Era pengetahuan telah melahirkan Knowledge Management dan mendorong inovasi berkelanjutan
terutama dalam informasi dan teknologi komunikasi.
Inovasi teknologi informasi melipatgandakan kemampuan kita untuk menciptakan,
mengorganisasikan, menggandakan, maupun melindungi human (intellectual) capital yang tidak dapat direplikasi oleh organisasi lain.
Pengertian tidak sekedar Information
Technology, tetapi juga Inspiration Technology, yang akan menstimulir gagasan-gagasan baru yang
diperoleh akibat kemampuan teknologi yang terus bergulir dalam hal
informasi dan komunikasi, selanjutnya menghasilkan berbagai inovasi baru (innovation
Technology).
Menurut Nangoi (2004), pendekatan pengetahuan akan efektif bila organisasi memiliki kondisi yang sesuai dan menunjang perihal:
a.
Strategi, struktur, visi yang
mengandung unsur pengetahuan;
b.
Memperluas tenaga
kerja berpendidikan tinggi, formal, dan spesialisasi (knowledge
workers) karena pengetahuan pada dasarnya menembus dinding-dinding
hierarkis organisasi;
c.
Pendekatan pemerintahan berjangka
panjang;
d.
Budaya belajar yang kuat, budaya
keterbukaan;
e.
1
Organisasi
berbasis pengetahuan (knowledge–base / teaming organization) yang membiasakan karyawan
dan manajemen berbagi pengetahuan.
f.
Memperhatikan kepentingan stakeholder dan
mengupayakan good corporate
governance, karena banyak organisasi
berbicara mengenai penerapan konsep-konsep manajemen modern
seperti pemberdayaan dan good corporate
governance, tetapi masih mempertahankan budaya tertutup. Akibatnya,
konsep-konsep tersebut sekedar slogan.
g.
Demokratisasi di berbagai
bidang kehidupan termasuk bidang jasa yang mendorong organisasi-organisasi
untuk mengembangkan etika pelayanan.
h.
Organisasi
perlu memperkuat
kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi lingkungan
organisasinya.
Knowledge (pengetahuan)
sebagai basis dari penciptaan intellectual capital
harus dibangun melalui pendekatan manajemen yang
fokus kepada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Menurut Nonaka dan
Takeuchi (1995, dalam Tjakraatmadja dan Lantu, 2006,64), untuk menunjang era
revolusi informasi, suatu organisasi perlu memiliki pengetahuan eksplisit
(know how) dan pengetahuan tasit (know
why) secara seimbang dan berkelanjutan. Tipe knowledge secara umum; pertama, masuk bidang spesialis IT (Departemen Teknologi
Informasi) dengan sistem program dan database untuk mendesain dan implementasi,
mengelola data, informasi dan knowledge yang dipelajari seluruh karyawan melalui budaya pembelajaran dan knowledge
sharing; kedua, merupakan bidang
spesialis Human Resource (Departeman SDM) melalui sistem dan
proses belajar orang-orang dan Komitmen kerja yang dikelola, pemberian reward
atau penghargaan bagi karyawan yang
memberikan kontribusi knowledge berdaya terap di organisasi.
Namun, dalam penerapan di organisasi pemerintahan,
sering dijumpai kesalahan dalam pemahaman konsep Manajemen Pengetahuan, yaitu disamakan dengan data dan informasi, menitikberatkan
pada investasi dibidang teknologi informasi,
yang dianggapnya itulah konsep manajemen pengetahuan. Akibatnya, organisasi cenderung melakukan pengeluaran yang tidak
signifikan untuk hasil yang kecil. (Cropley, 1998).
Gambar berikut menjelaskan perbedaan antara data,
information, knowledge, dan wisdom, dan perbedaan ini terjadi karena
proses berpikir orang-orang
dalam organisasi menerapkannya. Data bisa menjadi informasi dalam cara kita mengorganisir data, dan menjadi knowledge saat kita
menghubungkannya dengan
informasi lain di dalam maupun di luar organisasi, knowledge menjadi wisdom saat
kita menggunakan pengalaman untuk belajar apa yang kita kerjakan atau tidak, yang akhirnya memungkinkan kita membuat judgements.
Penelitian ini merupakan replikasi yang dikembangkan
dari penelitian-penelitian sebelumnya. Research gap penelitian ini dengan
penelitian-penelitian sebelumnya yang terpenting dapat dilihat dari variabel
yang diangkat. Penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh Politic (2003),
Xenikou dan Simosi (2006), Lopez et al., (2004), Park et al., (2004), Crawford
(2005), Haryadi (2003), Ali dan Yusof (2004), Ensor et al., (2001), Hakim
(2007), dan Prayudi (2006) meneliti variabel-variabel secara parsial dan
dimodifikasi dengan variabel lain, sedangkan dalam penelitian ini memasukkan
beberapa variabel tersebut untuk mengembangkan konsep manajemen pengetahuan
yang masih jarang diteliti tetapi terkait erat dengan kemampuan individu serta
kontribusi kedua variabel tersebut terhadap peningkatan komitmen karyawan. Data
dianalisis menggunakan regresion analysis untuk mengetahui pengaruh langsung.
Subyek penelitian adalah karyawan di Sekretariat
Daerah Pemerintah Kabupaten Probolinggo. Peneliti menjadikan organisasi market leader bidang komunikasi
informasi dan pengetahuan, karena dianggap representative untuk menggambarkan bagaimana kemampuan individu berperan penting dalam peningkatan komitmen
kerja karyawan. Manajemen pemerintahan terus melanjutkan transformasi untuk mendayagunakan sumberdaya, termasuk Sumber Daya
Manusia (SDM) secara efektif sejalan dengan tuntutan persaingan dalam
era deregulasi dan debirokrasi, dituntut
untuk terus meningkatkan kreativitas dan inovasi yang signifikan.
Penelitian Ensor et at., (2001) pada organisasi-organisasi
periklanan di UK, bahwa variabel-variabel dorongan organisasi, dorongan
supervisi, dukungan kelompok kerja, kebebasan, Sumber daya yang memadai,
pekerjaan yang menantang, tekanan beban kerja, halangan organisasional,
rekrutmen dan pelatihan mendukung kreativitas dan penemuan pengetahuan yang
mendorong kemampuan individu untuk berKomitmen kerja optimal dengan imbalan
penghargaan. Mereka menginternalisasikan visi dalam budaya kerja yang dianut.
Beban kerja yang berlebih justru dapat memacu anggota organisasi memunculkan
ide-ide baru yang kreatif. Pada variabel halangan organisasional, tidak
dijumpai adanya struktur organisasi yang kaku. Kesimpulannya, implementasi
manajemen pengetahuan (knowledge management) berjalan efektif.
Implementasi manajemen
pengetahuan membutuhkan kemampuan individu karyawannya untuk brainstorming
dengan menciptakan kondisi atau suasana kompetitif yang positif dan memudahkan
munculnya spontanitas kreatif untuk menciptakan sesuatu yang baru,
mengembangkan secara berkesinambungan sumber daya manusia yang dimiliki sampai mencapai tingkat potensi tertinggi mereka.
Bass dan Avolio (1994), Avolio, Waldman,
dan Yammarino (1991), yakni: (1) Individualized Consideration, (2) Intellectual
Stimulation, (3) Inspiration-J Motivation, dan (4) Idealized
Influence, dan mampu membangun perilaku manusia berbasis kultur organisasi
pembelajar. Organisasi perlu terbuka dan rasa saling percaya terhadap gagasan
dan pengetahuan baru melalui knowledge sharing dan pembelajaran yang
memfasilitasi dialog serta menghargai setiap pemikiran dan inovasi yang
berpengaruh terhadap komitmen individu dan selanjutnya meningkatkan Komitmen
kerja organisasi.
Guna menjadi Full Service and Network Provider,
Pemerintah Kabupaten Probolinggo khususnya Karyawan Sekretariat daerah terus mengupayakan peningkatan kualitas SDM serta sistem
kerjanya. Kebijakan pengembangan
diarahkan pada peningkatan kompetensi dan Komitmen kerja, pencapaian kepuasan pelanggan,
memaksimalisasi nilai organisasi, pengembangan pola pikir inovatif serta perilaku kompetitif. Dalam upaya menerapkan aspek transparansi dalam setiap pengambilan
keputusan, beberapa contoh telah dicapai, melalui
pengembangan infrastruktur informasi berupa
intranet dan knowledge management. Khusus untuk knowledge management, merupakan sarana karyawan dalam menyampaikan
berbagai informasi berupa tulisan, ide-ide, atau gagasan sehingga informasi tersebut dapat diakses oleh
setiap karyawan. Untuk ide-ide atau
inovasi yang bagus dan dapat direalisasikan, akan diberikan penghargaan oleh manajemen.
Kemampuan individu memainkan peranan penting dalam
proses manajemen dan akan semakin diperhatikan
eksistensinya pada saat ini dan masa-masa yang akan datang dalam menghadapi
persaingan global yang semakin ketat. Sebab keberhasilan organisasi dalam
persaingan akan terwujud apabila keberadaan kemampuan individu mampu
menghimpun, mengembangkan dan mempertahankan pegawai yang memiliki kemampuan,
keahlian, pandangan kedepan dan pengalaman yang cukup untuk menggerakkan
organisasi (Alwi, 2001:62-63).
Konsep yang meletakkan kemampuan individu sebagai
elemen kunci untuk sukses harus mempertimbangkan keseimbangan antara apa yang
dituntut oleh organisasi terhadap pegawainya dengan apa yang diberikan
organisasi terhadap pegawainya. Sebab manusia sebagai pegawai di organisasi tersebut memainkan peranan
penting dalam suatu organisasi untuk mencapai sukses, merupakan unsur
pembangun, dapat menjadi staf yang baik, memiliki motivasi, aktif berperan
serta dan mampu membuat komponen-komponen lain, secara bersama-sama menyajikan
keberhasilan yang telah ditetapkan oleh tujuan organisasi. Tidak ada investasi
yang dapat membuahkan keberhasilan yang baik kecuali jika para staf merupakan
orang-orang yang terbaik di organisasi. Teknologi yang paling cemerlangpun
tidak dapat beroperasi secara efektif tanpa keikutsertaan secara positif dan
maksimal manusia sebagai pegawai di dalam organisasi (Cane, 1998:14).
Pada era globalisasi yang
ditandai dengan adanya tiga hal seperti dikemukakan oleh Measelee, (1997),
pertama perubahan sebagai hasil dari tekanan waktu dimana dalam proses ini
terjadi proses seleksi alam bagi siapa yang bertindak lamban dalam
mengantisipasi masa depan. Kedua, perbedaan (diversity) yang selalu menciptakan dua kondisi, yakni kesempatan
sekaligus kekacauan baik yang berasal dari lingkungan internal maupun dari
lingkungan eksternal, yang kekuatannya dapat dioptimalkan dengan menyeimbangkan
antara keduanya dengan tanpa mengurangi kekuatan masing-masing melalui proses
saling mengerti dan belajar dan ketiga adalah kompleksitas sebagai hasil dari
kedua kondisi diatas (perubahan dan perbedaan), yang harus dihadapi oleh
manajemen dengan kemampuan daya prediksi atas trend-trend yang akan terjadi di masa
mendatang.
Adapun trend-trend yang
dimaksud adalah, pertama terintegrasinya pasar. Kedua,
formasi aliansi. Ketiga, perubahan stockholders
dan keempat adalah ketidaklanggengan pemerintahan. Kondisi ini harus
benar-benar disadari dan dipersiapkan secara profesional. Persiapan ini
terutama pada faktor sumber daya manusia yang “mumpuni”, Lucas (1988)
menunjukkan bahwa negara industri maju maupun negara industri baru dapat
mempertahankan perkembangan ekonominya dalam jangka panjang karena memiliki
mutu SDM yang baik. Hubungan positif antara perkembangan ekonomi dan kemampuan
individu yang diindikasikan dengan peningkatan produktivitas, efisiensi dan
nilai tambah dimana berperan secara signifikan diantaranya teknologi dikemukakan oleh banyak ahli
diantaranya Solow (1975), Romer (1990), Nort (1990 ) dan
Mustopadidjaja (1997) lebih lanjut menegaskan bahwa kemampuan
individu merupakan indikator yang secara internasional diakui sebagai indikator
keberhasilan pembangunan dan merupakan faktor yang memberikan kontribusi kuat
bagi adanya perilaku bertanggung jawab dan berkesinambungan, sekaligus
merupakan penentu bagi keberhasilan pembangunan ekonomi. Strategi dasar dalam
hal ini adalah pendidikan, yang akan menghasilkan SDM berkualitas. Strategi
dasar pendidikan merupakan jawaban yang tepat dalam menghadapi era globalisasi,
terlebih dalam kondisi krisis seperti yang terjadi saat ini. Hal tersebut
dibuktikan oleh
Walaupun manajemen pengetahuan tidak seluruhnya dapat diandalkan
untuk keberhasilan seseorang dalam mewujudkan masa depan seperti yang
diharapkan, tetapi hampir dapat dipastikan bahwa manajemen pengetahuan yang tertata dengan baik dapat
memainkan peranan yang signifikan didalam upaya untuk mencapai keberhasilannya.
Rasyid (1997) menyatakan bahwa manajemen pengetahuan yang baik dapat dilihat dari tiga
komponen, pertama aturan main, yakni seluruh perangkat perundang-undangan yang
mengatur tentang keberadaan semua tingkatan manajemen . Kedua, lembaga, yakni
susunan organisasi dan kewenangan yang melekat. Ketiga, pelakunya, yakni SDM
yang bertanggung jawab dibidangnya.
Dengan demikian diharapkan pegawai dengan segala
kemampuannya melaksanakan tugas dan fungsi secara baik dan optimal. Sebab
birokrasi kontemporer kini dihadapkan pada suatu tantangan lingkungan yang
hanya dapat diatasi, bila institusi pemerintah itu terus berbenah dan mau
belajar untuk mengembangkan wawasan administrasi pelayanan yang baru dan
bekerja dengan memanfaatkan kompetensi yang dibutuhkan di dalam lingkungan yang
terus berubah ini. Memang ideal, bila suatu lembaga memiliki suatu kemampuan
SDM sesuai yang dibutuhkan dan dapat memanfaatkan semua keunggulan kompetensi
itu secara optimal.
Tetapi kenyataan
menunjukkan bahwa hal itu tidak gampang diwujudkan. Strategi yang tepat bila
lembaga terus menggabungkan kemampuan individu untuk memahami (what)
kompetensi baru yang dibutuhkan, dimana (where) kompetensi itu dapat
diperoleh, bagaimana (how) mengakses informasi yang dibutuhkan dengan
murah dan dalam waktu yang singkat dan tepat, serta mampu untuk menyiapkan
lembaga, sehingga dapat menyerap dan memanfaatkan kompetensi itu dengan efisien
dan efektif. Untuk maksud ini, lembaga perlu melakukan langkah-langkah
strategik dengan meniru atau bekerja sama dengan pihak lain, termasuk para
komunitasnya, asalkan kerja sama itu dijalankan atas dasar semangat kemandirian
dan saling menguntungkan.
Dengan komitmen moral yang
tinggi tersebut akan terus berupaya
meningkatkan profesionalismenya. Maskun (1997) menegaskan bahwa faktor yang
dapat memberikan stimulan kepada profesionalisme intelektual adalah pendidikan tinggi
yang baik, terdapat peluang, adanya penghargaan karya, terdapatnya pemanfaatan
konsepsi.
Swasto (1996) menganalogkan
suatu proses produksi, untuk menghasilkan yang optimal harus dikelola seefisien
mungkin dan profesional. Sebagai proses produksi, baru
dipandang sebagai bahan
Pengelolaan secara profesional mencakup didalamnya
pengelolaan SDM yang merupakan unsur
utama dalam membangun kompetensi. Swasto (1996) mengutip dari Sonhaji (1990)
yang menempatkan SDM yang utama,
karena memiliki kemampuan intelektual,
profesional, pribadi dan sosial. Pengelolaan SDM mengandung tugas untuk
mendayagunakan SDM yang dimiliki oleh suatu lembaga secara optimal, sehingga ia
dapat bekerja secara maksimal untuk secara bersama-sama mencapai tujuan.
Robins (1993) menegaskan bahwa seorang pegawai akan
bekerja dengan baik apabila dia ditempatkan pada posisi dan jatah yang sesuai dengan
minat dan kemampuannya, serta apabila dia merasa dapat memenuhi kebutuhannya
dengan melakukan pekerjaan tersebut. Dengan demikian seorang pegawai harus
diperhatikan pula atas pemenuhan kebutuhan kebutuhannya.
Kebutuhan pegawai tidak hanya pada pemenuhan kebutuhan yang
bersifat material saja, akan tetapi juga non material seperti kepastian . Sehingga
manajemen pengetahuan mendorong dan membawa seseorang kepada suatu tahap yang
relatif lebih tinggi dari yang dimilikinya saat ini, dan demikian selanjutnya.
Sistem menurut Robins (1993) sangat
diperlukan oleh suatu lembaga untuk meningkatkan produktivitas
pegawai-pegawainya dan pada saat yang sama mempersiapkan diri mereka untuk
melakukan perubahan.
Manajemen pengetahuan
juga sangat diperlukan oleh seorang pegawai untuk selalu siap menggunakan
kesempatan yang ada didalam jalur nya
dan akan sangat membantu pegawai untuk merencanakan mereka dimasa depan dalam lembaga tersebut.
Maskun (1997) mengemukakan walaupun manajemen pengetahuan pada umumnya
berorientasi kepada sistem struktural yang mengandung persyaratan kepangkatan,
senioritas, kecakapan atau keistimewaan tertentu, perkembangan politis,
primordial, dan keinginan pimpinan. Strata persyaratan jabatan yang demikian itu sangat kompetitif dan
banyak mengandung polemik tentang keobyektivitasannya.
Berangkat dari latar belakang pemikiran tersebut,
dipilih judul pengaruh knowledge management dan kemampuan Individu
terhadap Komitmen kerja Karyawan Kantor Sekretariat
Daerah Kabupaten Probolinggo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar