Setiap organisasi tentu memiliki tujuan-tujuan yang hendak
dicapainya. Tujuan-tujuan tersebut dapat diraih dengan mendayagunakan
sumberdaya-sumberdaya yang ada. Salah satunya adalah bagaimana mengelola sumber
daya manusia secara baik agar dapat membantu manajemen mencapai tujuan serta
bagaimana sumber daya manusia dapat memberdayakan fungsi-fungsi strategis dalam
organisasi.
Untuk itu suatu organisasi harus memperlakukan individu secara
manusiawi dengan memberikan pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan akan makan,
tempat tinggal, memberi jaminan perlindungan, keamanan serta menghindarkan dari
tekanan yang berat di tempat kerja, di samping itu juga kesempatan berinteraksi
dan mengikutsertakan karyawan dalam pengambilan keputusan, memberikan
penghargaan serta kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya.
Keadaan ini membuat pimpinan organisasi harus dapat memperhatikan
kebutuhan dan keinginan karyawannya dalam bekerja. Setiap orang memiliki
kebutuhan dan keinginan yang berbeda-beda tergantung dari motivasi mereka
bekerja. Karena pada dasarnya individu dalam bekerja mempunyai harapan-harapan
yang ingin dipenuhinya. Harapan-harapan ini muncul karena adanya berbagai macam
kebutuhan yang ada pada diri karyawan tersebut. Tetapi seringkali harapan yang
ada tidak selalu sesuai dengan kenyataannya.
Kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang diperoleh selama bekerja akan menimbulkan
penilaian tersendiri yang mempengaruhi kepuasan kerja dari pihak karyawan terhadap tempat ia bekerja. Penilaian itu bisa
dimanifestasikan dalam
berbagai perilaku antara lain mangkir daripekerjaannya, pindah kerja,
adanya konflik antar individu, stres kerja,
dan tidak ada semangat kerja dan lain-lain.
Dalam era persaingan global yang penuh ketidakpastian saat ini,
salah satu potensi yang harus dipikirkan untuk selanjutnya dikembangkan guna
menopang perumusan strategi perekonomian bagi suatu negara adalah Sumber Daya
Manusia (SDM). Dalam konteks ini, SDM perlu mendapat perhatian dan pengkajian
lebih tajam serta diberi bobot yang lebih besar, karena bagaimanapun juga
manusialah yang akhirnya menentukan dan memprediksikan keberhasilan atau
kegagalan suatu kebijaksanaan, strategi maupun langkah-langkah kegiatan
operasional.
Memperhatikan SDM secara individual, maka variabel-variabel
psikologis individu menjadi sangat penting. Anynomous (1996) mengatakan bahwa factor
faktor psikologis sama pentingnya dengan faktor-faktor fisik untuk dapat
meramalkan keluhan-keluhan dalam kerja. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan yang terjadi dengan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan
kepuasan kerja, sama pentingnya dengan upaya menghilangkan bahaya-bahaya fisik
ditempat kerja, karena pegawai yang merasa tertekan oleh pekerjaan mereka adalah
orang-orang yang tidak puas.
Kepuasan kerja menjadi masalah yang cukup menarik dan penting,
karena terbukti besar manfaatnya baik bagi kepentingan individu, industri dan
masyarakat. Bagi individu, penelitian tentang kepuasan kerja memungkinkan timbulnya
usaha-usaha peningkatan kebahagiaan hidup mereka. Bagi industri, penelitian
tentang kepuasan kerja dilakukan dalam rangka usaha peningkatan produksi dan
pengurangan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku karyawannya.
Selanjutnya, masyarakat tentu akan menikmati hasil kapasitas maksimum dari
industri serta naiknya nilai manusia didalam konteks pekerjaannya (As'ad,
1993).
Kepuasan kerja merupakan keadaan emosional para
karyawan yang menyenangkan dalam memandang pekerjaan mereka (Handoko, 1997).
Kondisi demikian memang haruslah dipertahankan pada diri seorang pekerja,
karena dalam kondisi tersebut akan memberikan dampak yang positif terhadap sikapnya,
sehingga dapat diharapkan dapat menyumbangkan hasil kerja yang maksimal.
Menurut Davis dan Newstrom (1996), salah satu
gejala dari rusaknya kondisi dalam suatu organisasi adalah rendahnya kepuasan
kerja. Dalam bentuk yang paling sinis gejala yang ada bersembunyi dibelakang
pemogokan liar, pelambanan kerja, kemangkiran, pergantian pegawai, rendahnya prestasi,
rendahnya kualitas, produk, masalah-masalah disipliner, dan sebagainya. Sebaliknya
kepuasan kerja yang tinggi diinginkan oleh para manajer karena dapat dikaitkan
dengan hasil positif yang mereka harapkan. Kepuasan kerja yang tinggi merupakan
tanda bahwa organisasi dikelola dengan baik.
Banyak faktor yang mendorong terciptanya kepuasan
kerja seseorang pekerja, karena pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang
bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang
berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya.
Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan
individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya, dan
sebaliknya (As'ad, 1998).
Cherrington (1994) juga menyatakan bahwa kepuasan
kerja seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam karakteristik dari
pekerjaan itu sendiri, karakteristik organisasi dan karakteristik personal.
Khusus mengenai karakteristik pekerjaan itu sendiri oleh Wexley dan Yukl (1992)
disinyalir sebagai faktor utama yang ditemukan secara konsisten dalam pembentuk
kepuasan kerja. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian, yang salah satunya
dinyatakan oleh Singh (1998) bahwa secara signifikan karakteristik pekerjaan
mempengaruhi perilaku serta hasil kerja yang berbentuk psikologis, yang salah
satunya adalah kepuasan kerja pada tenaga penjual.
Aspek karakteristik pekerjaan yang
dinilai merupakan aspek ekstrinsik dari kepuasan kerja. Sejalan dengan konsep tersebut, penelitian ini
memfokuskan pada masalah yang berkaitan dengan aspek ekstrinsik dari kepuasan
kerja, yaitu karakteristik Pekerjaan, Karakteristik Individu dan Persepsi Peran.
Hal ini didasarkan bahwa karakteristik pekerjaan
disinyalir sebagai faktor utama yang ditemukan secara konsisten dalam
pembentukan kepuasan kerja (Wexley & Yukl, 1992). Lebih lanjut ditegaskan pekerjaan-pekerjaan
yang sangat membosankan adalah pekerjaan dengan aktivitas yang sama, sederhana dan
berulang-ulang. Suatu pekerjaan yang menekankan semakin banyak keterampilan dan
bakat yang relevan dengan identitas diri pekerja, maka pekerjaan menjadi semakin
lebih merasakan bahwa ia melaksanakan pekerjaan yang berarti daripada sekedar
mengisi waktu.
Siagian (1999) menyatakan bahwa berbagai
penelitian telah membuktikan apabila dalam pekerjaan seseorang mempunyai
otonomi untuk bertindak dan terdapat variasi, memberikan sumbangan penting
dalam keberhasilan organisasi dan karyawan yang mempunyai umpan balik tentang hasil
pekerjaan yang dilakukan, maka yang bersangkutan akan merasa puas.
Peran atau posisi yang diberikan kepada seseorang
dalam pekerjaannva juga disinyalir sebagai faktor yang memberikan motivasi
tertentu secara ekstrinsik kepada karyawan sehingga didapat sebagai pembentuk
kepuasan kerja. Peran yang dimaksud dibentuk oleh kejelasan peran, lingkup
pekerjaan dan intrinsic reward.
Kejelasan peran ditujukan pada seberapa jauh pekerja mengerti tugas dan kewajibannya.
Pekerja cenderung menyukai pekerjaan yang sesuai dengan apa yang mereka
harapkan dan pekerjaan mana yang memiliki tujuan tugas yang jelas. Peran yang
membingungkan dan yang menyebabkan konflik akan mengakibatkan kondisi stres
yang pada akhirnya akan mengurangi kepuasan kerja para pegawainya.
Suharsono (1991) menemukan ada hubungan yang nyata
antara peran yang dimiliki oleh seorang pekerja terhadap produktivitas kerja
pada penelitian di perusahaan industri di Surabaya. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa faktor peran yang selalu ada dalam suatu organisasi terutama
organisasi bisnis, akan sangat mempengaruhi kinerja para karyawannya. Kondisi
ini terjadi terutama apabila peran yang ada merupakan sumber stres (stressor)
bagi karyawannya. Apabila tidak diatasi kondisi yang demikian akan mempengaruhi
juga kepuasan kerja yang hendak dibentuk ataupun dipertahankan pada seorang
karyawan.
Fenomena tentang bagaimana seorang pekerja
mempersepsikan peran yang dimilikinya serta karakteristik pekerjaan yang
melekat dengan tugas yang diembannya diduga akan sangat mempengaruhi kepuasan
kerja karyawan, terutama pada pekerjaan yang berhubungan dengan aktivitas
diluar yang langsung berhubungan dengan masyarakat.
Karena memang tidak bisa dipungkiri bahwa Ujung
tombak dari fungsi hubungan kemasyarakatan sangatlah luas dan komplek, sehingga
dibutuhkan seorang SDM yang memiliki kemampuan human relation. Karenanya memahami motivasi mereka serta mengetahui
faktor-faktor apa yang menjadikan mereka terpuaskan dalam menjalani
pekerjaannya adalah sangat penting, sehingga dimungkinkan dapat meningkatkan
keterikatan mereka terhadap organisasi yang akhirnya diharapkan akan dapat
meningkatkan kinerjanya.
Organisasi sebagai wadah bagi orang-orang
dalam memenuhi kebutuhan hidup yang berbeda-beda. Pada dasarnya organisasi
merupakan sekumpulan orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan terlebih dahulu. Di dalam menjalankan kerjasama tersebut
dibutuhkan koordinasi, interaksi, komunikasi serta dibutuhkan persepsi yang
sama agar tujuan organisasi dapat tercapai.
Organisasi harus melakukan perbaikan secara
terus menerus agar dapat berkembang dan mempertahankan eksistensinya didalam
menghadapi persaingan dengan organisasi lain. Untuk mencapai tingkat keunggulan
bersaing yang tinggi dan berkesinambungan, sebuah organisasi tidak lagi
semata-mata tergantung pada kemajuan tehnologi yang dipergunakan ataupun posisi
strategisnya, akan tetapi lebih menekankan pada pengelolaan tenaga kerja atau
sumberdaya manusia yang ada (Pfeffer, 1995). Oleh karena itu organisasi harus
mampu mengembangkan sumberdaya manusia yang dimilikinya untuk dapat bersaing
dan menjadi yang terbaik dilingkungannya.
Organisasi pada umumnya dikembangkan
sebagai instrumen bagi pencapaian tujuan-tujuan tertentu dan cenderung muncul
dalam situasi, saat orang-orang menyadari manfaat organisasi sebagai jalan terbaik
bagi pelaksanaan kegiatan kolektif. Beberapa atribut organisasi adalah :
1. Organisasi adalah lembaga sosial yang
terdiri dari sekumpulan orang-orang dengan berbagai pola interaksi yang
diterapkan.
2. Organisasi dikembangkan untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu, oleh karena itu organisasi adalah kreasi sosial yang
memerlukan aturan dan kooperasi.
3. Organisasi secara sadar dikoordinasikan dan
dengan sengaja disusun. Kegiatan-kegiatan dibedakan menurut berbagai pola yang
logis. Koordinasi bagian-bagian tugas yang saling tergantung ini memerlukan
penugasan wewenang dan komunikasi.
4. Organisasi
merupakan instrumen sosial yang memiliki batasan-batasan yang secara
relatif dapat diidentifikasikan dan keberadaannya memiliki basis yang relatif
permanen.
Ciri-ciri organisasi menurut Schein (1982)
yang dikutip oleh Muhammad (2000) adalah memiliki struktur, mempunyai tujuan
dan saling berhubungan satu bagian dengan bagian lain, dan tergantung kepada
komunikasi antar manusia untuk mengkoordinasikan aktifitas dalam organisasi
tersebut.
Sementara itu individu-individu dalam
organisasi berasal dari lingkungan yang berbeda-beda, yang membawa faktor
fisiologi, psikologi, dan biografi ke dalam organisasi. Perbedaan individu ini
dilihat dari karakteristiknya dengan menggunakan unsur-unsur dari fisiologi dan
psikologis dalam melakukan kegiatan-kegiatan organisasi.
Dari pandangan diatas, dapat dikatakan
bahwa organisasi dapat mencapai tujuannya dengan melakukan kegiatan-kewgiatan yang telah direncanakan,
dikoordinasikan, dan dievaluasi dengan melewati proses komunikasi. Mengingat
yang melakukan kerjasama dalam organisasi merupakan sekelompok pelaku yang
terdiri dari atasan dan bawahan, yang saling bekerjasama guna mencapai tujuan
tertentu. Oleh karena itu diperlukan adanya media komunikasi agar masing-masing
individu mengetahui segala kewajiban dan tanggung jawab yang dibebankan
kepadanya.
Menurut Henri Simamora (2002:
12) menyatakan: Setiap organisasi memiliki tiga komponen pokok yaitu
personalia, fungsi dan faktor-faktor fisik yang merupakan sarana untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yaitu untuk mewujudkan dan meningkatkan
efektifitas dan efisiensi proses produksi yang maksimal yang tidak mungkin
lepas kaitannya dengan manusia, dimana kebutuhan hidup manusia dapat tercukupi dengan
cara bekerja dan mendapatkan upah sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis dari
manusia itu sendiri.
Berdasarkan pada argumentasi
pemikiran rasional diatas, maka sesuai permasalahan yang telah diuraikan di
atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian, dengan mengambil judul Pengaruh
karakteristik Pekerjaan, Karakteristik Individu dan Persepsi Peran terhadap kepuasan
Kerja di Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar