Dalam setiap organisasi baik itu yang bertujuan profit
ataupun non profit, sumber daya manusia merupakan sumber daya yang berperan
dalam mencapai tujuan organisasi dengan efektif dan efisien. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya
manusia merupakan indikator organisasi dalam mencapai tujuannya. Untuk itu
dalam organisasi dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mempunyai
profesionalisme dibidangnya.
Sejalan dengan perkembangan
organisasi maka usaha-usaha untuk peningkatan ketrampilan maupun
profesionalisme karyawan di masa mendatang sangat diperlukan. Untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan organisasi maka
diperlukan adanya kegiatan pelatihan, guna meningkatkan ketrampilan dan profesionalisme
yang dimiliki karyawan yang pada akhirnya diharapkan dapat mengembangkan karier
karyawan. Untuk itu sebaiknya kegiatan pelatihan diadakan secara sistematis,
terencana dan terus menerus. Hal ini perlu dilakukan karena adanya kondisi
lingkungan organisasi yang terus berubah seiring dengan perubahan permintaan
masyarakat. Sedangkan permintaan masyarakat terus-menerus berubah karena adanya
sistem informasi yang juga terus menerus berubah-ubah, teknologi juga terus
berubah ditambah lagi dengan era globalisasi yang semakin kompleks. Untuk
menghadapi semua ini maka sumber daya manusia dituntut benar-benar cakap dan
siap menghadapi tantangan dalam menghadapi masalah yang timbul dalam bidang
tugasnya masing-masing.
Organisasi
harus melakukan perbaikan secara terus menerus agar dapat berkembang dan
mempertahankan eksistensinya didalam menghadapi persaingan dengan organisasi
lain. Untuk mencapai tingkat keunggulan bersaing yang tinggi dan
berkesinambungan, sebuah organisasi tidak lagi semata-mata tergantung pada
kemajuan tehnologi yang dipergunakan ataupun posisi strategisnya, akan tetapi
lebih menekankan pada pengelolaan tenaga kerja atau sumberdaya manusia yang ada
(Pfeffer, 1995). Oleh karena itu organisasi harus mampu mengembangkan
sumberdaya manusia yang dimilikinya untuk dapat bersaing dan menjadi yang
terbaik dilingkungannya.
Untuk menciptakan dan mewujudkan kematangan sumber daya yang dimiliki
organisasi, terutama untuk mencapai tingkat keunggulan bersaing yang tinggi dan
berkesinambungan, sebuah organisasi harus memiliki iklim organisasi yang baik
dan kuat. Menurut Gibson (1996), iklim
organisasi merupakan serangkaian sifat lingkungan
kerja, yang dijalani dan dinilai langsung maupun tidak langsung oleh karyawan, yang dianggap menjadi kekuatan utama dalam
mernpengaruhi perilaku individu. lklim
organisasi, mempunyai fungsi mempengaruhi tindakan karyawan sebagai individu yang mandiri atau bagian dari sebuah
interaksi kelompok maupun sebagai bagian
kolektif dari organisasi. Singkatnya, bahwa adanya iklim organisasi yang baik dan kondusif akan mempengaruhi proses arus
komunikasi efektif yang terjadi antar anggota organisasi, produktivitas,
prestasi kerja, dan kepuasan kerja karyawan.
Davis
(1985), menyatakan bahwa iklim organisasi adalah lingkungan manusia
dimana para karyawan organisasi melakukan pekerjaan mereka. Pengertian ini
mengacu pada lingkungan suatu departemen, unit organisasi yang penting atau suatu
organisasi secara keseluruhan. Pada gilirannya, iklim organisasi dipengaruhi
dan/atau mempengaruhi hampir semua hal yang terjadi dalam
organisasi. Iklim adalah merupakan suatu konsep sistem yang
dinamis.
Organisasi yang memperlakukan karyawannya sesuai dengan martabat dan
integritasnya, akan menghasilkan peningkatan
moral, kinerja dan produktivitas, serta menekan tingkat pergantian
pekerja, meningkatkan kepuasan, dan meningkatkan reputasi dan kredibilitas
organisasi secara menyeluruh. Menurut Lewis, Goodman, dan Fandt (2001),
karyawan yang bekerja dalam sebuah organisasi yang menganut nilai-nilai etis dan
iklim organisasi yang baik, akan merasakan keuntungan ganda karena mereka tahu
bahwa mereka akan dilindungi baik secara organisatoris, maupun dengan
lingkungan sosialnya. Sebaliknya, sebagian besar karyawan akan menyatakan
perasaan tidak nyaman ketika mereka bekerja dalam sebuah organisasi yang menunjukkan iklim yang tidak kondusif.
Purnomosidhi (1996) menyatakan bahwa iklim organisasi
yang tidak menunjang penampilan kerja yang
produktif, penyediaan teknologi dan kondisi kerja yang tidak memadai,
arus komunikasi yang tidak menunjang dalam artian jumlah maupun kualitas,
praktek pengambilan keputusan yang tidak obyektif di semua organisasi maupun kesejahteraan karyawan yang
kurang diperhatikan di sisi lain,
akan mengakibatkan rendahnya tingkat kepuasan dan prestasi kerja.
Satu hal yang sangat mendasar bahwa untuk membangun
komitmen, baik pada tataran individu maupun
pada tataran organisasional secara menyeluruh, tidak terlepas dari
kemampuan menciptakan lingkungan kerja yang baik dan menunjang. Gejala yang seringkali
muncul dalam sebuah organisasi baik bisnis maupun publik sebagai akibat dari
kurang stabilnya organisasi adalah rendahnya tingkat kepuasan kerja dan
prestasi kerja yang dicapai oleh pegawai. Akibat paling ekstrim
yang dapat ditimbulkan oleh ketiga hal di atas adalah terjadinya pemogokan, kelambanan, kemangkiran, dan tingkat
keluarnya karyawan yang cukup
tinggi.
Davis (1996) menyatakan bahwa tingkat kepuasan kerja yang
tinggi dari pegawai merupakan tanda bahwa
organisasi telah dikelola dengan baik, dan merupakan hasil dari manajemen
perilaku yang efektif. Kepuasan dan prestasi kerja adalah sebuah tolak ukur
terhadap suatu proses pembangunan dan pengembangan iklim yang berkelanjutan
dalam organisasi.
Tingkat kepuasan kerja juga dianggap
sangat penting sebagai sebuah proses pencapaian aktualisasi Diyakini bahwa
pegawai yang tidak dapat memperoleh kepuasan kerja, tidak akan mencapai
kematangan psikologis yang pada gilirannya akan menyebabkan stres, serta
berimplikasi pada pencapaian kinerja yang tidak rnaksimal. Strauss dan Sayless
(1996) menyatakan bahwa tingkat kepuasan kerja mempunyai arti yang sangat penting
baik bagi pegawai maupun bagi organisasi, terutama karena hal ini dapat
menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja serta pencapaian prestasi
kerja yang lebih baik.
Salah satu upaya dalam
meningkatkan kepuasan kerja pegawai adalah dengan menciptakan lingkungan kerja
atau iklim organisasi yang kondusif dan menguntungkan.
Perilaku pemimpin dalam hal ini sangat menentukan terciptanya keadaan tersebut, dimana keberadaan iklim pada
kebanyakan organisasi dibentuk oleh
kepemimpinan yang tepat dan dkomunikasikan juga secara tepat dengan para
bawahan secara keseluruhan.
Kepuasan kerja dan prestasi kerja adalah merupakan variabel organisasi yang sangat penting untuk terus diteliti dan
dipelajari, karena terkait erat dengan berbagai proses penting dalam
aktivitas keorganisasian diantaranya motivasi, komitmen, dan pergantian pegawai
(Kohn dan Boo, 2001). Seseorang secara individual dapat mencapai tingkat
kepuasan kerja dan kinerja yang baik dalam kondisi
tertentu, akan tetapi pada kondisi lain dia tidak dapat mencapainya. Hal yang penting
untuk dipelajari adalah apakah eksekutif atau pejabat di Indonesia dapat
mencapai level tertentu dari kepuasan kerja serta kinerja yang maksimal dalam organisasi mereka.
Kenyataan ini dianggap berlaku universal baik pada organisasi bisnis maupun
pada organisasi publik. Pada organisasi bisnis, dalam operasionalnya dituntut
untuk mampu menciptakan kondisi iklim yang
kondusif baik secara organisatoris maupun dalam hubungannya dengan
masyarakat. Sebagai perusahaan yang independen harus mampu bekerja secara mandiri tanpa intervensi dari pihak
manapun. Maka dengan iklim organisasi yang
baik dan kondusif, hal ini memungkinkan untuk dicapai, dan selanjutnya akan berimplikasi
pada tercapainya tingkat kepuasan kerja dan kinerja aparat secara maksimal serta tercapainya tujuan organisasi
secara menyeluruh.
Dalam kehidupan manusia, pekerjaan mempunyai peran
penting, baik menyangkut kehidupan fisik maupun psikologisnya.Pentingnya
pekerjaan bagi karyawan akan menentukan tingkat ketertarikan karyawan
untuk mau memberikan seluruh kapasitasnya demi terlaksananya pekerjaan atau
tugas yang telah diberikan. Ketika karyawan akan
menganggap bahwa pekerjaan atau tugas tersebut penting maka akan semakin rela
karyawan untuk memberikan waktu, tenaga dan pikirannya demi pekerjaan
itu. Dengan demikian pekerjaan akan ditempatkan sebagai bagian penting dari
diri karyawan, dan hal ini menggambarkan adanya keterlibatan secara penuh
karyawan terhadap pekerjaan atau tugasnya.
Dengan
adanya keterlibatan secara penuh terhadap pekerjaan maka karyawan akan
menciptakan kinerja yang baik dan akan berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan
pekerjaan atau tugasnya karena hal ini dianggap penting sehingga karyawan akan
lebih merasa puas dan senang jika bisa menghabiskan sebagian besar waktu,
tenaga, dan pikiran untuk pekerjaannya. Hal ini senada dengan pendapat
Vroom (Ernawaty, 1996: 249) yang menyatakan bahwa individu yang terlibat dalam
pekerjaan adalah individu yang selalu memikirkan pekerjaannya, membuka
kesempatan untuk mengekspresikan diri yang berhubungan dengan kepuasan kerja.
Untuk
mencapai hasil kerja yang nyata dalam bekerja maka tergantung dari cara karyawan
memandang pekerjaannya. Kualitas perasaan terhadap pekerjaan akan berkaitan
dengan kepuasan kerja yang dirasakan karyawan. Kepuasan kerja secara umum
menyangkut sikap individu mengenai pekerjaannya yang mencerminkan pengalaman
baik yang bersifat menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Menurut
Doelhadi ( 1995 : 34 ) bahwa keterlibatan kerja di pengaruhi oleh kepuasan
kerja, dimana kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan
atau tidak menyenangkan karyawan dalam memandang pekerjannya. Selain itu
menurut Herzberg ( dalam Wexley & Yulk, 2003 : 136 ) bahwa kepuasan kerja
itu di pengaruhi oleh pekerjaan itu sendiri, dimana menunjukkan apakah suatu
pekerjaan itu rutin, membutuhkan inisiatif atau membutuhkan kreativitas. Dengan
adanya tuntutan inisiatif dan kreativitas dalam melaksanakan pekerjaan, maka
secara tidak langsung karyawan harus bisa meluangkan sebagian besar waktu,
tenaga, dan pikiran untuk pekerjaannya karena hal ini merupakan salah satu
bagian penting bagi diri individu sehingga keinginan atau harapan dari para
karyawan terpenuhi. Setiap karyawan mempunyai keinginan untuk dapat mencapai
hasil kerja yang maksimal sesuai dengan harapan individu. Harapan inilah
yang nantinya akan mempengaruhi tinggi rendahnya keterlibatan kerja individu
dalam melakukan tugasnya.
Dengan
demikian kepuasan kerja sangat erat kaitannya dengan keterlibatan kerja, karena
hal ini akan berdampak pada keadaan psikologis karyawan, dimana kepuasan
kerja yang bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan kerja sehingga
orientasinya lebih kearah peningkatan makna hidup hal ini dikarenakan karyawan
akan memandang pekerjaan adalah hal terpenting bagi hidupnya. Hal
tersebut didukung oleh Rabinowitz & Hall (Doelhadi, 1995 : 29) yang telah
menemukan hubungan positif antara kepuasan kerja dengan keterlibatan kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar