Sumber daya manusia global mempunyai kapasitas yang tidak
terbatas dan memerlukan pengelolaan yang
efisien dan optimal karena peran mereka untuk mengembangkan dan menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas global tidaklah mudah. Sementara itu pegawai
sebagai sumber daya manusia merupakan faktor yang unik, baik fisik maupun psikis,
karena dalam keadaan biasa pegawai hanya menggunakan sebagian kecil dari
kemampuannya, karena sebenarnya kemampuan pegawai itu sangat dominan sebagai
sumber daya manusia di dalam organisasi. Lebih-lebih jika kemampuan pegawai itu
dibarengi dengan penempatan posisi yang tepat akan menghasilkan keluaran yang
optimal. Demikian pula pegawai bersangkutan dapat mengembangkan kemampuannya,
maka mereka akan mempunyai pengaruh pada perubahan pengetahuan, perubahan
sikap, perubahan kemampuan, perubahan tingkah laku individu dan juga perubahan
kelompok.
Unsur-unsur (variables) sumber daya manusia meliputi
kemampuankemampuan (capabilities),
sikap (attitudes), nilai-nilai (values), kebutuhankebutuhan(needs),dan karakteristik-karakteristik demografisnya (penduduk).
Unsur-unsur sumber daya
manusia tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, seperti
norma-norma dan nilai-nilai masyarakat, tingkat pendidikan dan peluang-peluang yang tersedia. Unsur-unsur tersebut pada gilirannya
akan mempengaruhi peranan dan perilaku manajer dalam organisasi. Orang-orang
dalam organisasi dapat dibedakan satu dengan yang lainnya berdasarkan variabel variabel
tersebut. Orang-orang yang terlihat dalam organisasi biasanya memiliki
karakteristik dalam hal unsur--unsur tersebut yang saling berbeda antara satu
dengan lainnya, termasuk manajernya. Perbedaan-perbedaan seperti itu sangat
penting untuk diketahui oleh manajer, dan sedapat mungkin mengakomodasikannya.
Pengakuan atas perbedaan potensi-potensi itu juga menuntut adanya penyesuaian
manajer terhadap karakteristik-karakteristik tersebut. Sebaliknya peranan dan
perilaku manajer mempengaruhi unsur-unsur sumber daya manusia, dan yang ini
seterusnya juga akan berpengaruh terhadap lingkungannya.
Era pengetahuan telah
melahirkan Knowledge Management dan mendorong inovasi berkelanjutan
terutama dalam informasi dan teknologi komunikasi. Inovasi
teknologi informasi melipatgandakan kemampuan kita untuk menciptakan, mengorganisasikan,
menggandakan, maupun melindungi human (intelectual) capital yang tidak
dapat direplikasi oleh organisasi lain. Pengertian IT tidak sekedar Information
Technology, tetapi juga Inspiration Technology, yang akan
menstimulir gagasan-gagasan baru yang diperoleh akibat kemampuan teknologi yang
terus bergulir dalam hal informasi dan komunikasi, selanjutnya menghasilkan
berbagai inovasi baru (Innovation Technology).
Menurut Nangoi (2004), pendekatan pengetahuan akan
efektif bila organisasi memiliki kondisi yang sesuai dan menunjang berikut ini:
- Strategi, struktur, visi yang mengandung unsur pengetahuan;
- Memperluas tenaga kerja berpendidikan tinggi, formal, dan
spesialisasi (knowledge workers) karena pengetahuan pada dasarnya
menembus dinding-dinding hierarkis organisasi;
- Pendekatan bisnis berjangka panjang;
- Budaya belajar yang kuat, budaya keterbukaan;
- Organisasi berbasis pengetahuan (knowledge—base/learning
organization) yang membiasakan pegawai dan manajemen berbagi
pengetahuan.
- Memperhatikan kepentingan stakeholder dan mengupayakan good
corporate governance, karena banyak organisasi berbicara mengenai
penerapan konsep-konsep manajemen modern seperti pemberdayaan dan good
corporate governance, tetapi masih mempertahankan budaya tertutup.
Akibatnya, konsep-konsep tersebut sekedar slogan.
- Demokratisasi di berbagai bidang kehidupan termasuk bisnis yang
mendorong organisasi-organisasi untuk melakukan etika bisnis.
- Organisasi perlu memperkuat kemampuan untuk
mengumpulkan dan menganalisis informasi lingkungan bisnis.
Knowledge (pengetahuan)
sebagai basis dari penciptaan intellectual capital harus dibangun
melalui pendekatan manajemen yang fokus kepada pengembangan Sumber Daya Manusia
(SDM). Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995, dalam Tjakraatmadja dan Lantu,
(2006: 64)), untuk menunjang era revolusi informasi, suatu organisasi perlu
memiliki pengetahuan eksplisit (know how) dan pengetahuan tasit (know
why) secara seimbang dan berkelanjutan. Tipe knowledge secara umum;
pertama, masuk bidang spesialis IT (Departemen Teknologi Informasi) dengan
sistem program dan database untuk mendesain dan implementasi, mengelola data,
informasi dan knowledge yang dipelajari seluruh pegawai melalui budaya
pembelajaran dan knowledge sharing; kedua, merupakan bidang spesialis Human
Resource (Departemen SDM) melalui sistem dan proses belajar orang-orang dan
kinerja yang dikelola, pemberian reward atau penghargaan bagi pegawai
yang memberikan kontribusi knowledge berdaya tetap di organisasi.
Namun, dalam penerapan di organisasi bisnis, sering
dijumpai kesalahan dalam pemahaman konsep Manajemen Pengetahuan, yaitu
disamakan dengan data dan informasi, menitikberatkan pada investasi dibidang
teknologi informasi, yang dianggapnya itulah konsep manajemen pengetahuan.
Akibatnya, organisasi cenderung melakukan pengeluaran yang terlalu besar untuk
hasil yang tidak signifikan (Cropley, 1998).
Penelitian ini merupakan penelitian replikasi yang dikembangkan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Research gap penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang terpenting dapat dilihat dari variabel yang diangkat. Penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh Politis (2003), Xenikou dan Simosi (2006), Lopez et al., (2004), Park, et al., (2004), Crawford (2005), Haryadi (2003), Ali dan Yusof (2004), Ensor et al., (2001), Hakim (2007), dan Prayudi (2006) meneliti variabel-variabel secara parsial dan dimodifikasi dengan variabel lain, sedangkan dalam penelitian ini memasukkan beberapa variabel tersebut untuk mengembangkan konsep manajemen pengetahuan yang masih jarang diteliti tetapi terkait erat dengan Penempatan Pegawai dan budaya organisasi serta kontribusi ketiga variabel tersebut terhadap peningkatan kinerja pegawai.
Dalam beberapa dekade terakhir ini banyak dikembangkan
konsep-konsep dan strategi-strategi yang berupaya merespon perubahan yang
terjadi dalam lingkungan bisnis dan organisasi. Umumnya konsep dan strategi
tersebut menggunakan nama dan akhiran “ing” misalnya reengineering,
downsizing, restructuring, rightsizing, delayering, reinventing, benchmarking atau,
namanya disingkat dalam tiga huruf contohnya BPR (Business Process
Reengineering), TQM (Total Quality Management), ABC / ABM (Activity
Based costing / Activity Based Management), JIT (Just In Time), FCR
(Fats Cyde Response), SCM (Strategic Cost Management), QED, (Quality
Function Deployment) dan sebagainya.
Aspek penting lain yang juga mengalami perubahan
adalah para pekerja. Pasar bebas memungkinkan membanjirnya pekerja-pekerja
(ahli dan terampil) dari berbagai negara dan latar belakang budaya yang akan
menyemarakkan diversitas atau keragaman budaya dalan suatu organisasi . Di satu sisi, hal ini memunculkan peluang
sinergi positif yang dapat memajukan organisasi. Di sisi lain, silang budaya
antar pekerja juga memunculkan tantangan dan permasalahan tersendiri, seperti
masalah bahasa dan tradisi, masalah kompensasi dan fringe benefit dan
lain-lain.
Konsepsi tersebut adalah
implikasi dari implementasi suatu proses manajemen. Manajemen adalah merupakan
simbol nyata dari suatu pengendalian, sukses dan tidaknya sebuah organisasi
dalam mencapai tujuan sebagian besar ditentukan oleh kemampuan manajemen. Manajemen
merupakan ilmu pengetahuan yang menentukan dinamika organisasi, manajemen pada
hakekatnva adalah suatu proses mengelola orang lain untuk mencapai tujuan.
Untuk mewujudkan tujuan organisasi dalam upaya mengelola orang lain agar
berjalan secara efektif, maka berbagai cara dapat dilakukan. Mempengaruhi (to influence) telah
menjadi inti dalam proses dan menjalankan manajemen tersebut.
Para psikolog telah
membedakan perhatian kepada dua pertanyaan besar di dalam penelitian mereka
mengenai manajemen : Bagaimana seseorang menjadi manajemen ? Jenis ciri atau perilaku pribadi apa yang
membuat manajemen yang efektif dalam menjalankan kemanajemenannya ? Mereka
biasa beranggapan bahwa ciri-ciri personalitas tertentu akan membedakan para manajemen
dari para pengikut. Orang-orang yang menjadi manajemen cenderung agak lebih
cerdas, lebih besar dan lebih asertif, lebih banyak bicara dari pada para
anggota lain dari kelompok mereka. Ciri-ciri ini sangat tidak penting dari pada apa yang diperkirakan banyak
orang. Apa yang paling sering membedakan manajemen dari para pengikutnya adalah
ia mengetahui lebih banyak mengenai tugas kelompok atau ia dapat mengerjakan
lebih baik.
Secara umum dapat diketahui
bahwa personalitas dan keadaan selalu berinteraksi untuk menentukan bagaimana
seseorang akan menjadi seorang manajemen atau tidak, walaupun pernyataan ini
adalah benar namun pendayagunaannya agak terbatas jika tidak dapat
mengidentifikasi bagaimana sebuah ciri personalitas akan berinteraksi dengan
sebuah situasi khusus.
Kondisi yang dimaksud akan
mampu membentuk dan mempengaruhi seorang manajemen dalam menjalankan perannya,
mengingat manajemen mengacu pada kebutuhan-kebutuhan yang mendasar dari manajemen
untuk mengelola organisasi secara effektive. Dengan kata lain dapat diungkapkan
bahwa tindakan-tindakan atau gaya manajemen seorang manajer dapat dan akan
mengalami perubahan ketika situasi atau kelompoknya berubah, akan tetapi
kebutuhan dasarnya tetap konstan.
Pengaruh seorang manajemen
terhadap ide, sikap dan perilaku bawahan adalah merupakan esensi manajemen yang
efektif. Tidak mungkin seorang dapat menjadi manajemen yang efektif tanpa
mempunyai kemampuan untuk mengelola bawahan. Suatu pandangan yang sangat
menarik dari seorang ahli manajemen Amerika yang sangat terkenal, Warren
Bennis, (1995) mengatakan bahwa manajemen adalah ilmu pengetahuan yang harus
melakukan hal-hal yang benar seperti merumuskan arah, visi, tujuan, sasaran dan
efektivitas organisasi; sedangkan pimpinan itu yang harus berusaha mewujudkan
semua itu secara efisien
Sedangkan Penempatan Pegawai
adalah proses transformasi di mana manajemen memiliki karakter individual
consideration, intellectual stimulation, inspiration motivation
dan idealized influence yang dapat mempengaruhi kolega dan bawahannya
agar memiliki komitmen visi-misi tujuan organisasi jangka panjang.
Subyek penelitian ini adalah Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Blitar. Peneliti menjadikan organisasi ini sebagai
obyek penelitian karena dianggap representatif untuk menggambarkan bagaimana Penempatan
Pegawai, manajemen pengetahuan, dan budaya organisasi berperan penting dalam
peningkatan kinerja pegawai. Manajemen organisasi harus terus melanjutkan
transformasi untuk mendayagunakan sumberdaya, termasuk Sumber Daya Manusia
(SDM) secara efektif sejalan dengan tuntutan persaingan pasar dalam era
deregulasi industri telekomunikasi, dituntut untuk terus meningkatkan
kreativitas dan inovasi yang signifikan.
Sebagai perbandingan, dalam penelitian Ensor et
al., (2001) pada organisasi-organisasi periklanan di UK, bahwa
variabel-variabel dorongan organisasi, dorongan supervisi, dukungan kelompok
kerja, kebebasan, sumber daya yang memadai, pekerjaan yang menantang, tekanan
beban kerja, halangan organisasional, rekrutmen dan pelatihan mendukung
kreativitas dan penemuan pengetahuan yang mendorong anggota organisasi untuk
berkinerja optimal dengan imbalan penghargaan. Mereka menginternalisasikan visi
dalam budaya kerja yang dianut. Beban kerja yang berlebih justru dapat memacu
anggota organisasi memunculkan ide-ide baru yang kreatif. Pada variabel halangan organisasional, tidak
dijumpai adanya struktur organisasi yang kaku. Kesimpulannya implementasi
manajemen pengetahuan (knowledge management) berjalan efektif.
Implementasi manajemen
pengetahuan membutuhkan manajemen yang mampu membimbing pegawainya untuk brainstorming
dengan menciptakan kondisi atau suasana kompetitif yang positif dan memudahkan
munculnya spontanitas kreatif untuk menciptakan sesuatu yang baru,
mengembangkan secara berkesinambungan sumber daya manusia yang dimiliki sampai
mencapai tingkat potensi tertinggi mereka. Model manajemen yang dimaksud yaitu Penempatan
Pegawai yang memiliki 4 karakteristik atau empat “I” sebagaimana dikemukakan
oleh Bass dan Avolio (1994), Avolio, Waldman, dan Yammarino (1991), yakni: (1) Individualized
Consideration, (2) Intellectual Stimulation, (3) Inspirational
Motivation, dan (4) Idealized Influence, dan mampu membangun
perilaku manusia berbasis kultur organisasi pembelajar. Organisasi perlu
terbuka dan rasa saling percaya terhadap gagasan dan pengetahuan baru melalui
budaya knowledge sharing dan pembelajaran yang memfasilitasi dialog
serta menghargai setiap pemikiran dan inovasi yang berpengaruh terhadap kinerja
individu dan selanjutnya meningkatkan kinerja organisasi.
Berdasarkan uraian tersebut
yang bersifat empirical maupun theoretical, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai Penempatan Pegawai, Manajemen Pengetahuan,
dan Budaya Organisasi, serta bagaimana pengaruhnya terhadap Kinerja Pegawai pada
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Blitar?”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar