Setiap organisasi harus mampu menyusun sebuah kerangka
yang tepat bagaimana sebaiknya motivasi itu diberlakukan pada setiap individu
yang terlibat di dalamnya. Secara skematik motivasi lalu menjadi tugas
kepemimpinan dimana jajaran pemimpin mengkonseptualisasikan dan sekaligus
mengimplementasikan motivasi itu untuk seluruh jajaran karyawan, pegawai dan
terhadap seluruh jajaran karyawan, pegawai dan terhadap sumber daya manusia
(SDM) yang bertugas diberbagai lini. Realitas ini bahkan telah membentuk
postulat bahwa pencapaian tujuan-tujuan organisasi melalui mobilisasi sumber
daya manusia antara lain ditentukan oleh ketepatan dalam menyusun kerangka
motivasi itu.
1
Hingga pada perkembangan mutakhir ilmu dan
teknologi dimana perkembangan ilmu dan teknologi tersebut menjadi faktor
determinan bagi terjadinya perubahan dan perkembangan organisasi, posisi
strategis motivasi. ternyata tidaklah pernah surut. Begitupun dengan kian
berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi serta kian luasnya otomatisasi
administrasi di perkantoran-perkantoran modern, tidaklah dapat dijadikan alasan
untuk mendesak ke pinggir pentingnya motivasi itu. Kian meluasnya aplikasi komputer
yang berakibat pada munculnya pola hubungan kerja yang bersifat dispersonal
dalam organisasi malah memperbesar kecenderungan untuk melakukan perjumpaan face to face secara lebih intensif.
Dalam konteks yang demikian itulah motivasi benar-benar mengemuka sebagai
katalis yang menyambungkan hubungan batin, emosional, profesionalitas, dan
intelektualitas antara jajaran pimpinan dan karyawan dalam sebuah organisasi.
Suatu argumen yang tidak bisa dinafikan begitu saja
menyatakan bahwa efektifitas kepemimpinan dalam organisasi antara lain dapat
dilihat dari kemampuan jajaran kepemimpinan memberikan motivasi kepada para
pegawai pada umumnya. Dari motivasi itulah para pegawai atau lapisan SDM pada
seluruh lini organisasi diarahkan untuk menjalankan perannya secara optimal.
Dengan demikian motivasi merupakan sebuah metode bagaimana pegawai dan SDM pada
setiap lini organisasi ditangani secara tepat oleh jajaran kepemimpinan demi
mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Sebagai sebuah perspektif motivasi kerja dapat
dihubungkan secara kuat dengan dinamika kepemimpinan pada sebuah organisasi.
Mustahil membicarakan tentang adanya motivasi kerja tanpa terlebih dahulu
memperhatikan kuatnya posisi kepemimpinan. Di satu sisi jajaran kepemimpinan
dalam organisasi merupakan pihak yang paling otoritatif dalam menyusun dan
melaksanakan motivasi itu. Di sisi yang lain motivasi kerja merupakan kebutuhan
yang selalu hidup dalam diri para karyawan, pegawai dan pada jajaran SDM
organisasi.
Motivasi kerja tidak hanya muncul atas alasan kebutuhan ekonomis semata dalam bentuk uang. Banyak orang yang dengan senang hati bekerja terus sekalipun orang-orang tersebut sudah tidak lagi membentuk uang dan materi. Secara psikologis dapat dijelaskan bahwa orang semacam ini ganjaran yang paling baik dari pekerjaan yang telah dilakukan adalah nilai sosial dalam bentuk penghargaan, respek dan kekaguman kawan-kawan terhadap dirinya.
Dalam pengertian yang lebih
luas motivasi mengacu pada sebab-sebab munculnya sebuah perilaku, seperti
faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu. Dari sini lalu muncul perluasan makna tentang motivasi dimana motivasi
lalu diartikan sebagai kehendak untuk mencapai status, kekuasaan, dan pengakuan
yang lebih tinggi. Bagi setiap individu motivasi justru dapat dilihat sebagai
basis untuk mencapai sukses pada berbagai segi kehidupan melalui peningkatan
kemampuan, pelatihan dan perluasan pengetahuan. Sehingga motivasi merupakan hal
yang mendasar dalam kehidupan manusia. Namun pernyataan tersebut tidaklah
berarti membuat setiap manusia memiliki motivasi yang tinggi untuk berprestasi.
Pada kasus per kasus kehidupan individu motivasi bisa saja berhenti sebagai
sebuah kekuatan laten yang tersembunyi yang membutuhkan manifestasi atau potensi
yang masih membutuhkan aktualisasi. Pada individu semacam inilah motivasi masih
perlu digerakkan oleh kekuatan-kekuatan lain diluar individu itu sendiri,
termasuk kekuatan lain itu adalah pemimpin dan kepemimpinan.
Dalam hubungannya dengan
motivasi kerja Maslow menyusun sebuah hirarkhi tentang kebutuhan manusia.
Hirarkhi-hirarkhi itu dari tingkatannya yang paling bawah hingga pada
tingkatannya yang paling atas meliputi kebutuhan fisik (physiological needs), kebutuhan keamanan (security needs), kebutuhan sosial (social needs), kebutuhan akan ego/kehormatan diri (ego or self esteem needs) dan kebutuhan
aktualisasi diri (self-actualization
needs). Dari klasifikasi tersebut menggambarkan bahwa motivasi yang tumbuh
dalam diri seseorang tergantung pada keberadaan seseorang dalam sebuah hirarkhi
kebutuhan yang meningkat. Semakin tinggi keberadaan seseorang dalam hirarkhi
tersebut maka semakin tinggi pula motivasinya untuk melakukan hal-hal besar
demi mencapai sebuah sukses dan prestasi.
Prestasi kerja seorang karyawan
pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama, periode tertentu
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standart, target/sasaran
atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati
bersama (Suprihanto, 1988:7). Penilaian prestasi kerja yang dilakukan haruslah
berkesinambungan dan merupakan suatu proses yang berlangsung secara dinamis,
sehingga dapat menilai karyawan dengan seobyektif mungkin. Handoko (1996:135)
memberi pengertian tentang penilaian prestasi kerja atau performance appraisal adalah suatu proses melalui mana
organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai kerja karyawan/pegawai.
Penyuluh KB muda merupakan bagian
dari suatu aktivitas Badan di Pemerintah Daerah Kabupaten Probolinggo yang
menangani hal-hal sebagai berikut :
a.
Mengolah, menganalisa dan
mengevaluasi data basis KB
b.
Menyusun rencana program
penyuluh KB tingkat Pedesaan
c.
Melakukan penyuluhan KB
d.
Mendapatkan akseptor baru
e.
Melakukan
evaluasi pelaksanaan program tingkat Kecamatan
f.
Membimbing penyuluh KB
dibawahnya
g.
Melatih/mengajar pada
penyuluh/kursus KB
h.
Membuat petunjuk/informasi
program KB
i.
Melakukan pengujian terhadap
laporan dan hasil-hasil survey
j.
Menyelenggarakan konsultasi
k.
Membuat laporan penyuluhan KB
di tingkat Kecamatan
l.
Melakukan pelayanan kontrasepsi
m.
Melakukan pelayanan program
integrasi
n.
Melakukan
pembinaan institusi dan atau kader KB
o.
Melakukan kegiatan/karya ilmiah
p.
Merumuskan,
mengembangkan system penyuluh KB berdasarkan arah kebijaksanaan yang ada dan
realitas di lapangan
Kondisi yang demikian itu dapat terwujud
apabila manajemen di organisasi ini mampu memberikan support kepada para karyawannya untuk terus meningkatkan prestasi
kerjanya. Support tersebut dapat
diwujudkan dalam bentuk material maupun non material dengan kata lain dukungan
tersebut merupakan motivasi bagi peningkatan prestasi kerja para karyawan.
Untuk itu diperlukan adanya pemahaman terhadap keinginan dan kebutuhan para
karyawannya mulai dari kebutuhan fisik (physiological
needs), kebutuhan keamanan (security
needs), kebutuhan sosial (social
needs), kebutuhan akan ego/kehormatan diri (ego or self esteem needs) sampai dengan kebutuhan aktualisasi diri
(self-actualization needs).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar