BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia bisnis saat ini telah diwarnai
oleh persaingan global, terutama dalam industri jasa yang telah mendominasi
persaingan pasar. Cepatnya pertumbuhan industri jasa juga ditandai dengan
semakin tingginya tingkat persaingan pasar. Seperti yang ditunjukkan di Amerika
Serikat (AS) lebih dari 70 persen GNP-nya, dan 80 persen tenaga kerjanya
bekerja di sektor jasa, sedangkan di Eropa 72 persen tenaga kerja berkecimpung
dalam sektor ini. Demikian halnya perkembangan bisnis ini di lndonesia, sektor
ini juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Apabila jasa diartikan
sebagai seluruh kegiatan ekonomi dimana hasilnya bukan dalam sektor yang
menghasilkan barang (non-goods producing; sector), maka kontribusinya sangat
dominan. Distribusi persentase PDB menurut lapangan usaha menunjukkan
kontribusi sektor jasa mendekati angka 50 persen (Sancaya, 1997 dalam
Salahuddin, 1999:1)
Kesadaran akan pentingnya kualitas pada tingkat
global dipacu oleh keberhasilan penerapan TQM dari perusahaan-perusahaan Jepang
segera setelah Perang Dunia Il usai. Mengenai hal ini dalam Bussines Week, Special Issue on Quality, 1991
(Kotler dan Armstrong, 1994:281) Otis Port menyatakan bahwa "... pemusatan
perhatian terhadap kualitas selama 40 tahun telah mengubah Jepang dari pembuat
perhiasan kecil menjadi sebuah pusat perekonomian dan memaksa
perusahaan-perusahaan AS dan Eropa untuk menanggapinya. Akibatnya suatu
revolusi global sedang mempengaruhi setiap segi bisnis".
Semangat untuk memacu pengembangan kualitas,
antara lain diindikasikan oleh pemberian penghargaan kepada
perusahaan-perusahaan yang menunjukkan praktek dan pengembangan kualitas.
Jepang memberikan Deming Award sejak
tahun 1951. Kemudian diikuti oleh Amerika Serikat dengan anugerah
Baldrige pada tahun 1980-an
dan Eropa memberikan The European Quality Award pada tahun 1993. Meskipun demikian, menurut Gary
Hamel (dalam Gibson, 1997:89) yang sebenarnya sedang terjadi adalah persaingan
antara perusahaan-perusahaan, dan bukan antar bangsa. Di negara atau kelompok
negara manapun, ada perusahaan-perusahaan yang berada di depan tetapi ada juga yang
terlambat (laggards). Sanyo, Aiwa, Suzuki, dan Isuzu merupakan contoh laggards
untuk Jepang; sedangkan untuk Eropa adalah Air France, Credit Lyonnaise dan
Volkswagen.
Pelayanan yang berkualitas dan memuaskan pelanggan
perlu dilakukan terus
menerus, meskipun pengaduan yang diterima perusahaan dari pelanggannya relatif
rendah. Sekitar 95% dari konsumen yang tidak puas memilih untuk tidak melakukan
pengaduan tetapi sebagian besar cukup menghentikan pembeliannya (Kotler,
1997:22). Jika terdapat satu pengaduan dalam satu hari, maka berarti ada 19 kasus lain yang serupa namun tidak
dilaporkan. Untuk kasus perbankan, Grubbs dan Reidenbach (1991, dalam Kotler,
1997) memperkirakan, satu orang nasabah yang tidak puas akan menceritakan
pengalamannya kepada sekitar 9 orang. Dan, 13% dari nasabah yang tidak puas
akan menginformasikannya lebih jauh kepada 20 orang lain lagi. Demikian
seterusnya, sehingga lebih buruk lagi berita lisan dari sahabat, keluarga dan
tetangga ini sering lebih dipercayai daripada iklan dari perusahaan. Singkatnya, berita dari mulut ke mulut yang negatif dapat
menghancurkan hasil-hasil dari kegiatan promosi dan periklanan.
Namun demikian, Albrecht dan Zemke (Kotler, 1997) menunjukkan bahwa 54-70% dari pelanggan yang mengadu akan menjalin
hubungan bisnis kembali dengan organisasi, jika ada penyelesaian yang baik.
Angka ini dapat meningkat hingga 95%, jika pengaduan diselesaikan dengan cepat.
Mereka yang puas dengan pemecahan yang diterima cenderung untuk menceritakan
perlakuan yang mereka terima kepada rata-rata 5 orang.
Akan tetapi penerapan kualitas pelayanan justru
berarti bahwa setiap pelayanan harus diberikan dengan cara terbaik pertama
kali. Maka, pencanangan visi dan misi
usaha yang mencakup pemuasan pelanggan sering dibutuhkan untuk memberikan arah
bagi pelayanan yang terpadu.
Senada dengan pemikiran di atas hasil pullfax yang
diselenggarakan oleh AMA pada tahun 1996 yang
melibatkan 307 perusahaan besar di
seluruh dunia menyimpulkan bahwa konsep manajemen bisnis yang telah dan/atau
akan mereka terapkan untuk meningkatkan kompetensi di abad free-trade adalah
focus on consumer. Sehingga Soetjipto yang mengutip pernyataan Richard
dan Ian dalam karyanya yang berjudul "The New Soul And Structure of
Post Management Corporation, " mengungkapkan bahwa, kualitas pelayanan
(service yuality) memiliki peranan yang strategis di masa depan. Menurut
mereka, di masa datang
pelanggan akan semakin memegang peran kunci bagi keberhasilan
perusahaan. Hal tersebut memaksa perusahaan untuk lebih berorientasi eksternal
dengan memberikan kualitas
pelayanan sebaik mungkin kepada para pelanggan mereka (Salahudin, 1999:2-3). Dengan tidak mengabaikan tindakan perbaikan
secara berkelanjutan atas evaluasi yang telah dilakukan dalam memenuhi
keinginan dan kepuasan pelanggan baik pelanggan eksternal maupun internalnya.
Pemberian kualitas pelayanan yang baik memiliki
arti penting bagi kelangsungan usaha karena dapat memberikan manfaat spesifik
seperti yang dikemukakan oleh Aviliani dan Wilfiridus (1997 dalam Salahudin,
1999:3), yaitu:
a.
Pelayanan
yang istimewa (nilai jasa yang benar-benar dialami melebihi harapan) atau
sangat memuaskan dapat memungkinkan perusahaan menetapkan harga yang
signifikan.
b.
Pelayanan
yang memuaskan menciptakan loyalitas pelanggan. Pelanggan yang loyal tidak
hanya potensial untuk penjualan produk yang sudah ada tetapi juga untuk
produk-produk baru dari perusahaan.
c.
Pelanggan
yang puas merupakan sumber informasi positif bagi perusahaan dan
produk-produknya bagi pihak luar. Bahkan mereka dapat menjadi pembela bagi
perusahaan khususnya menangkal isu-isu negatif
d.
Pelanggan
yang terpuaskan merupakan sumber informasi bagi perusahaan dalam hal intelijen
pemasaran dan pengembangan pelayanan /produk perusahaan pada umumnya.
e.
Kualitas
yang baik berarti menghemat biaya-biaya seperti biaya untuk memperoleh
pelanggan baru, untuk memperbaiki kesalahan, membangun kembali citra karena
wanprestasi dan sebagainya.
Layanan menjadi hal utama yang harus mendapatkan
perhatian serius, tidak hanya pada lini paling depan tetapi juga pada tingkat
puncak manajemen perusahaan. Layanan
hendaknya terdefinisi dengan jelas. Manajemen puncak bertanggung jawab terhadap
kualitas melalui pendefinisian "visi kualitas" yang merupakan
pandangan jelas tentang masa depan dan didasarkan pada prinsip kualitas yang dimengerti serta melibatkan
seluruh karyawan. Perwujudan dari terjemahan visi kualitas akan menjadi
strategi usaha yang melibatkan seluruh
sumber daya yang dimiliki melalui aplikasi konsep tertentu seperti Total
Quality Management (TQM), T otal Quality Service (TQS) (Hutabarat,
1997).
Visi strategik tentang kualitas pelayanan yang
dikeluarkan oleh pimpinan perusahaan akan menjadi acuan bagi segenap lapisan
manajemen dalam menterjemahkan ke dalam rencana kegiatan tahunan maupun
sehari-hari. Perusahaan bersaing dalam
kualitas pelayanan, karenanya koherensi pada seluruh lapisan mutlak diperlukan
agar deviasi pelaksanaan dapat diminimisasi.
Bagaimana perusahaan mewujudkan visi kualitas
sangat tergantung pada pengertian dan pendefinisian kualitas itu sendiri.
Cakupan kualitas perlu terdefinisi dengan jelas agar proses penyediaan jasa
berada pada jalur yang tepat. Singkatnya, kualitas pelayanan adalah kunci
program usaha.
Dengan kondisi sosial politik dan ekonomi telah
berkembang pesat dan telah memunculkan
paradigma-paradigma baru di berbagai bidang yang sangat berbeda dengan
paradigma lama. Dalam kondisi yang demikian, sikap dan cara kerja Kantor Kas Daerah (KKD) pun harus
mengalami perubahan-perubahan selaras dengan perubahan kondisi lingkungan dan
tuntutan masyarakat. Tanpa perubahan sikap, moral dan peningkatan kualitas
pelayanan kerja dan kinerjanya, maka Kantor Kas Daerah tidak akan dapat
memenuhi harapan berbagai pihak, baik
pemerintah maupun masyarakat.
Untuk memenuhi tuntutan ini maka pertama-tama
diperlukan kesatuan pandangan bagi seluruh jajaran Kantor Kas Daerah (KKD)
mengenai cita-cita dan arah kemana
Organisasi Kantor Kas Daerah (KKD) harus menuju. Oleh karena itu, pernyataan
visi yang ideal dan dapat diterima semua pihak diperlukan untuk membangkitkan
komitmen dan kesatuan gerak bagi seluruh jajaran.
Terdapat tiga cita-cita utama Kantor Kas Daerah (
KKD ) yang terangkum dalam visinya, yaitu sebagai berikut.
a.
Menjadi
model pelayanan masyarakat yang merefleksikan cita-cita untuk menjadi bontoh
pelayanan masyarakat bagi unit instansi pemerintah lainnya.
b.
Dipercaya
dan dibanggakan masyarakat yang merefleksikan cita-cita untuk mendapatkan
pengakuan dari masyarakat bahwa eksistensi dan kinerjanya memang benar-benar
berkualitas tinggi dan akurat, mampu memenuhi harapan masyarakat serta memiliki
citra yang baik dan bersih.
Misi utama Kantor Kas Daerah (KKD) adalah Misi
Perbendaharaan yaitu mengelola keuangan daerah
berdasarkan Undang-undang Nomor : 17 tahun 2003 yang mampu menunjang
kemandirian pembiayaan pemerintah daerah dan dilaksanakan secara efektif dan efisien. Namun demikian, disamping Misi
Perbendaharaan, KKD juga merupakan salah satu instrumen untuk pembangunan dan
pemulihan ekonomi. Oleh karena itu Kantor Kas Daerah (KKD) juga memiliki Misi
Ekonomi yang pada dasarnya adalah mendukung kebijaksanaan pemerintah di bidang
ekonomi.
Sebagai salah satu instansi pemerintah daerah, KKD
juga memiliki Misi Politik yaitu
mendukung proses demokratisasi bangsa melalui proses otonomi daerah sebagaimana diatur dengan
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, pada akhirnya, Misi KKD yang tidak kalah
pentingnya karena memiliki peranan yang sangat vital dalam mendukung suksesnya
misi-misi yang lain adalah misi kelembagaan. Misi ini bersifat internal namun
sangat menentukan kemampuan KKD untuk beradaptasi dan mengantisipasi
perubahan-perubahan lingkungan pada daerah. Dengan perkataan lain, misi ini
sangat menentukan kemampuan KKD untuk survive
dan maju berkembang menuju pencapaian visinya.
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah
Tingkat II Probolinggo, Nomor 30 Tahun 1996, ada lima strategi yang ditetapkan
untuk tercapainya Misi Kelembagaan, sebagai upaya untuk senantiasa
memperbaharui diri (reinventring KKD),
masing-masing sebagai berikut :
a.
Kembangkan
organisasi KKD sesuai visi dan mendukung pelaksanaan misi KKD.
b.
Kembangkan
kualitas SDM yang inovatif dan mampu mendukung pelaksanaan misi dan strategi
menuju pencapaian visi KKD sesuai nilai acuan.
c.
Tingkatkan
secara berkelanjutan kinerja unit kantor.
d.
Sempurnakan
lay out kantor untuk
memfasilitasi proses pembelajaran, peningkatan efisiensi proses internal dan
optimalisasi pelayanan publik.
e.
Peningkatan/modernisasi
sarana dan prasarana kerja.
Strategi tersebut diterapkan pada seluruh
Pemerintah Daerah Kabupaten Probolinggo yang seluruhnya terdiri dari 36
Kecamatan, 18 Dinas/Instansi, 6 Badan/Kantor , dan 8 Bagian pada Sekretariat.
Dengan berfokus kepada kinerja unit kantor dan pelayanan publik, dilakukan
penelitian dengan memilih KKD sebagai obyek penelitian, karena unit tersebut
berhubungan langsung dengan masyarakat pada umumnya dan bendahara serta
karyawan pada kususnya dilingkungan
Pemerintah Daerah Kabupaten Probolinggo.
Adapun jenis-jenis pelayanan pada KKD adalah sebagai berikut :
a. Penarikan SPM Giro yang dikeluarkan oleh
Bagian Keuangan
b. Penyetoran Pajak dan retribusi serta
penerimaan lain
c. Penyetoran kembali karena kesalahan
Administrasi
d. Penerimaan dan pemotongan dari pihak
ketiga
e. Transfer
f.
Konsultasi
Berdasarkan uraian tersebut, kualitas pelayanan
khususnya pada Kantor Kas Daerah (KKD) akan dihasilkan dari kegiatan operasi
yang memiliki banyak faktor dalam
menentukan keberhasilannya, diantaranya faktor sumber daya manusia, fasilitas
dan peralatan (teknologi) yang tersedia dan digunakan, proses bisnis, citra (image),
dan lokasi. Konsumen jasa biasanya lebih percaya dalam hal pengalaman dan
kepercayaan sehingga mereka biasanya Iebih bergantung pada promosi personal
dari pada iklan perusahaan dan bila puas mereka akan setia pada penyedia jasa.
Dari analisis terhadap faktor internal yang meliputi
sumber daya manusia, sarana dan prasarana kerja, proses pelayanan dan lay out kantor, peneliti ingin
mengetahui seberapa besar faktor-faktor internal tersebut mempengaruhi kualitas
pelayanan, dengan mengambil judul " PENGARUH SUMBER DAYA MANUSIA,
SARANA & PRASARANA, PROSES PELAYANAN DAN LAY OUT KANTOR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN KANTOR KAS DAERAH
KABUPATEN PROBOLINGGO ".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar