PENGARUH PENEMPATAN PEGAWAI, MANAJEMEN PENGETAHUAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA .(324)

 

Sumber daya manusia global mempunyai kapasitas yang tidak terbatas dan  memerlukan pengelolaan yang efisien dan optimal karena peran mereka untuk mengembangkan dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas global tidaklah mudah. Sementara itu pegawai sebagai sumber daya manusia merupakan faktor yang unik, baik fisik maupun psikis, karena dalam keadaan biasa pegawai hanya menggunakan sebagian kecil dari kemampuannya, karena sebenarnya kemampuan pegawai itu sangat dominan sebagai sumber daya manusia di dalam organisasi. Lebih-lebih jika kemampuan pegawai itu dibarengi dengan penempatan posisi yang tepat akan menghasilkan keluaran yang optimal. Demikian pula pegawai bersangkutan dapat mengembangkan kemampuannya, maka mereka akan mempunyai pengaruh pada perubahan pengetahuan, perubahan sikap, perubahan kemampuan, perubahan tingkah laku individu dan juga perubahan kelompok.

Unsur-unsur (variables) sumber daya manusia meliputi kemampuan­kemampuan (capabilities), sikap (attitudes), nilai-nilai (values), kebutuhan­kebutuhan(needs),dan karakteristik-karakteristik demografisnya (penduduk). Unsur-unsur sumber daya manusia tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya, seperti norma-norma dan nilai-nilai masyarakat, tingkat pendidikan dan peluang-peluang yang tersedia. Unsur-unsur tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi peranan dan perilaku manajer dalam organisasi. Orang-orang dalam organisasi dapat dibedakan satu dengan yang lainnya berdasarkan variabel ­variabel tersebut. Orang-orang yang terlihat dalam organisasi biasanya memiliki karakteristik dalam hal unsur--unsur tersebut yang saling berbeda antara satu dengan lainnya, termasuk manajernya. Perbedaan-perbedaan seperti itu sangat penting untuk diketahui oleh manajer, dan sedapat mungkin mengakomodasikannya. Pengakuan atas perbedaan potensi-potensi itu juga menuntut adanya penyesuaian manajer terhadap karakteristik-karakteristik tersebut. Sebaliknya peranan dan perilaku manajer mempengaruhi unsur-unsur sumber daya manusia, dan yang ini seterusnya juga akan berpengaruh terhadap lingkungannya.

Era pengetahuan telah melahirkan Knowledge Management dan mendorong inovasi berkelanjutan terutama dalam informasi dan teknologi komunikasi. Inovasi teknologi informasi melipatgandakan kemampuan kita untuk menciptakan, mengorganisasikan, menggandakan, maupun melindungi human (intelectual) capital yang tidak dapat direplikasi oleh organisasi lain. Pengertian IT tidak sekedar Information Technology, tetapi juga Inspiration Technology, yang akan menstimulir gagasan-gagasan baru yang diperoleh akibat kemampuan teknologi yang terus bergulir dalam hal informasi dan komunikasi, selanjutnya menghasilkan berbagai inovasi baru (Innovation Technology).

Menurut Nangoi (2004), pendekatan pengetahuan akan efektif bila organisasi memiliki kondisi yang sesuai dan menunjang berikut ini:

  1. Strategi, struktur, visi yang mengandung unsur pengetahuan;
  2. Memperluas tenaga kerja berpendidikan tinggi, formal, dan spesialisasi (knowledge workers) karena pengetahuan pada dasarnya menembus dinding-dinding hierarkis organisasi;
  3. Pendekatan bisnis berjangka panjang;
  4. Budaya belajar yang kuat, budaya keterbukaan;
  5. Organisasi berbasis pengetahuan (knowledge—base/learning organization) yang membiasakan pegawai dan manajemen berbagi pengetahuan.
  6. Memperhatikan kepentingan stakeholder dan mengupayakan good corporate governance, karena banyak organisasi berbicara mengenai penerapan konsep-konsep manajemen modern seperti pemberdayaan dan good corporate governance, tetapi masih mempertahankan budaya tertutup. Akibatnya, konsep-konsep tersebut sekedar slogan.
  7. Demokratisasi di berbagai bidang kehidupan termasuk bisnis yang mendorong organisasi-organisasi untuk melakukan etika bisnis.
  8. Organisasi perlu memperkuat kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi lingkungan bisnis.

 

Knowledge (pengetahuan) sebagai basis dari penciptaan intellectual capital harus dibangun melalui pendekatan manajemen yang fokus kepada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995, dalam Tjakraatmadja dan Lantu, (2006: 64)), untuk menunjang era revolusi informasi, suatu organisasi perlu memiliki pengetahuan eksplisit (know how) dan pengetahuan tasit (know why) secara seimbang dan berkelanjutan. Tipe knowledge secara umum; pertama, masuk bidang spesialis IT (Departemen Teknologi Informasi) dengan sistem program dan database untuk mendesain dan implementasi, mengelola data, informasi dan knowledge yang dipelajari seluruh pegawai melalui budaya pembelajaran dan knowledge sharing; kedua, merupakan bidang spesialis Human Resource (Departemen SDM) melalui sistem dan proses belajar orang-orang dan kinerja yang dikelola, pemberian reward atau penghargaan bagi pegawai yang memberikan kontribusi knowledge berdaya tetap di organisasi.

Namun, dalam penerapan di organisasi bisnis, sering dijumpai kesalahan dalam pemahaman konsep Manajemen Pengetahuan, yaitu disamakan dengan data dan informasi, menitikberatkan pada investasi dibidang teknologi informasi, yang dianggapnya itulah konsep manajemen pengetahuan. Akibatnya, organisasi cenderung melakukan pengeluaran yang terlalu besar untuk hasil yang tidak signifikan (Cropley, 1998).

Penelitian ini merupakan penelitian replikasi yang dikembangkan dari penelitian­-penelitian sebelumnya. Research gap penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang terpenting dapat dilihat dari variabel yang diangkat. Penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh Politis (2003), Xenikou dan Simosi (2006), Lopez et al., (2004), Park, et al., (2004), Crawford (2005), Haryadi (2003), Ali dan Yusof (2004), Ensor et al., (2001), Hakim (2007), dan Prayudi (2006) meneliti variabel-variabel secara parsial dan dimodifikasi dengan variabel lain, sedangkan dalam penelitian ini memasukkan beberapa variabel tersebut untuk mengembangkan konsep manajemen pengetahuan yang masih jarang diteliti tetapi terkait erat dengan Penempatan Pegawai dan budaya organisasi serta kontribusi ketiga variabel tersebut terhadap peningkatan kinerja pegawai.

Dalam beberapa dekade terakhir ini banyak dikembangkan konsep-­konsep dan strategi-strategi yang berupaya merespon perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis dan organisasi. Umumnya konsep dan strategi tersebut menggunakan nama dan akhiran “ing” misalnya reengineering, downsizing, restructuring, rightsizing, delayering, reinventing, benchmarking atau, namanya disingkat dalam tiga huruf contohnya BPR (Business Process Reengineering), TQM (Total Quality Management), ABC / ABM (Activity Based costing / Activity Based Management), JIT (Just In Time), FCR (Fats Cyde Response), SCM (Strategic Cost Management), QED, (Quality Function Deployment) dan sebagainya.

Aspek penting lain yang juga mengalami perubahan adalah para pekerja. Pasar bebas memungkinkan membanjirnya pekerja-pekerja (ahli dan terampil) dari berbagai negara dan latar belakang budaya yang akan menyemarakkan diversitas atau keragaman budaya dalan suatu organisasi . Di satu sisi, hal ini memunculkan peluang sinergi positif yang dapat memajukan organisasi. Di sisi lain, silang budaya antar pekerja juga memunculkan tantangan dan permasalahan tersendiri, seperti masalah bahasa dan tradisi, masalah kompensasi dan fringe benefit dan lain-lain.

Konsepsi tersebut adalah implikasi dari implementasi suatu proses manajemen. Manajemen adalah merupakan simbol nyata dari suatu pengendalian, sukses dan tidaknya sebuah organisasi dalam mencapai tujuan sebagian besar ditentukan oleh kemampuan manajemen. Manajemen merupakan ilmu pengetahuan yang menentukan dinamika organisasi, manajemen pada hakekatnva adalah suatu proses mengelola orang lain untuk mencapai tujuan. Untuk mewujudkan tujuan organisasi dalam upaya mengelola orang lain agar berjalan secara efektif, maka berbagai cara dapat dilakukan. Mempengaruhi (to influence) telah menjadi inti dalam proses dan menjalankan manajemen tersebut.

Para psikolog telah membedakan perhatian kepada dua pertanyaan besar di dalam penelitian mereka mengenai manajemen : Bagaimana seseorang menjadi manajemen ? Jenis ciri atau perilaku pribadi apa yang membuat manajemen yang efektif dalam menjalankan kemanajemenannya ? Mereka biasa beranggapan bahwa ciri-ciri personalitas tertentu akan membedakan para manajemen dari para pengikut. Orang-orang yang menjadi manajemen cenderung agak lebih cerdas, lebih besar dan lebih asertif, lebih banyak bicara dari pada para anggota lain dari kelompok mereka. Ciri-ciri ini sangat tidak penting dari pada apa yang diperkirakan banyak orang. Apa yang paling sering membedakan manajemen dari para pengikutnya adalah ia mengetahui lebih banyak mengenai tugas kelompok atau ia dapat mengerjakan lebih baik.

Secara umum dapat diketahui bahwa personalitas dan keadaan selalu berinteraksi untuk menentukan bagaimana seseorang akan menjadi seorang manajemen atau tidak, walaupun pernyataan ini adalah benar namun pendayagunaannya agak terbatas jika tidak dapat mengidentifikasi bagaimana sebuah ciri personalitas akan berinteraksi dengan sebuah situasi khusus.

Kondisi yang dimaksud akan mampu membentuk dan mempengaruhi seorang manajemen dalam menjalankan perannya, mengingat manajemen mengacu pada kebutuhan-kebutuhan yang mendasar dari manajemen untuk mengelola organisasi secara effektive. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa tindakan-tindakan atau gaya manajemen seorang manajer dapat dan akan mengalami perubahan ketika situasi atau kelompoknya berubah, akan tetapi kebutuhan dasarnya tetap konstan.

Pengaruh seorang manajemen terhadap ide, sikap dan perilaku bawahan adalah merupakan esensi manajemen yang efektif. Tidak mungkin seorang dapat menjadi manajemen yang efektif tanpa mempunyai kemampuan untuk mengelola bawahan. Suatu pandangan yang sangat menarik dari seorang ahli manajemen Amerika yang sangat terkenal, Warren Bennis, (1995) mengatakan bahwa manajemen adalah ilmu pengetahuan yang harus melakukan hal-hal yang benar seperti merumuskan arah, visi, tujuan, sasaran dan efektivitas organisasi; sedangkan pimpinan itu yang harus berusaha mewujudkan semua itu secara efisien

Sedangkan Penempatan Pegawai adalah proses transformasi di mana manajemen memiliki karakter individual consideration, intellectual stimulation, inspiration motivation dan idealized influence yang dapat mempengaruhi kolega dan bawahannya agar memiliki komitmen visi-misi tujuan organisasi jangka panjang.

Subyek penelitian ini adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Blitar. Peneliti menjadikan organisasi ini sebagai obyek penelitian karena dianggap representatif untuk menggambarkan bagaimana Penempatan Pegawai, manajemen pengetahuan, dan budaya organisasi berperan penting dalam peningkatan kinerja pegawai. Manajemen organisasi harus terus melanjutkan transformasi untuk mendayagunakan sumberdaya, termasuk Sumber Daya Manusia (SDM) secara efektif sejalan dengan tuntutan persaingan pasar dalam era deregulasi industri telekomunikasi, dituntut untuk terus meningkatkan kreativitas dan inovasi yang signifikan.

Sebagai perbandingan, dalam penelitian Ensor et al., (2001) pada organisasi-organisasi periklanan di UK, bahwa variabel-variabel dorongan organisasi, dorongan supervisi, dukungan kelompok kerja, kebebasan, sumber daya yang memadai, pekerjaan yang menantang, tekanan beban kerja, halangan organisasional, rekrutmen dan pelatihan mendukung kreativitas dan penemuan pengetahuan yang mendorong anggota organisasi untuk berkinerja optimal dengan imbalan penghargaan. Mereka menginternalisasikan visi dalam budaya kerja yang dianut. Beban kerja yang berlebih justru dapat memacu anggota organisasi memunculkan ide-ide baru yang kreatif. Pada variabel halangan organisasional, tidak dijumpai adanya struktur organisasi yang kaku. Kesimpulannya implementasi manajemen pengetahuan (knowledge management) berjalan efektif.

Implementasi manajemen pengetahuan membutuhkan manajemen yang mampu membimbing pegawainya untuk brainstorming dengan menciptakan kondisi atau suasana kompetitif yang positif dan memudahkan munculnya spontanitas kreatif untuk menciptakan sesuatu yang baru, mengembangkan secara berkesinambungan sumber daya manusia yang dimiliki sampai mencapai tingkat potensi tertinggi mereka. Model manajemen yang dimaksud yaitu Penempatan Pegawai yang memiliki 4 karakteristik atau empat “I” sebagaimana dikemukakan oleh Bass dan Avolio (1994), Avolio, Waldman, dan Yammarino (1991), yakni: (1) Individualized Consideration, (2) Intellectual Stimulation, (3) Inspirational Motivation, dan (4) Idealized Influence, dan mampu membangun perilaku manusia berbasis kultur organisasi pembelajar. Organisasi perlu terbuka dan rasa saling percaya terhadap gagasan dan pengetahuan baru melalui budaya knowledge sharing dan pembelajaran yang memfasilitasi dialog serta menghargai setiap pemikiran dan inovasi yang berpengaruh terhadap kinerja individu dan selanjutnya meningkatkan kinerja organisasi.

Berdasarkan uraian tersebut yang bersifat empirical maupun theoretical, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Penempatan Pegawai, Manajemen Pengetahuan, dan Budaya Organisasi, serta bagaimana pengaruhnya terhadap Kinerja Pegawai pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Blitar?”.

 Klik Download Untuk mendapatkan File Lengkap

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download Tesis Gratis

Cara Seo Blogger