Dewasa ini dalam menghadapi milenium baru,
perekonomian suatu negara semakin menuju ke arah integrasi ekonomi dunia.
Akibatnya, perekonomian suatu negara tidak hanya dipengaruhi oleh
kebijakan-kebijakan yang ada di negara tersebut, melainkan dipengaruhi pula
oleh kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh negara lain. Begitu pula Indonesia
sebagai bagian dari ekonomi global, situasi perekonomian nasional sangat
dipengaruhi oleh situasi ekonomi yang terjadi di dunia. Dengan makin mudah
kapital berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, maka persaingan dunia usaha
meningkat tajam. Perusahaan-perusahaan nasional berlomba-lomba membuka ladang
usaha di segala penjuru termasuk Indonesia. Di sektor investasi, negara-negara berebutan
menawarkan berbagai fasilifas menarik guna menyedot investasi. Pendek kata
persaingan tak, hanya antar perusahaan, tapi juga antar negara.
Dalam kondisi demikian hanya perusahaan yang memiliki
keunggulan kompetitif akan survive, mampu memenangkan persaingan serta meraih
peluang untuk berkembang. Menghadapi kenyataan tersebut semua pihak bersepakat
bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) melalaui segala bentuk dan aktualisasi
potensinya merupakan faktor utama pembentukan keunggulan tersebut, dan menjadi
kunci kemajuan di masa datang. Oleh karenanya, upaya meningkatkan performa
kerja para karyawan menjadi program sangat penting di lingkungan perusahaan.
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
performa kerja karyawan adalah terciptanya hubungan industrial yang dinamis,
yaitu iklim kerja yang di satu sisi menjamin terciptanya suasana harmonis, dan
di sisi lain tetap mengacu pada efisiensi dan pr-oduktivitas.
Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh perlakuan perusahaan terhadap
keberadaan karyawan dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh integrasi dan sikap
kerja karyawan sebagai warga perusahaan (Soekmono, 1993).
Sikap perusahaan sangat penting bagi manajemen
sumber daya manusia, karena sikap ini akan mempengaruhi perilaku perusahaan.
Sikap-sikap yang berkaitan dengan kepuasan kerja dan komitmen merupakan hal yang
penting bagi perilaku dan praktek manajemen sumber daya manusia. Di mana
implikasi dan kepuasan kerja memfokuskan pada sikap karyawan terhadap pekerjaannya,
dan komitmen memfokuskan pada sikap karyawan terhadap keseluruhan perusahaan
(Luthans, 1985).
Para manajer hendaknya tertarik pada
sikap-sikap karyawan mereka, karena sikap memberikan peringatan terhadap adanya
problem potensial, karena sikap mempengaruhi perilaku. Karyawan yang kepuaskan
dan berkomitmen mempunyai tingkat keluar dan kemangkiran yang rendah. Bila para
manajer menginginkan agar permintaan berhenti dan absensi berkurang terutama di
antara karyawan mereka yang produktif mereka hendaknya melakukan hal-hal yang akan
membangkitkan sikap kerja yang positif (Robbins, 1996).
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi
perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah mendukung atau tidak
memihak pada obyek tersebut (Berkowitz dalam Azwar, 1997).
Sikap dapat dibagi menjadi tiga komponen utama
yakni emosional, informasional dan perilaku. Komponen emosional meliputi
perasaan Seseorang atau kesan tentang suatu obyek, yaitu pengaruh positif,
netral, dan negatif, jadi emosi mendapat perhatian terbesar dalam literatur yang
membahas perilaku organisasi dalam kaitannya dengan kepuasan kerja. Di samping
itu, ekspresi emosional baik yang positif, netral, maupun yang negatif juga
penting bagi perilaku kerja. Komponen informasi terdiri dari keyakinan dan
informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek. Tidak ada
bedanya apakah informasi ini secara empiris nyata atau benar atau salah.
Sedangkan komponen perilaku terdiri dari kecenderungan dua orang atau lebih
untuk melakukan hal yang sama daiam mencapai tujuan (Luthans, 1985).
Dari ketiga komponen sikap tersebut, hanya
komponen perilaku yang dapat diamati secara langsung. Seseorang tidak
bisa melihat atau mengetahui perasaan orang lain (komponen emosional) atau
komponen informasional. Kedua komponen tersebut hanya dapat disirnpulkan.
Pemahaman terhadap sikap kerja ini sangat penting peranannya dalam studi
perilaku organisasi.
Seseorang dapat mempunyai ribuan sikap, tetapi
perilaku organisasi memfokuskan perhatian kita pada sejumlah sangat terbatas
sikap yang berkaitan dengan pekerjaan. Sikap terkait pekerjaan ini rnembuka
jalan evaluasi positif atau negatif yang dipegang para karyawan mengenai
aspek-aspek dari lingkungan kerja mereka. Kebanyakan riset dalam perilaku
organisasi telah memperdulikan ketiga sikap kepuasan kerja, keterlibatan kerja,
dan komitmen organisasional. (Brooke, Russel, dan Prince, 1998).
Kepuasan kerja merujuk ke sikap umum seorang
individu terhadap pekerjaannya. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi
menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu; seorang yang tak puas dengan
pekerjaannya me'nunjukkan sikap yang negatif terhadap kerja itu. Bila orang
berbicara mengenai sikap karyawan, lebih sering mereka memaksudkan kepuasan
kerja.
Sikap kerja lain yang dibahas adalah komitmen
organisasional yang didefinisikan sebagai suatu keadaan dalam mana seorang
karyawan memihak kepada suatu organisasi tertentu dan tujuantujuannya, serta
berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.
Sejauh mana kepuasan para karyawan dengan
pekerjaannya ? Para karyawan menurut temuan terakhir, akan
merasa puas bila pekerjaannya diakui atau dikenali, dan jika mereka dihargai oleh
bosnya. Namun sebagian orang masih merasa bahwa perusahaan atau atasannya belum
memberikan penghargaan yang setimpal terhadap apa yang mereka kerjakan.
Penelitian akhir-akhir ini memberikan pertanyaan kepada karyawan : Berapa seringkah
atasan anda memberikan penghargaan atas prestasi yang anda capai ? Berikut
adalah hasil jawabannya : (a) 11 persen mengatakan
selalu; (b) 50 persen mengatakan sering; (c) 28 persen
mengatakan jarang; (d) 10 persen mengatakan tidak pernah. Hasil survey ini
menyatakan bahwa para manajer yang bebas dari kritik namun mendapat pujian dari
atasan cenderung memiliki pekerja (anak buah) yang cemburu. Dalam perusahaan
semacam itu moral kerja karyawannya akan rendah.
Apa yang menarik berkenaan dengan survei ini
adalah pentingnya responden mengatakan bahwa mereka akan keluar dan
pekerjaannya sekarang jika ada perusahaan lain yang memberikan perhatian
(penghargaan) lebih tinggi, gaji sama dengan perusahaan lama, dan posisi yang sama
pula. Dalam hal ini dapat dikatakan : uang bukanlah satu-satunya cara untuk menggaji
orang. Sikap dan kepuasan kerja juga sangat penting artinya bagi karyawan
(Luthans, 1985).
Pentingnya kepuasan kerja itu jelas. Para
manajer seharusnya peduli akan tingkat kepuasan kerja dalam organisasi mereka
karena sekurang ada tiga alasan : (1) ada bukti yang jelas bahwa karyawan yang
tak terpuaskan lebih sering
melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinan mengundurkan diri; (2) karyawan yang terpuaskan
mempunyai kesehatan yang lebih baik dan usia yang lebih panjang; (3) kepuasan pada pekerjaan dibawa ke kehidupan
karyawan di luar pekerjaan (Robbins, 1996).
Bagi manajemen, suatu angkatan kerja yang
terpuaskan akan memberikan produktivitas yang lebih tinggi karena gangguan yang
lebih sedikit yang disebabkan oleh kemangkiran atau berhentinya karyawan yang
baik, maupun rendahnya biaya medis dan asuransi jiwa. Selain itu, ada manfaat
bagi masyarakat pada umumnya. Kepuasan kerja terbawa ke waktu-waktu di luar pekerjaan
dari karyawan itu. Jadi, tujuan kepuasan kerja yang tinggi untuk karyawan dapat
dibela baik secara finansial maupun dalam tanggung jawab sosial (Robbins, 1996).
Yang perlu mendapatkan
perhatian juga adalah adanya suatu Kesimpulan yang lebih valid, bahwa kinerja individu membimbing ke arah terwujudnya
kepuasan kerja (Greene, 1972; Lawler, 1973; dan Petty et al). Jika karyawan melakukan suatu pekerjaan yang baik, secara intrinsik karyawan rnerasa senang
mengenai hal itu. Lagi pula, jika organisasi mengganjar kinerja, kinerja yang lebih
tinggi meningkatkan pengakuan verbal, tingkat gaji, dan promosi. Ganjaran ini
selanjutnya menaikkan tingkat kepuasan karyawan dengan pekerjaan itu (Robbins, 1996).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar