Bisnis perbankan merupakan bisnis jasa yang
berdasarkan pada azas kepercayaan sehingga masalah kualitas layanan menjadi
faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan usaha. Kualitas layanan
merupakan suatu bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat layanan yang
diterima (perceived service) dengan tingkat layanan yang diharapkan (expected
service) (Kotler, 2000).
Sebagai
lembaga yang bergerak dalam bidang jasa, maka untuk dapat memenangkan
persaingan yang kompetitif, Lembaga Perbankan harus dapat
menerapkan strategi yang
berorientasi kepada pelanggan
(customer oriented) dengan
cara meningkatkan kinerjanya sehingga dapat
memuaskan nasabah sebagai
pelanggan internalnya.
Kualitas
pelayanan yang semakin baik merupakan faktor yang berharga dalam dunia
perbankan. Peningkatan kualitas pelayanan sangat penting bagi perusahaan jasa
karena akan menarik minat konsumen untuk membeli produk jasa yang ditawarkan.
Konsumen yang merasa senang dan puas atas pelayanan yang diberikan akan terus
membeli produk yang ditawarkan, sehingga status konsumen akan berubah menjadi
pelanggan. Salah satu cara untuk mentranformasi konsumen menjadi pelanggan atau
nasabah adalah dengan memenuhi kepuasan dan memberikan kualitas pelayanan yang
unggul.
Kepuasan
pelanggan merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian serius bagi lembaga
yang bergerak di bidang jasa terutama jasa perbankan, karena kepuasan merupakan
salah satu kunci untuk dapat mempertahankan pelanggan. Pelanggan yang sangat
puas, umumnya lebih lama setia, membeli lebih banyak ketika perusahaan
memperkenalkan produk baru dan meningkatkan produksi yang ada. Pelanggan yang
setia tidak banyak memberikan perhatian pada merek pesaing dan tidak terlalu
peka terhadap harga (Kotler, 2000).
Kepuasan
pelanggan menempati posisi penting dalam praktek di dunia bisnis, karena
manfaat yang ditimbulkannya bagi perusahaan. Pelanggan yang loyal jauh lebih
bernilai ketimabang sekedar pelanggan puas, sebab pelanggan yang loyal
merupakan sumber pendapatan perusahaan yang paling bisa diandalkan. Sekali
mereka loyal, terhadap produk atau jasa tertentu, bisa jadi sepanjang hidup
mereka akan menggunakan produk atau jasa itu. Artinya mereka yang berperan
besar menyumbang terhadap pendapatan dan keuntungan perusahaan. Kepuasan bisa
semakin besar apabila komplain pelanggan dapat diselesaikan dengan baik.
Kepuasan pelanggan sendiri menurut Tjiptono
(2005:366), dapat diukur melalui enam konsep pengukuran, antara lain :
1. Kepuasan Pelanggan Keseluruhan (Overall Customer Satisfaction).
Dengan
cara menanyakan langsung kepada pelanggan seberapa puas mereka dengan produk
atau jasa spesifik tertentu. Biasanya ada dua bagian dalam proses
pengukurannya. Pertama, mengukur
tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk dan/jasa perusahaan bersangkutan.
Kedua,
menilai dan membandingkan dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan
terhadap produk /jasa para pesaing.
2. Dimensi Kepuasan Pelanggan.
Proses
ini terdiri atas empat langkah. Pertama,
mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci kepuasan pelanggan. Kedua, meminta pelanggan menilai produk/jasa perusahaan berdasarkan
item-item spesifik, seperti kecepatan layanan, fasilitas layanan, atau
keramahan staf layanan pelanggan. Ketiga,
meminta pelanggan menilai produk/jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik
yang sama. Dan keempat, meminta para
pelanggan untuk menentukan dimensi-dimensi yang menurut mereka paling penting
dalam menilai kepuasan pelanggan keseluruhan.
3. Konfirmasi Harapan (Confirmation of Expectations)
Dalam
konsep ini, kepuasan tidak diukur langsung, namun disimpulkan berdasarkan
kesesuaian/ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual
produk perusahaan pada sejumlah atribut atau dimensi penting.
4. Minat Pembelian Ulang
Kepuasan
pelanggan diukur secara behavioral dengan jalan menanyakan apakah pelanggan
akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan lagi.
5. Kesediaan Untuk Merekomendasi (Willingness to Recommend)
Dalam
kasus produk yang pembelian ulangnya relatif lama atau bahkan hanya terjadi
satu kali pembelian, dan kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk
kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran yang penting untuk dianalisis dan
ditindaklanjuti.
6. Ketidakpuasan Pelanggan (Customer Dissatisfaction)
Beberapa
macam aspek yang sering ditelaah guna mengetahui ketidakpuasan pelanggan,
meliputi (a) komplain; (b) retur atau pengembalian produk; (c) biaya garansi;
(d) product recall (penarikan kembali
produk dari pasar); (e) gethok tular
negatif; dan (f) defections (konsumen
yang beralih ke pesaing).
Kepuasan
yang dirasakan pelanggan atau nasabah akan berdampak positif bagi perusahaan,
diantaranya akan mendorong loyalitas pelanggan dan reputasi perusahaan.
Kepuasan dalam dunia perbankan merupakan sesuatu yang hakiki. Kepuasan dapat
berupa kerahasiaan, keamanan, kebanggaan dan kemudahan. Oleh karena itu, setiap perusahaan perlu berupaya
memahami nilai-nilai yang diharapkan pelanggan dan atas dasar itu kemudian
berusaha memenuhi harapan tersebut semaksimal mungkin.
Perusahaan yang
gagal memuaskan pelayanannya akan menghadapi masalah yang kompleks. Umumnya
pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan
pengalaman buruknya kepada orang lain dan bisa dibayangkan betapa besarnya kerugian dari kegagalan memuaskan pelanggan.
Oleh karena itu, setiap perusahaan jasa wajib merencanakan, mengorganisasikan, mengimplementasikan, dan
mengendalikan sistem kualitas sedemikian rupa, sehingga pelayanan dapat
memuaskan para pelanggannya.
Kualitas dan loyalitas pelanggan berkaitan erat.
Kualitas memberikan suatu dorongan kepada
pelanggan untuk menjalin ikatan yang kuat
dengan perusahaan. Ikatan seperti ini dalam jangka panjang memungkinkan
perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan
mereka, dengan demikian perusahaan tersebut dapat
meningkatkan loyalitas pelanggan dimana perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan yang
menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang
kurang menyenangkan.
Loyalitas pelanggan dalam bidang jasa
merupakan elemen penting dan menentukan dalam menumbuhkembangkan
perusahaan agar tetap eksis dalam menghadapi persaingan. Demikian pula dengan
bisnis perbankan, merupakan bisnis yang berdasarkan
pada azas kepercayaan, masalah kualitas layanan (service quality)
menjadi faktor penting dalam menentukan keberhasilan bisnis ini.
Upaya
untuk mewujudkan loyalitas pelanggan secara menyeluruh memang tidak mudah,
dikarenakan pelanggan yang dihadapi saat ini berbeda dengan pelanggan yang
lalu. Maka pihak manajemen bank harus dapat melihat apa yang diinginkan oleh
pelanggan, untuk itu bank sebagai pihak penyedia jasa harus mampu memberikan
perhatian penuh pada kualitas pelayanan agar pelanggan merasa puas dan
selanjutnya akan terbentuk loyalitas pelanggan.
Kotler
et al (2002) menyebutkan ada enam alasan mengapa suatu institusi perlu
mendapatkan loyalitas pelanggannya. Pertama:
pelanggan yang ada lebih prospektif, artinya pelanggan loyal akan memberi
keuntungan besar kepada institusi. Kedua:
biaya mendapatkan pelanggan baru jauh lebih besar dibandingkan dengan menjaga
dan mempertahankan pelanggan yang ada. Ketiga:
pelanggan yang sudah percaya pada institusi dalam suatu urusan akan percaya
juga dalam urusan lainnya. Keempat:
biaya operasi institusi menjadi efisien jika memiliki banyak pelanggan loyal. Kelima: institusi dapat mengurangkan
biaya psikologis dan sosial dikarenakan pelanggan lama telah mempunyai banyak
pengalaman positif dengan institusi. Keenam:
pelanggan loyal akan selalu membela institusi bahkan berusaha pula untuk
menarik dan memberi saran kepada orang lain untuk menjadi pelanggan.
Kepuasan
pelanggan akan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Beberapa penelitian
sebelumnya yang meneliti hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas
pelanggan telah dilakukan oleh Bowen et al (2001), sejauh ini mengambil subyek
pada industri jasa seperti maskapai penerbangan, bank dan toko. Diantara
penelitian-penelitian yang dilakukan di industri jasa bank tersebut yang sangat
relevan dengan penelitian ini antara lain dilakukan oleh Bloemer, Ruyter dan
Peters (1998) dan Nguyen & LeBlanc (1998). Penelitian yang dilakukan oleh
Bloemer, Ruyter dan Peters (1998) meneliti bagaimana citra, kualitas layanan
yang dirasakan dan kepuasan dapat menentukan loyalitas dalam setting bank
retail pada level konstruksi global dan pada level dimensi konstruksi. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas layanan berhubungan secara langsung
dan tidak langsung dengan loyalitas pelanggan. Sedangkan Nguyen & LeBlanc
(1998) menyelidiki efek kepuasan
konsumen, kualitas jasa dan nilai pada persepsi citra perusahaan dan loyalitas
pelanggan pada industri jasa perbankan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
kepuasan dan kualitas layanan berkaitan dengan berkaitan positif dengan nilai
dan kualitas layanan tersebut berpengaruh lebih kuat pada nilai daripada
kepuasan. Kepuasan pelanggan dan persepsi citra mempunyai pengaruh terhadap
loyalitas jasa dengan kepuasan yang memberikan pengaruh lebih besar pada
loyalitas daripada citra.
Dari
uraian tersebut nampak bahwa terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan yaitu : expected
service (layanan yang di harapkan) dan perceived service (layanan yang
diterima). Dengan demikian maka
kualitas layanan dapat diukur
dengan membandingkan antara kualitas layanan yang diharapkan dengan
yang diterima dan dirasakan oleh para
pelanggan .
Apabila
perceived service sesuai
dengan expected service, maka kualitas
layanan yang diberikan dapat dirasakan dengan baik dan memuaskan. Sedangkan bila kualitas layanan yang diterima melampaui
harapan, maka kualitas
layanan yang dirasakan sebagai kualitas
yang ideal, sebaliknya bila kualitas
layanan yang diterima lebih rendah
dari yang diharapkan, maka kualitas
layanan dikatakan jelek dan tidak memuaskan. Dengan demikian
ideal dan rendahnya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam
memenuhi harapan pelanggan.
Terdapat lima unsur atau dimensi yang
digunakan sebagai kerangka perencanaan
dan anlisis untuk mengukur kualitas layanan sehingga pelanggan merasa puas atau tidak terhadap layanan
yang diberikan lembaga. Kelima
unsur tersebut adalah : (1) reliability (kehandalan )
yaitu kemampuan untuk memberikan layanan dengan segera, akurat,
konsisten dan memuaskan ; (2) responsiveness
(daya tanggap), yaitu keinginan atau
kesediaan para staf
untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap; (3) assurance
(jaminan), yaitu mencakup
pengetahuan kompetensi, kesopanan, dan sifat
dapat dipercaya yang dimiliki para
staf, bebas dari bahaya resiko dan kergu-raguan; (4) empaty (empati) yaitu
meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik,
perhatian pribadi dan memahami
kebutuhan para pelanggan ; (5) tangibles
(bukti fisik) yaitu fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana
komunikasi (Parasuraman dalam Itzsimmons
dan Fitzsimmons, 1994 ).
Oleh
karena kualitas layanan menjadi tolok ukur untuk menciptakan kepuasan dan
loyalitas nasabah dan kepuasan merupakan variabel yang krusial untuk diperhatikan guna menumbuhkembangkan
loyalitas nasabah maka penlitian ini memfokuskan
pada Analisis
Persepsi Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah Bank BUKOPIN Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar