Suatu organisasi dalam melakukan kegiatan usahanya baik
yang bergerak di bidang jasa ataupun barang berusaha untuk mencapai suatu tujuan.
Bagi organisasi yang profit oriented, tujuan utamanya adalah untuk memperoleh
keuntungan optimal. Pencapaian keuntungan-dapat diperoleh dengan jalan
peningkatan produktivitas kerja. Aspek penting dalam rangka peningkatan produktivitas kerja adalah
pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), karena manusia sebagai unsur yang merencanakan,
mengelola, mengatur dan mengendalikan operasional perusahaan/organisasi. Faktor
Sumber Daya Manusia (SDM) dalam suatu perusahaan/organisasi terdiri dari pimpinan
dan orang-orang yang dipimpinnya atau dalam hal ini adalah pegawai.
Pegawai pada suatu organisasi tentunya mempunyai
prestasi kerja yang sangat beraneka ragam.
Suatu organisasi menggunakan
berbagai sistem imbalan untuk menarik seseorang agar rnau bergabung,
mempertahankan pegawai dan memotivasinva guna mencapai tujuan pribadi dan
organisasi. Kalau organisasi dapat
mengembangkan dan menyampaikan imbalan dengan efektif, sistem imbalan dapat
membuat pekerjaan menjadi lebih menantang dan memuaskan. Imbalan juga mempunyai
akibat pada prestasi dan perilaku (Gibson dkk, 1996).
Pentingnya imbalan sebagai salah
satu indikator kepuasan dalam bekerja sulit ditaksir, karena pandangan-pandangan
pegawai mengenai uang atau imbalan langsung nampaknya sangat subyektif dan
mungkin merupakan sesuatu yang khas dalam kehidupan industri (Fraser, 1992).
Kepuasan seseorang tergantung pada penilaian subyektifnya terhadap hubungan
antara rasio usaha/imbalannya dengan rasio usaha/imbalan orang lain dalam
situasi yang sama (Gibson dkk, 1996). Keadilan tentang imbalan bagi seorang pegawai
sangat ditentukan oleh pandangan pegawai yang bersangkutan mengenai dirinya
sendiri. Dugaan adanya ketidakadilan dalam upah dan gaji merupakan salah satu sumber perselisihan dan semangat rendah
yang paling berbahaya dalam suatu organisasi (Strauss dan Sayles, 1996).
Siswanto (1997) menyatakan
bahwa sistem imbalan dapat memainkan peranan dalam meningkatkan motivasi
pegawai untuk bekerja lebih efektif, meningkatkan produktivitas dalam perusahaan/organisasi,
mengimbangi kekurangan‑ kekurangan komitmen apabila imbalan selayaknya
dikaitkan dengan prestasi kerja yang
dimiliki oleh pegawai yang bersangkutan.
Pegawai yang memperoleh
imbalan sesuai dengan prestasi kerjanya akan merasakan kepuasan. Kepuasan kerja
itu perlu untuk memelihara pegawai, agar lebih tanggap terhadap lingkungan
motivasional yang diciptakan. Strauss dan Sayles (1996) menyatakan bahwa
kepuasan kerja itu penting untuk aktualisasi diri. Pegawai yang tidak
memperoleh kepuasan kerja, tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan
pada gilirannya akan rnejadi frustasi. Pegawai seperti ini akan sering melamun,
mempunyai semnagat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil,
sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan
pekerjaan yang dilakukan.
Kepuasan kerja perlu
mendapat perhatian dalam suatu organisasi karena kepuasan kerja dapat
memperigaruhi, tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja,
keluhan-keluhan dan masalah-masalah yang lainnya (Handoko, 1996). Dalam suatu
organisasi, salah satu gejala yang paling meyakinkan dari kurang stabilnya suatu
organisasi adalah rendahnya kepuasan kerja. Bentuk yang paling ekstrim seperti
pemogokan kerja, pelambanan kerja, mangkir dan tingkat keluarnya pegawai. Gejala itu mungkin juga merupakan bagian
dari keluhan-keluhan pegawai. Sebaliknya kepuasan kerja yang tinggi merupakan
tanda suatu organisasi yang dikelola dengan baik dan pada dasarnya merupakan
hasil manajemen perilaku yang efektif
(Davis, 1996).
Masalah kepuasan kerja
bukanlah hal yang sederhana, baik dalam arti konsep maupun dalam arti
analisisnya, karena kepuasan mempunyai konotasi yang beraneka ragam. Untuk itu
banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kepuasan kerja pegawai.
Beberapa hasil studi mengungkapkan bahwa
sistem imbalan merupakan aspek yang menstimulir terjadinya pemogokan pegawai
sebagai cermin ketidakpuasannya. Bahkan dalam kenyataan sekarang ini terjadinya
pemogokan pegawai dan demonstrasi pegawai disebabkan pegawai merasakan ketidakpuasan
atas imbalanimbalan yang diterima. Pegawai mulai membandingkan imbalan yang
diterima dengan yang diterima prang lain, membandingkan apa yang diharapkan
dengan apa yang diterimanya dan akhirnya timbul perasaan puas dan tidak puas.
Prestasi yang lebih baik
akan menimbulkan imbalan ekonomi, sosiologis dan psikologis yang lebih tinggi.
Apabila imbalan itu dipandang pantas dan adil, maka timbul kepuasan yang lebih
besar karena pegawai merasa bahwa mereka menerima imbalan sesuai dengan
prestasinya (Davis, 1981)
Berdasarkan latar belakang
permasalahan yang ada dan berbagai teori yang mendukung, peneliti tertarik
untuk mengadakan penelitian tentang "Pengaruh Prestasi Kerja dan Imbalan
Ekstrinsik terhadap Kepuasan Kerja". Penelitian yang peneliti lakukan merupakan
penelitian studi kasus pada pegawai bagian umum pemerintah daerah kabupaten
Probolinggo. Penelitian ini menggunakan dua variabel independen, yaitu prestasi
kerja pegawai dan imbalan ekstriksik dan satu variabel dependen, yaitu kepuasan
kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar