kemampuan-kemampuan manusia dapat dipertajam oleh suatu iklim yang sehat,
dalam hal itu organisasi akan mempunyai sebuah sistem penilaian prestasi yang
berusaha mengenali, mempertajam, mengembangkan, dan memanfaatkan potensi dan
kemampuan pegawai guna mencapai kesuksesan strategis organisasi (Rao, 1996).
Klik Download Untuk mendapatkan File Lengkap