Di era otonomi daerah dan globalisasi, perusahaan / organisasi
dituntut untuk semakin efektif, efisien dan lebih meningkatkan kinerjanya.
Untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi dan kinerja perusahaan / organisasi
harus memperhatikan pula tenaga sumber daya manusia yang dimilikinya.
Diantara sumber daya yang dimiliki suatu perusahaan / organisasi,
sumber daya manusia merupakan sumber daya yang paling menentukan dan paling
penting. Gomes (1997) menyatakan bahwa unsur manusia di dalam organisasi
mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena manusialah yang biasa
mengetahui input-input apa yang perlu diambil dari lingkungan dan bagaimana
caranya untuk mendapatkan dan menangkap input-input tersebut, tehnologi dan
cara apa yang diangap paling tepat untuk mengolah atau mentransformasikan
input-input tersebut menjadi output yang dapat memenuhi keinginan pasar atau
public (lingkungan). Oleh karena itu perusahaan / organisasi harus berusaha
untuk mengelola sumber daya manusia yang dimilikinya sebaik mungkin supaya
kinerjanya dapat optimal.
1
Untuk meningkatkan kinerja sumber daya
manusianya, selain meningkatkan ketrampilan dan pengetahuannya, juga sangat
penting bagi seorang pemimpin dalam memimpin, mengarahkan dan mengawasi
bawahannya, menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi
lingkungan, dimana bisa saja pada saat tertentu sebuah perusahaan / organisasi
membutuhkan seorang pemimpin yang menggunakan gaya partisipatif atau pada saat
yang lain di tempat yang berbeda dibutuhkan
seorang pemimpin yang memiliki gaya supportive. Menurut Druker dalam
Rasimin (1988), bekerja adalah suatu kegiatan yang unik, menyangkut fisiolgis,
kekuasaan, kepribadian masyarakat, ekonomi, serta fisiologis. Kemudian Rasimin
mengungkapkan bahwa bekerja adalah kegiatan pokok dari suatu aktivitas yang
dapat dibagi menjadi sejumlah dimensi kekuasaan tersebut adalah gaya seorang
pemimpin dalam memimpin, mengarahkan dan mengawasi bawahannya dalam mencapai
tujuan perusahaan / organisasi.
Sejak dicanangkannya Otonomi Daerah yang diterapkan secara bertahap
sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok
Pemerintah Daerah, yang kemudian disempurnakan lagi dengan Undang-Undang Nomor
32 tahun 2004 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, yang sampai saat ini
masih menimbulkan pro dan kontra bagi pemerintah daerah dan masih menjadi
perbincangan bagi pakar dan pengamat pemerintahan. Hal ini berhubungan dengan
faktor kesiapan sumber daya manusia yang duduk dan menjalankan roda
pemerintahan.
Pelaksanaan Otonomi Daerah pada setiap daerah akan diberi kewenangan
yang lebih luas lagi untuk mengatur rumah tangganya, dibanding dengan jaman
orde baru. Pemerintah pusat akan menyerahkan sebagian wewenang yang dimilikinya
kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat secara luas, utuh,
nyata, dan bertanggung jawab dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut perlu dibarengi dengan
langkah-langkah penguatan kewenangan, efisiensi, efektifitas, akuntabilitas
kinerja kelembagaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta informasi
manajemen yang akurat dan praktis sebagai potensi, kemandirian, masyarakat dan
swasta menuju masyarakat yang madani. Untuk melaksanakan otonomi daerah dengan
baik, maka dibentuklah suatu lembaga Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten
Blitar.
Peranan karyawan dalam Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten
Blitar sebagai perangkat daerah juga sangat penting karena karyawan merupakan
penggerak utama atas kelancaran jalannya
Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Blitar dalam melaksanakan
pembangunan di bidang Pemberdayaan Masyarakat. Karena itu perlu dijaga dan
dipelihara dengan jalan memenuhi kebutuhan dan keinginannya, pengunaan karyawan
secara efektif dan terarah merupakan kunci kearah peningkatan kinerja. Untuk
itu dibutuhkan suatu kebijakan instansi dalam usahanya menggerakkan, mengajak
dan mengarahkan karyawan agar mau bekerja lebih produktif sesuai dengan sasaran
yang telah ditetapkan oleh lembaga.
Setiap pemimpin memiliki ciri khas / gaya tersendiri dalam
menjalankan tugas kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan (leadership style)
sebenarnya berkaitan dengan bagaimana pemimpin menjalankan tugas
kepemimpinannya, misalnya gaya apa yang akan digunakan dalam merencanakan,
merumuskan dan menyampaikan perintah, himbauan, maupun ajakan. Untuk memahami
kepemimpinan yang sukses, memusatkan diri pada apa yang dilakukan oleh seorang
pemimpin adalah gayanya. Corak atau gaya pemimpin (Leader Styles)
seorang manajer sangat berpengaruh terhadap efektifitas seorang pemimpin,
sehingga Robbins (1996:39) mengartikan Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi
suatu kelompok kearah pencapaian tujuan. Robbins juga membedakan macam-macam
gaya kepemimpinan dengan mengutip pendapat House (1996:52), sebagai berikut :
- Kepemimpinan direktif, merupakan kepemimpinan
yang membuat bawahan agar tahu apa yang diharapkan pimpinan mereka,
menjadwalkan kerja untuk dilakukan, memberi bimbingan khusus mengenai
bagaimana menyelesaikan tugas.
- Kepemimpinan yang mendukung, yaitu
kepemimpinan yang bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan
bawahan.
- Kepemimpinan Partisipatif, adalah kepemimpinan
yang berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran mereka sebelum
mengambil suatu keputusan.
- Kepemimpinan Berorientasi
Prestasi, merupakan kepemimpinan yang menetapkan tujuan yang menantang dan
mengharapkan bawahan untuk berprestasi pada tingkat tertinggi mereka.
Gaya kepemimpinan menurut Robbins (1996:45) merupakan gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Robbins juga
menjabarkan gaya kepemimpinan secara jelas beserta contoh penerapannya dalam
kajian aktual.
Badan Pemberdayaan Masyarakat akan semakin maksimal dalam
menjalankan tugasnya apabila dipimpin oleh seorang pemimpin yang disamping
memiliki ilmu pengatahuan yang tinggi juga didukung dengan moral yang tinggi
pula. Dari fenomena diatas, maka dibutuhkanlah seorang pemimpin yang mampu
membawa, mengarahkan dan mengawasi para bawahannya dalam melaksanakan tugas
yang diemban, sehingga kinerja dari instansinya akan semakin meningkat.
Disinilah sikap dan karakter seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap
kinerja dan perilaku karyawannya.
Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Blitar dipimpin oleh seorang
Kepala Badan yang bertangung jawab langsung kepada Kepala Daerah melalui
Sekretaris Daerah untuk tugas-tugas Badan Pemberdayaan terhadap penyelenggaraan
Pemerintah Daerah dan pelaksanaan pemerintahan umum, pelaksanaan pembangunan,
dan pembinaan masyarakat di lingkungan Pemerintah Daerah, Kecamatan, Kelurahan
dan Desa. Karena begitu berat dan kompleksitas tugas yang diemban oleh Kepala
Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Blitar, maka dibutuhkan sumberdaya
manusia yang berkualitas dalam hal pengetahuan dan moral (Iptek dan Imtaq).
Allen yang dikutip oleh Manullang
(1990:138) menyatakan bahwa efektifitas seorang pemimpin untuk sebagian
besar tergantung kepada kecakapan untuk membantu kebutuhan anggota-anggota
kelompok yang dipimpinnya. Sejauh
orang-orang yang diawasi merasa bahwa mereka mencapai hal ini, mereka
akan menurutinya dengan etikat baik dan mereka gembira.
Gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang erat terhadap peningkatan
kinerja karyawan, selanjutnya sudah diketahui bahwa kinerja karyawan tidak
timbul dengan sendirinya, disamping adanya kemauan dan usaha dari karyawan,
kinerja juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang ada di sekitar mereka.
Faktor tersebut adalah gaya kepemimpinan.
Menurut Gondokusumo (1987:176), dasar yang dapat menjelaskan
hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja karyawan adalah semangat kerja
dan moril adalah refleksi dari sikap pribadi maupun sikap kelompok terhadap
kerja dan kerjasama, seperti sikap pada setiap karyawan, semangat juga sedikit
banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor diatas dari pihak pimpinan, terutama oleh
kebijakan pimpinan. Semangat merupakan pengaruh pada sumbangan karyawan,
membuat karyawan mencapai hasil yang tinggi.
Studi yang dilakukan oleh Gordon (1998:62) menyimpulkan bahwa secara
empirik kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kemampuan kinerja
karyawan. Peran pimpinan menurut Gomes (1995:165) dikatakan bahwa sebagai badan
legislatif para pemimpin eksekutif berpengaruh besar terhadap kemampuan pekerja
sumberdaya manusia yang adil, menciptakan kondisi kerja yang aman, merinci
prioritas program. Dengan demikian kepemimpinan yang baik akan mempengaruhi dan
meningkatkan kinerja karyawan.
Dari sini dapat dijelaskan bahwa tinggi rendahnya kinerja seorang
karyawan sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang baik
akan dapat dipakai sebagai dasar penentuan kebijaksanaan lembaga / organisasi
guna meningkatkan kinerja. Bawahan akan merasa ada dorongan dalam dirinya
apabila dianggap keberadaannya atau diakui keberadaannya.
Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan diatas, serta melihat begitu pentingnya peran Badan Pemberdayaan
Masyarakat Kabupaten Blitar dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, maka gaya
kepemimpinan dan kinerja pada Badan Pemberdayaan Masyarakat merupakan topik
penting yang akan diteliti secara ilmiah. Sehingga dalam kesempatan ini penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dalam sebuah tesis yang mengambil judul: ”PENGARUH
GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (Studi pada Badan
Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Blitar)”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar