Manusia mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan tujuan organisasi. Manusia menjadi penentu dan penggerak jalannya suatu organisasi, maka perhatian dari seorang pemimpin sangat diperlukan. Betapa pun baik dan sempurnanya perencanaan dan pengawasan dalam suatu organisasi, tanpa didukung minat dan semangat kerja dari karyawan, maka tujuan yang ditetapkan oleh suatu organisasi atau perusahaan sulit untuk dicapai pada tingkat yang optimal.
Setiap instansi baik pemerintah maupun swasta, manusia merupakan salah satu faktor penentu tercapainya tujuan organisasi, salah satu ukuran keberhasilan suatu instansi dilihat dari tingkat produktivitas manusianya.
Produktivitas pekerjaan sebagaian besar tergantung pada kemauan para pegawai untuk menghasilkan sesuatu, untuk itu pimpinan harus berusaha agar para anggotanya mempunyai motivasi tinggi untuk menjalankan tugasnya, dan disinilah pentingnya peranan motivasi.
Globalisasi ekonomi dan kedatangan era perubahan merupakan tantangan serius bagi para eksekutif dalam mengelola organisasinya. Dalam menghadapi adanya perubahan tersebut, kiranya diperlukan kehati-hatian para eksekutif untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan dan sekaligus menjaga kelangsungan organisasinya agar mampu bertahan hidup. Dalam era keterbukaan batas-batas geografis bukanlah merupakan hambatan bagi kemungkinan persaingan yang timbul. Oleh karena itu, diharapkan perusahaan yang ada di dalam negeri telah mempersiapkan diri untuk membina organisasinya, terutama sumberdaya manusia dan sistem, untuk mampu menghadapi kedatangan pesaingnya, baik dalam industri yang sejenis maupun industri lainnya. Peranan dari Chief Executive Officer (CEO) untuk mengadakan perubahan sikap sangat diperlukan dalam kondisi ini. Juga, diharapkan agar masing-masing CEO memiliki kesadaran untuk mempelajari kembali dan sekaligus untuk selalu belajar memahami fenomena yang terjadi maupun perubahan tuntutan lingkungan baik dari sisi perubahan aspirasi stakeholders antara lain konsumen dan karyawan maupun perekonomian secara global (Moeljono, 2003:2).
Dengan terjadinya perubahan fenomena tersebut, selain para eksekutif, sebaiknya seluruh jajaran yang bergerak di bidang yang bersentuhan langsung dengan globalisasi mempersiapkan diri secara khusus untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi, terutama di Indonesia. Fenomena perubahan tersebut merupakan hal yang patut direnungkan, dimengerti, dan selanjutnya dengan hati-hati diadakan penyesuaian oleh jajaran manajemen dalam melihat Fenomena kurun waktu yang akan datang (Moeljono, 2003:2).
Keberadaan suatu perusahaan komersial pada umumnya mempunyai tujuan jangka panjang yang dilandasi dengan motif ekonomi untuk menghasilkan nilai-nilai tambah dan manfaat ekonomi bagi stakeholders, yang meliputi para pemegang saham, karyawan, mitra kerja, dan masyarakat pada umumnya. Untuk mewujudkan nilai-nilai tambah dan manfaat ekonomi tersebut, perusahaan diharapkan mempunyai visi, misi, startegi, program kerja yang terencana, terfokus, dart berkesinambungan.
Dalam rangka memberikan kepastian akan pencapaian tujuan jangka panjang tersebut, secara universal suatu perusahaan memerlukan daya dukung dalam bentuk empat pilar utama, yaitu sumberdaya manusia yang bermutu, sistem dan teknologi yang terpadu, strategi yang tepat, serta logistik yang memadai. Dalam konteks pengelolaan operasional perusahaan dalam jangka panjang dan berkesinambungan, peran sumberdaya manusia mempunyai kedudukan sentral yang lebih strategis. Hal tersebut dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa sumberdaya manusia sebagai salah satu faktor produksi tidak lain merupakan unsur utama dalam menciptakan dan merealisasikan peluang bisnis (asset make possibility, people make it happen). Pemikiran lain yang berkaitan dengan urgensi sumberdaya manusia antara lain juga dikemukakan oleh Chairman dari Matsushita Corporation, Japan yang mengatakan, “First we make people before we make product” (Moeljono,2003:8-9).
Dalam konteks pemberdayaan sumberdaya manusia, agar menghasilkan karyawan yang profesional dengan integritas yang tinggi, diperlukan adanya acuan yang baku yang diberlakukan oleh suatu perusahaan. Acuan baku tersebut adalah budaya organisasi yang secara sistematis menuntun para karyawan untuk meningkatkan kinerja kerjanya bagi perusahaan.
Budaya korporat, yang pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para karyawan karena dapat diformulasikan secara formal ke dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan. Dengan membakukan budaya organisasi, sebagai suatu acuan bagi ketentuan atau peraturan yang berlaku, maka para pemimpin dan karyawan secara tidak langsung akan terikat sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan visi dan misi serta strategi perusahaan. Proses pembentukan tersebut pada akhirnya akan menghasilkan pemimpin dan karyawan profesional yang mempunyai integritas yang tinggi (Moeljono, 2003:9).
Ditinjau dari segi pengertian, budaya organisasi merupakan suatu pola yang unik dari asumsi, nilai dan norma yang membentuk aktivitas organisasi, bahasa, simbol dan perilaku. Seperti halnya setiap kepribadian individual, suatu budaya organisasi memberikan suatu pola yang dapat diduga dan pengharapan yang mengacu pada bagaimana memecahkan masalah, menemukan tujuan dan menghadapi pelanggan, bagaimana karyawan berpersepsi, berfikir dan berperasaan mengenai solusi yang telah digunakan di waktu yang lalu untuk menghadapi berbagai masalah, bagaimana ganjaran dan hukuman yang ditentukan (Hellrigel & Slocum, 1996).
Budaya organisasi dapat membantu kinerja pegawai, karena menciptakan suatu tingkat motivasi yang luar biasa bagi karyawan untuk memberikan kemampuan terbaiknya dalam memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh organisasi. Barney (dalam Yaqin, 2003:4) menyatakan nilai-nilai yang dianut bersama membuat karyawan secara nyaman bekerja, memiliki komitmen dan kesetiaan serta membuat karyawan berusaha lebih keras, meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja serta mempertahankan keunggulan kompetitif.
Mengacu pada penjelasan tersebut, maka perilaku organisasi yang bersifat kelompok maupun individu akan memberikan kekuatan terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan, sebab apa yang dikerjakan manusia dalam organisasi dan perilakunya akan mempengaruhi kinerja organisasi (Nimran, 1997:1-3). Hal ini didasarkan oleh adanya pemikiran bahwa prestasi kerja individu akan memberikan kontribusi pada prestasi organisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Kotler dan Heskett (1992:6-7) menunjukkan bahwa terdapat empat faktor yang menentukan perilaku manajemen suatu perusahaan, yaitu:
- Budaya organisasi
- Struktur, sistem, rencana, dan kebijakan formal;
- Kepemimpinan
- Lingkungan yang teratur dan bersaing.
Secara tegas, kotter dan Heske meletakan “budaya organisasi” di tempat pertama sebagai faktor yang mengkondisikan faktor-faktor lain. “Sehebat” apakah budaya organisasi sehingga ia patut menjadi perhatian? Penelitian kedua pakar ini. membuktikan empat hal yang prinsipil:
- Budaya organisasi dapat mempunyai dampak yang berarti terhadap kinerja ekonomi jangka panjang;
- Budaya organisasi mungkin akan menjadi suatu faktor yang bahkan lebih penting lagi dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam dasawarsa yang akan datang;
- Budaya organisasi yang menghambat kinerja keuangan jangka panjang cukup banyak; budaya-budaya tersebut mudah berkembang, bahkan dalam perusahaan-perusahaan yang penuh dengan orang-orang yang pandai dan berakal sehat;
- Walaupun sulit untuk diubah, budaya organisasi dapat dibuat agar bersifat lebih meningkatkan kinerja.
Berdasarkan uraian dan penelitian di atas, secara realistic terdapat banyak aspek yang berpengaruh terhadap kinerja kerja, yang salah satunya adalah budaya organisasi. Faktor budaya organisasi ini sangat penting bagi kelangsungan roda organisasi perusahaan, apabila faktor budaya organisasi ini sering dilupakan, akibatnya semua karyawan mempunyai sikap dan perilaku yang berbeda antara satu dan lainnya sehingga berpotensi mengganggu jalannya roda organisasi.
Dengan adanya suatu budaya organisasi yang baik, maka lingkungan kerja akan lebih baik. Di mana karyawan akan merasakan adanya kerjasama dan hubungan yang baik antar karyawan maupun pimpinan. Sehingga dapat diharapkan karyawan akan merasa setia dan loyal kepada perusahaan. Timbulnya budaya organisasi dengan menghargai setup usahi karyawan akan menciptakan kepuasan dan diberdayakannya karyawan dalam organisasi sehingga karyawan akan merasa senang dalam mengaplikasikan keahliannya dan pengalamannya untuk meningkatkan kinerja. Di samping itu dengan adanya kinerja dan kepuasan kerja yang tinggi maka dapat mengurangi dan menekan tingkat perpindahan karyawan ke perusahaan lain, juga dapat mengurangi kemangkiran kerja, mengurangi dan menekan pengunduran diri karyawan sampai seminimal mungkin.
Budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan kompetitif yang utama, yaitu bila budaya organisasi mendukung strategi organisasi, dan bila budaya organisasi dapat menjawab atau mengatasi tantangan lingkungan dengan cepat dan tepat.
Budaya organisasi selain berpengaruh terhadap kinerja pegawai, berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Selanjutnya kinerja pegawai berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja karyawan yang tinggi merupakan salah satu indikator juga efektivitas manajemen yang berarti bahwa budaya organisasi telah dikelola dengan baik.
Kinerja organisasi yang unggul akan sangat ditentukan oleh kinerja pegawai yang tinggi dalam berinteraksi dan mengelola sumberdaya lainnya. Mempunyai sejumlah nilai yang secara luas dianut dan dipegang teguh oleh karyawan, secara khusus menguntungkan bagi organisasi yang bergerak di sektor jasa bila karyawan organisasi tersebut bertanggung jawab menyampaikan jasa.
Masih adanya keluhan pelanggan, menunjukkan bahwa Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang belum sepenuhnya berhasil memberikan pelayanan terbaik, Sekilas nampak bahwa kualitas pelayanan belum benar-benar menjadi bagian penting dari budaya organisasi.
Oleh karena itu, salah satu gejala yang paling meyakinkan dari rusaknya kondisi dalam suatu organisasi itu adalah rendahnya kepuasan kerja (lob satisfaction). Dalam bentuknya yang lebih sinis gejala itu bersembunyi di belakang pemogokan liar, pelambanan kerja, mangkir, dan pergantian karyawan serta rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan. Gejala itu mungkin juga merupakan bagian dari keluhan, rendahnya prestasi, rendahnya kualitas produk, penerimaan yang dilakukan karyawan, masalah disipliner, dan berbagai kesulitan lain.
Sebaliknya, kepuasan kerja yang tinggi diinginkan oleh para manajer karena dapat dikaitkan dengan hash positif yang mereka harapkan. Kepuasan kerja yang tinggi merupakan tanda organisasi yang dikelola dengan baik dan pada dasarnya merupakan hasil manajemen perilaku yang efektif Kepuasan kerja adalah proses pembangunan iklim manusia yang berkelanjutan dan suatu organisasi.
Oleh karena itu salah satu fungsi menarik untuk disimak adalah bahwa budaya organisasi yang mempunyai fungsi mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan, terutama karena menyangkut aspek kepuasan kerja karyawan, maka sangat diperlukan adanya upaya untuk membuktikan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Maka penelitian ini ingin mengkaji lebih mendalam tentang “Pengaruh Budaya organisasi, Semangat kerja dan kepuasan kerja terhadap Kinerja Pegawai Kecamatan Ampelgading Kabupaten Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar