Kemajuan teknologi, baik teknologi informatika maupun teknologi
industri selalu diiringi dengan tingkat profesionalitas sumber daya manusia
yang handal, hal ini disebabkan adanya suatu usaha setiap organisasi untuk mencapai
keunggulan yang kompetitif dalam menghadapi persaingan. Untuk mencapai
keunggulan yang berkesinambungan tidak lagi hanya bergantung pada teknologi,
hak paten maupun posisi strategis tetapi lebih menekankan pada bagaimana
organisasi mengelola tenaga sumber daya manusianya.
Dalam pengelolaan tenaga
kerja diperlukan falsafah yang mengakui pentingnya nilai karyawan sebagai
individu, karena salah satu keberhasilan organisasi memang tergantung pada
prilaku individu. Karena pada dasarnya antara individu dengan organisasi
mempunyai hubungan timbal balik, artinya individu tidak mungkin mencapai
tujuannya tanpa melalui organisasi dan sebaliknya organisasi tidak akan dapat
mencapai tujuan dan sasarannya jika kerjasama sekelompok orang sebagai anggota
tidak dapat diorganisir dengan baik.
Untuk dapat mencapai tujuan
organisasi yang efektif dan efisien, suatu organisasi harus memperlakukan
individu secara manusiawi dengan memberikan pekerjaan yang dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya, baik secara fisiologis seperti kebutuhan makan
dan tempat tinggal, serta kebutuhan psikologisnya seperti memberi jaminan
perlindungan, keamanan serta menghindarkan dari tekanan yang berat di tempat
kerja, di samping itu juga kesempatan berinteraksi dan mengikutsertakan
karyawan dalam mengambil keputusan, memberikan penghargaan serta kesempatan
untuk mengembangkan potensi dirinya.
Memperhatikan SDM secara
individual, maka variabel-variabel psikologis individu menjadi sangat penting.
Anynomous (1996) mengatakan bahwa faktor faktor psikologis sama pentingnya
dengan faktor-faktor fisik untuk dapat meramalkan keluhan-keluhan dalam
bekerja. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi keluhan yang terjadi dengan
mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kepuasan kerja, sama pentingnya
dengan upaya menghilangkan bahaya-bahaya fisik ditempat kerja, karena pegawai
yang merasa tertekan oleh pekerjaan mereka adalah orang-orang yang tidak puas.
Kepuasan kerja menjadi
masalah yang cukup menarik dan penting, karena terbukti besar manfaatnya baik
bagi kepentingan individu, maupun organisasi dan masyarakat. Bagi individu,
penelitian tentang kepuasan kerja memungkinkan timbulnya usaha-usaha
peningkatan kebahagiaan hidup mereka. Bagi organisasi, penelitian tentang
kepuasan kerja dilakukan dalam rangka usaha peningkatan kinerja organisasi dan
pengurangan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku karyawannya.
Selanjutnya, masyarakat tentu akan menikmati hasil kapasitas maksimum dari
organisasi serta naiknya nilai manusia didalam konteks pekerjaannya (As'ad,
1993).
Kepuasan kerja merupakan
keadaan emosional para karyawan yang menyenangkan dalam memandang pekerjaan
mereka (Handoko, 1997). Kondisi demikian memang haruslah dipertahankan pada
diri seorang karyawan, karena dalam kondisi tersebut akan memberikan dampak
yang positif terhadap sikapnya, sehingga dapat diharapkan dapat menyumbangkan
hasil kerja yang maksimal.
Menurut Davis dan Newstrom
(1996), salah satu gejala dari rusaknya kondisi dalam suatu organisasi adalah
rendahnya kepuasan kerja. Dalam bentuk yang paling sinis gejala yang ada
bersembunyi dibelakang pemogokan liar, pelambanan kerja, kemangkiran,
pergantian pegawai, rendahnya prestasi, rendahnya kualitas, produk,
masalah-masalah disipliner, dan sebagainya. Sebaliknya kepuasan kerja yang
tinggi diinginkan oleh para manajer karena dapat dikaitkan dengan hasil positif
yang mereka harapkan. Kepuasan kerja yang tinggi merupakan tanda bahwa
organisasi telah dikelola dengan baik.
Banyak faktor yang mendorong
terciptanya kepuasan kerja seseorang pekerja, karena pada dasarnya kepuasan
kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki
tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang
berlaku pada dirinya. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai
dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang
dirasakannya, dan sebaliknya (As'ad, 1998).
Cherrington (1994) juga
menyatakan bahwa kepuasan kerja seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam
karakteristik dari pekerjaan itu sendiri, karakteristik organisasi dan
karakteristik personal atau karakteristik individu. Khusus mengenai
karakteristik pekerjaan itu sendiri oleh Wexley dan Yukl (1992) disinyalir
sebagai faktor utama yang ditemukan secara konsisten dalam pembentuk kepuasan
kerja. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian, yang salah satunya dinyatakan
oleh Singh (1998) bahwa secara signifikan karakteristik pekerjaan mempengaruhi
perilaku serta hasil kerja yang berbentuk psikologis, yang salah satunya adalah
kepuasan kerja pada tenaga penjual.
Individu-individu
dalam organisasi berasal dari lingkungan yang berbeda-beda, yang membawa faktor
fisiologi, psikologi, dan biografi ke dalam organisasi. Perbedaan individu ini
dapat dilihat dari karakteristiknya dengan menggunakan unsur-unsur dari
fisiologi dan psikologis dalam melakukan kegiatan-kegiatan organisasi.
Perbedaan perilaku individu
dalam organisasi dapat ditelaah dengan peninjauan filogenetis, ontogenetis dan
sosiologis, di mana secara filogenetis bahwa manusia berbeda antara yang satu
dengan manusia yang lain karena pertumbuhan psikologis sehingga akan
berpengaruh kepada daya persepsi dan kemauan konsepsinya terhadap setiap pesan
komunikasi yang diterimanya dan berpengaruh pada kesediaannya melakukan
kegiatan tertentu yang diinginkan pimpinan. Secara ontogenetis manusia berbeda
pula antara satu dengan yang lainnya disebabkan oleh pengaruh pengalaman dan
pendidikan kepada daya persepsi dan kemampuan konsepsinya terhadap setiap pesan
komunikasi yang diterimanya, dan berpengaruh pada pengaturan pikiran dan
perasaan saat menanggapi pesan sehingga umpan balik yang sampai kepada
komunikator bersifat negative. Secara sosiologis, manusia berbeda antara satu
dengan yang lain sebagai akibat pengaruh hubungan sosial dan interaksi sosialnya.
Wall and Martin dalam
Spector (1997) menyebutkan bahwa karakteristik pekerjaan mengacu pada isi
dan kondisi dari tugas-tugas pekerjaan itu sendiri jadi karakteristik pekerjaan merupakan ciri yang
terkandung dalam suatu pekerjaan yang
terdiri dari berbgi dimensi inti
dari suatu pekerjaan.
Dasar pendekatan
karakteristik pekerjaan adalah motivasi , kepuasan dan kinerja yang dipandang sebagi fungsi utama desain tugas.
Model karakteristik pekerjaan
mengidentifikasikan lima inti dimensi
pekerjaan yang mempengaruhi keadaan psikologi yaitu variasi kecakapan, identitas tugas,
signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik (Bacheren, 1982). Studi tentang
pentingnya perbedaan karakteristik pekejaan
telah menemukan secara konsisten bahwa determinan utama dari kepuasan kerja adalah sifat dari pekerjaan itu sendiri.
Bagaimana seoarang pekerja
memberikan tanggapan terhadap materi pekerjaan akan ditentukan oleh kebutuhan
kerja disamping sifat pekerjaannya.
Riset menunjukkan bahwa hubungan antara
dimensi inti dan motivasi kerja
sangat kuat bagi pekerja yang
menginginkan tanggungjawab, makna
pekerjaannya, pengendalian diri, umpan balik pelaksanaan kerja
serta kesempatan untuk maju.
Menurut Wexley dan Yukl
(1992) dari aspek pekerjaan disebutkan
bahwa karakteristik pekerjaan sebagai
faktor utama yang ditemukan secara
konsisten dalam pembentukan kepuasan kerja karyawan. Selain aspek pekerjaan
sebagai faktor yang berpengaruh terhadap
kepuasan, faktor karakteristik organisasi juga berpengaruh terhadap kepuasan yang ditunjukkan dengan kebijaksanaan dan kultur serta hubungan antar masing-masing individu
dalam organisasi.
Karakteristik Organisasi
juga merupakan salah satu variabel yang dapat diangkat untuk meningkatkan
kepuasan kerja karyawan. Menurut Sujak (1990) dikatakan bahwa Karakteistik
Organisasi merupakan suatu kondisi
dimana setiap organisasi atau lingkungan kerja mempunyai peraturan,
kebijakan, sistem pemberian hadiah dan misi lainnya yang berpengaruh pada
kepuasan kerja karyawan.
Menurut Weber
organisasi mempunyai beberapa karakteristik-karakteristik tertentu
yang dapat ditemukan di setiap orgnisasi baik kompleks maupun
modern. Berkaitan dengan karakteristik–karakteristik organisasi tersebut, menurut Weber model birokratik juga
dapat digunakan secara efektif oleh organisasi–organisasi sebagai kebutuhan
masyarakat modern. Weber mengemukakan
karakteristik-karakteristik organisasi
sebagai berikut :
1.
Pembagian kerja secara jelas
Pembagian kerja atau spesialisasi hendaknya
sesuai dengan kemampuan teknisnya.
2.
Hirarki wewenang
yang dirumuskan secara baik. Sentralisasi kekuasaan berdasarkan suatu hirarki dimana ada pemisahan yang jelas antara tingkat –tingkat bawahan dan atasan agar koordinasi kerja terlaksana.
3. Program rasional dalam pencapaian
tujuan organisasi. Seleksi dan promosi bagi personalia organisasi
didasarkan atas kecakapan teknis dan pendidikan latihan serta
persyaratan lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan dan pelaksanaan tugas.
4. Sistem prosedur bagi penanganan situasi kerja, perlu adanya catatan
tertulis demi kontinuitas, keseragaman
(Unifomitas), dan untuk maksud-maksud transaksi.
5. Sistem aturan yang mencakup hak-hak
dan kewajiban-kewajiban posisi
para pemegang jabatan.
6. Hubungan-hubungan antar pribadi yang
bersifat “Impersonal” ada pemisahan antara masalah-masalah pribadi dengan
persoalan-persoalan resmi (Handoko, 1996).
Dalam rangka
mendorong tercapainya kepuasan pada
karyawan, pimpinan organisasi harus
mempertimbangkan hubungan
faktor-faktor tersebut. Jika karyawan
merasa kebutuhan dan harapannya terpenuhi tentunya akan berusaha mengabdikan diri sepenuhnya pada sasaran
dan tujuan organisasi. Lebih lanjut, Rao (2000) mengatakan bahwa karyawan akan bekerja lebih baik jika mereka mengetahui bahwa organisasi memberikan kepada
mereka peluang untuk berkembang dan sejauh mungkin mempergunakan kemampuan mereka.
Bagi karyawan,
organisasi tidak hanya sekedar
tempat ia mencari nafkah untuk hidup, akan tetapi juga sebagai tempat untuk menemukan identitas atau jati diri dan
wadah untuk mengembangkan serta mengaktualisasikan diri, disamping itu juga
sebagai wadah untuk membuktikan kemampuan atau keahlian yang pada akhirnya menimbulkan kepuasan bagi dirinya.
Karyawan sebagai anggota organisasi
akan merasa puas dengan menyadari bahwa dirinya tidak
hanya sebagai anggota akan tetapi juga paham terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi
secara tidak langsung karyawan akan
memahami sasaran dan kebijaksanaan organisasi yang pada akhirnya dapat berbuat dan bekerja sepenuhnya untuk keberhasilan
organisasi.
Kebanggaan
menjadi anggota dari
organisasi merupakan suatu indikator bahwa karyawan tersebut telah
memiliki identitas organisasi tersebut. Identitas ini merupakan salah satu
ciri tertanamnya nilai mereka
pada organisasi. Tertanamnya nilai tersebut
hanya mungkin terjadi apabila
dalam organisasi itu terdapat
seperangkat nilai-nilai atau karakteristik yang terbentuk sesuai dengan visi
dan misi dari organisasi.
Berangkat dari
uraian di atas maka peneliti ini
ingin mengkaji lebih
mendalam tentang keterkaitan antara karakteristik individu, karakteristik
pekerjaan dan karakteristik organisasi yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar