Era Globalisasi dan inovasi teknologi telah mengubah paradigma
cara pengelolaan organisasi. Organisasi dewasa ini bergulir dengan perubahan evolusioner
melalui akselerasi perubahan teknologi, deregulasi, perubahan demografi, dan
tendensi kearah masyarakat jasa dan informasi. Konsekuensi logis terhadap
perubahan tersebut adalah mengubah lapangan permainan yang harus bersaing
secara lebih kompetitif, global dan pluralistik. Khususnya, mereka yang telah
secara dramatis menambah tingkat persaingan sesungguhnya yang telah mendunia dan
mendorong organisasi untuk menghadapi inovasi dan terus berubah sejalan dengan
perubahan teknologi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sehingga peranan pemimpin menuntut berbagai persyaratan
yang lebih komplek lagi, baik menyangkut kecerdasan intelegensial, emosional
dan kecerdasan spiritual sekaligus dibarengi dengan perubahan perilaku pemimpin
yang diharapkan secara signifikan mempengaruhi prestasi kerja pegawainya. Arah
tujuan internal maupun tujuan eksternal, dan menyelaraskan asset dan
keterampilan organisasi dengan kesempatan dan resiko yang dihadapkan oleh
lingkungan ditentukan oleh pemimpinnya. Pemimpin adalah ahli strategi yang
menetapkan tujuan organisasi. Seorang pemimpin mempunyai banyak cara untuk
mengembangkan organisasi yang dipimpinnya dan menciptakan berbagai metode
pendekatan untuk menghadapi orang yang dipimpinnya.
Sebagai seorang pemimpin, usaha untuk mencapai
sasaran yang telah ditetapkan tidaklah mudah. Ia harus mengelola dan
menggunakan kemampuan yang dimiliki. Setiap orang yang dilahirkan memiliki
kemampuan yang berbeda‑beda, tetapi pada dasarnya mereka memiliki tiga basic kemampuan yang sama yaitu
Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan spiritual pemimpin.
Perbedaan pengelolaan tiga basic
inilah yang akhirnya membuat seseorang berbeda dalam berpikir dan berperilaku
atau melakukan tindakan. Perbedaan pengelolaan ini pula yang dapat membuat
pemimpin berbeda-beda dalam menetapkan prestasi kerja pegawai mereka.
Banyak tokoh yang memberikan deskripsi bahwa seorang
pemimpin harus memiliki keahlian-keahlian tertentu antara lain adalah
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual pemimpin
seperti yang disampaikan oleh Patih Gadjah Mada; tokoh yang hidup pada abad 14
ini memberikan 15 sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin antara lain
Wicaksono Ngnoyo yang berarti memiliki kemampuan menganalisis dan mengambil
keputusan dan Sajjawaopasama yang berarti tidak sombong, rendah hati dan
manusiawi. Kedua hal ini sudah mewakili kecerdasan intelektual dan kecerdasan
emosional. Menurut Nawawi bahwa pemimpin harus memiliki beberapa hal antara
lain: mencintai kebenaran dan hanya takut kepada Allah SWT, dapat dipercaya,
bersedia dan mampu mempercayai orang lain dan memiliki kemampuan dalam
bidangnya dan berpandangan luas didasari kecerdasan (intelegensi) yang memadai.
Ketiga hal ini sudah mewakili kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual pemimpin. Prijosaksono juga
menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki beberapa Q, Q Pertama yaitu Q
Leader yang berarti kecerdasan atau intelligence
(seperti kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual), yang, berarti bahwa
pemimpin haruslah memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual yang
cukup tinggi. Begitu pula dengan mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Alwi
Shihab, beliau mengatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan
spiritual pemimpin. Kecerdasan ini penting sekali karena berpengaruh pada sikap
pemimpin itu pada dirinya sendiri dan orang lain. Oleh karena itu seorang
pemimpin harus mampu melihat sesuatu dibalik sebuah kenyataan empirik sehingga
ia mampu mencapai makna dan hakikat tentang manusia. Maka jelas bahwa seorang
pemimpin dalam memimpin dan memahami karyawannya dia dituntut untuk menggunakan
tiga basic kemampuan tersebut agar
mendapatkan hasil yang sempurna pula.
Kecerdasan intelektual yang hasil skornya biasa
disebut dengan IQ muncul dan menjadi isu besar pada awal abad kedua puluh.
Kecerdasan intelektual ini didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk
berpikir secara umum didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk berpikir
secara abstrak atau juga dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan pengalaman
seseorang untuk menyelesaikan suatu masalah. Sebagai seorang pemimpin, biasanya
dia menjadi tumpuan bagi orang dibawahnya atau orang yang dipimpinnya bila
organisasi mereka mengalami suatu permasalahan. Oleh karena itu kecerdasan
intelektual dibutuhkan bagi mereka yang menduduki posisi pemimpin.
Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Nawawi
(2004 : 58) bahwa seorang pemimpin harus memenuhi beberapa kriteria antara lain
ahli dibidangnya dan berpandangan luas didasari oleh kecerdasan (inteligensi)
yang memadai. Dengan pengetahuan, pengalaman dan pengetahuan yang memadai,
seorang pemimpin akan memiliki wawasan yang cukup luas dalam menghadapi
berbagai masalah. Kemampuan tersebut tidak saja berguna dalam melaksanakan
pekerjaan dibidangnya, tetapi juga akan meningkatkan efisiensi tugas prestasi kerja pegawainya. Efisiensi itu
dapat terwujud karena usahanya memberikan bimbingan, pengarahan dan pengawasan
akan terarah dan berkualitas.”
J. Slikboer dalam Winardi (2000 : 16) juga memberikan
penegasan bahwa seorang organisator sebagai pemimpin yang tidak memiliki
kecerdasan yang baik, tidak akan berhasil dalam pekerjaannya.
Pada pertengahan 1990-an,
Daniel Goleman memunculkan teori baru
tentang adanya El atau Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman berpendapat
bahwa IQ hanya menyumbang 20 persen bagi kesuksesan hidup, sisanya adalah
kombinasi beragam faktor yang salah satunya adalah kecerdasan emosi atau lebih
sering kita dengar dengan nama EI dan hasil pengukurannya disebut dengan EQ. EI
atau kecerdasan emosi didefinisikan oleh Goleman sebagai kemampuan mengenali
perasaan sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri,
kemampuan mengelola emosi dan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan
orang lain. Kecerdasan emosi dibangun di saraf-saraf emosi di otak manusia, dan
jika saraf emosi tidak berkembang dengan baik maka seseorang akan kehilangan
daya empati dan daya sosialisasi diri. Cukup banyak orang yang memiliki IQ
diatas rata-rata tapi banyak diantara mereka yang tidak berhasil dalam
kehidupan pribadi maupun dalam pekerjaannya, serta banyak pula orang yang
memiliki IQ biasa-biasa saja tapi mereka bisa berhasil menjadi orang sukses
dalam pekerjaan dan kariernya; sebaliknya mereka yang memiliki IQ yang tinggi
justru tidak bisa sukses dalam pekerjaan dan karirnya. Hal ini bisa dikarenakan
mereka kurang memiliki variabel-variabel yang ada dalam EQ-nya antara lain
adalah kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan
sosial. Jadi EQ juga memiliki peranan yang penting dalam membangun hubungan yang
efektif antara manusia juga sekaligus memiliki peran dalam meningkatkan
kinerja.
Pemahaman tentang esensial
perilaku kepemimpinan menjadi semakin krusial, ketika banyak orang menyadari
bahwa keberhasilan dari organisasi sangatlah tergantung pada pemimpin dan
Perilaku Kepemimpinan yang dimilikinya. Paradigma-paradigma
yang membentuk dan memperkokoh “dimensi Perilaku Kepemimpinan” terus berubah
dan berkembang. Semakin dimensi Perilaku Kepemimpinan itu diposisikan dalam era
pluralitas akibat arus globalisasi dan modernisasi, maka arti dan nilai dari
Perilaku Kepemimpinan akan semakin hakiki dan menjadi fokus perhatian.
Pemimpin dan
Perilaku Kepemimpinan yang mampu memandang dan mengantisipasi,
menyelesaikan sebuah problematik bahkan menang atas pertarungan, itulah yang dibutuhkan.
Hanya organisasi yang mampu
melakukan perbaikan terus-menerus (continous
improvement) yang mampu untuk berkembang. Sebaliknya organisasi yang merasa
puas dengan dirinya dan mempertahankan status
quo akan tenggelam dan selanjutnya tinggal menunggu saat-saat kematiannya.
Locke (1997) melukiskan Perilaku
Kepemimpinan sebagai suatu proses membujuk (including)
orang-orang lain menuju sasaran bersama. Nilai yang terkandung dalam sebuah
definisi Perilaku Kepemimpinan menandakan bahwa pemimpin yang efektif adalah
pemimpin yang dapat menyakinkan bawahan akan visinya dan juga meyakinkan bahwa
mereka mempunyai andil untuk mengimplementasikan visi itu serta menggerakkan
dan mempengaruhi bawahan untuk melaksanakan pekerjaan dalam mencapai tujuan bersama.
Tidak
sebatas pada sebuah interaksi pemimpin dan bawahan saja, pemimpin
juga harus menyadari bahwa usaha yang dilakukan oleh seorang pegawai melalui
organisasi, pada dasarnya tertuju pada pemenuhan kebutuhan hidupnya sebagai
manusia, (Nawawi, 2000). Dengan kata lain, kemampuan untuk memenuhi
kebutuhannya merupakan persyaratan penting dalam menempatkan pegawai pada
kedudukan sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia.
Pemimpin
yang mengakui dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia akan diliputi
oleh nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi, yang menyadari sungguh-sungguh bahwa
kebutuhan pegawainya tidak terbatas pada kebutuhan yang bersifat kebendaan,
betapapun pentingnya kebutuhan itu, tetapi lebih dari itu terdapat juga
kebutuhan yang bersifat politik, sosial budaya, kebutuhan prestise dan
kebutuhan untuk memperoleh
kesempatan mengembangkan potensi
terpendam yang terdapat dalam dirinya. (Siagiaan S, 1995)
Analisis
Pearce et al, (2002) menyebutkan lima
strategi perilaku pemimpin (aversif, direktif, transaksional, transformasional
dan pemberdayaan pegawai), yang dapat digunakan oleh seorang pemimpin untuk
mencapai efektifitas organisasi.
Nilai
yang terkandung dari masing-masing
Perilaku Kepemimpinan ini berbeda satu dengan lainnya, meskipun pada
dasarnya setiap Perilaku Kepemimpinan
merupakan perilaku yang dimiliki pemimpin dalam hubungan dengan bawahan,
termasuk di dalamnya pemimpin berlandaskan dirinya pada tujuan organisasi serta
visi dan misi dari organisasi.
Setiap organisasi baik itu
organisasi yang bersifat profit oriented
maupun yang non profit oriented tidak
terlepas dari adanya kegiatan prestasi
kerja pegawai. Kegiatan prestasi kerja
pegawai ini dapat mengantar sebuah organisasi untuk mencapai target yang
diharapkan, karena itu keberhasilan suatu organisasi juga tidak lepas dari
seorang pemimpin. Dalam sebuah organisasi besar ada banyak pemimpin yang
terlibat untuk kemajuan organisasi tersebut. Masing-masing pemimpin tersebut
memiliki prestasi kerja pegawai sendiri-sendiri dan berbeda-beda antara
pemimpin yang satu dengan yang lain.
Prestasi kerja pegawai merupakan kegiatan
orang lain menuju pada pencapaian sasaran, sehingga seorang pemimpin dapat
didefinisikan sebagai seseorang yang mampu mempengaruhi orang lain dengan
berhasil agar berusaha mencapai sasaran. Pemimpin yang efektif dapat memperoleh
kerjasama lewat kompetensi, pendekatan pribadi dan manajemen dalam menangani
orang. Pemimpin dapat sangat mahir dalam pengertian menyelesaikan sesuatu
pekerjaan atau pengertian hubungan dengan orang. Pada dasarnya efektivitas
tergantung pada berbagai gaya dalam situasi apapun serta derajat prestasi kerja pegawai yang dijalankan.
Efektivitas prestasi kerja pegawai
seseorang dapat bergantung dari hubungan antara pemimpin kepada bawahan dan pekerjaan
yang diselesaikan.
Nampak jelas bahwa
keahlian-keahlian sang pemimpin sesuai dengan peranannya, yang berpusat pada
manusia. Timpe ( 1993) dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan menyatakan
bahwa deskripsi pekerjaan pemimpin juga merefleksikan pendekatan prestasi kerja pegawai yang berorientasi pada
proses. Kompetensi paling penting yang harus dimiliki oleh pemimpin yang
menginginkan perubahan yang baik adalah mengerti tentang sifat alamiah manusia
dan berbagai kebutuhan mereka di tempat kerja. Di samping itu pemimpin juga
harus memiliki kemampuan berkomunikasi, melatih, membimbing, membina,
memotivasi, dan menggambarkan visi dan nilai-nilai organisasi dalam perilaku
pribadinya. Tetapi keberhasilan pemimpin lebih diekspresikan pada bagaimana dia
bisa memenuhi tanggung jawabnya untuk memberikan dorongan semangat pada timnya
atau bawahannya agar meraih standar-standar kualitatif dan kuantitatif, bukan
menekankan tanggung jawab dalam memenuhi tanggung jawab untuk meraih tujuan
pribadi. Dengan kata lain bahwa pemimpin yang menginginkan perubahan yang baik
adalah memfokuskan perhatiannya pertama pada manusia baru kemudian pada
hasil-hasilnya, dengan daya prestasi
kerja pegawai yang dirasa sesuai.
Prestasi kerja pegawai memiliki kaitan yang
erat dengan kecerdasan emosional, karena sebenarnya tugas dasar seorang
pemimpin adalah memancing tumbuhnya peranan yang positif dalam diri orang-orang
yang dipimpinnya. Hal ini akan terjadi jika seorang pemimpin menciptakan resonance – sumber sifat-sifat positif
yang mampu menggerakkan orang untuk mengeluarkan upaya terbaiknya. Oleh karena
itu pada pokoknya tugas dasar prestasi
kerja pegawai bersifat emosi, atau dengan kata lain pemimpin menentukan standar
emosi. Semakin besar keterampilan seorang pemimpin dalam menularkan emosinya,
akan semakin kuat penyebarannya. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Goleman,
dkk (2005: 5). Di dalam setiap
kelompok orang, pemimpin mempunyai daya maksimal untuk ‘memainkan’ emosi setiap
orang. Jika emosi orang-orang didorong ke arah antusiasme, kinerja akan
meningkat. Efek ini disebut dengan resonance;
jika orang-orang didorong ke arah kebencian dan kecemasan, kinerja akan
merosot. Efek ini disebut dengan dissonance.”
IQ dan EQ saja belum cukup
untuk seorang dapat menjadi pemimpin yang sukses dengan prestasi kerja pegawai
yang mereka yakini benar, ada satu hal lagi yang bisa mendorong seorang
pemimpin sukses dengan metode atau prestasi kerja pegawai yang mereka gunakan
yaitu Spiritual Intelligence yang
hasil pengukurannya disebut dengan Spiritual
Quotient atau SQ. Teori ini muncul pada akhir abad kedua puluh. SQ
merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai,
yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna
yang lebih luas dan kaya, dan juga merupakan kecerdasan untuk menilai bahwa
tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang
lain. SQ ini merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ
secara efektif. Bahkan, menurut Danah Zohar dan Ian Marshall (2000) mengatakan
bahwa SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.
Spiritualisme terbukti
mampu membawa individu menuju tangga kesuksesan dan berperan besar dalam
menciptakan beberapa orang menjadi powerful
leader. Pengusaha-pengusaha sukses seperti Bill Gates dan Michael Dell
merupakan orang terkaya sejagat karena bisnis software-nya telah menguasai dunia dan pebisnis-pebisnis kenamaan
lainnya, menarik kesimpulan dari hasil diskusi yang mereka lakukan selama 2
hari mengenai bagaimana nilai-nilai spiritual yang mampu membantu mereka
menjadi “powerful leader”. Hasil
diskusi tersebut menyepakati bahwa: (Agustin, 2004: 5)
Paham spiritualisme mampu
menghasilkan lima hal, yaitu: Integritas
atau kejujuran, Energi atau semangat, Inspirasi atau ide dan inisiatif, Wisdom atau bijaksana dan Keberanian dalam mengambil keputusan
Ketiga basic
kemampuan yang telah diuraikan di atas yang meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual pemimpin tersebut seharusnya digunakan
secara integrasi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pemimpin yang hanya
menggunakan kecerdasan intelektual saja dia akan dibenci oleh bawahannya karena
tidak pernah memahami perasaan bawahannya. Begitupula pemimpin yang hanya
menggunakan kecerdasan emosional ataupun kecerdasan spiritual pemimpin saja
mungkin juga akan mendapatkan masalah dengan bawahannya karena adanya
ketidakcocokan dengan bawahannya. Oleh karena itu perlu adanya sinergi potensi kecerdasan
baik kecerdasan intelektual, emosional maupun spiritual yang terintegrasi untuk
mencetak pemimpin yang sukses dengan prestasi kerja pegawai yang tepat.
Inspektorat merupakan salah satu bagian dari
organisasi Pemerintahan di Daerah Kabupaten Probolinggo. Badan ini mempunyai
tugas dalam menyelenggarakan sebuah tugas pemerintahan di bidang pengawasan di Daerah
Kabupaten Probolinggo, sebagaimana dalam menjalankan tugasnya masih
terbagi-bagi lagi berdasarkan bidang dan sub bidang.
Inspektorat Daerah Kabupaten Probolinggo memiliki
tugas untuk merumuskan dan melaksanakan pengawasan kebijakan dan standarisasi
teknis sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh menteri berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan fungsi dan tugas pokok, juga meninjau
kembali visi dan misinya maka Inspektorat Daerah Kabupaten Probolinggo memikul
beban tugas yang berat. Tuntutan masyarakat pun semakin kompleks dan selalu
menginginkan transparansi dalam segala hal. Hal ini menambah beban tersendiri
bagi orang yang bekerja disini. Oleh karena itu diperlukan sumber daya manusia
yang benar-benar kompeten agar dapat menjalankan tugas sebagaimana mestinya
sehingga dapat mencapai target yang ditetapkan, khususnya yang menjabat sebagai
pemimpin. Kompetensi ini bisa diukur dari beberapa hal, dan demi sempurnanya
kompetensi ini maka aspek kecerdasan yang terdiri dari kecerdasan intelektual, kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual pemimpin merupakan hal mutlak yang harus
dimiliki oleh karyawan dan pemimpin. Disamping itu tuntutan perubahan perilaku
pemimpin baik perilaku transformasional dan transaksional di Inspektorat Daerah
Kabupaten Probolinggo. Kecerdasan
intelektual harus dimiliki karena mereka akan selalu dihadapkan pada suatu
permasalahan yang menuntut pemecahan dengan segera. Kecerdasan emosional
berkaitan dengan pekerjaan yang menuntut untuk selalu berhubungan dengan orang
lain, dan dalam berhubungan ini dituntut kematangan emosi untuk memahami orang lain.
Kecerdasan spiritual pemimpin dibutuhkan sebagai penyempurna dari intelektual
dan emosional yang dimiliki, serta untuk menjaga serta menempatkan perilaku dan
hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan bermakna sehingga tidak
terjerumus pada hal-hal yang negatif. Yang berimplikasi pada perubahan perilaku
pemimpin baik perilaku transformasional dan transaksional Dengan beberapa aspek
kecerdasan yang dimiliki oleh seorang pemimpin dan apakah dapat mempengaruhi prestasi
kerja pegawai yang akan digunakan oleh pemimpin dalam memimpin organisasinya?
Berdasarkan uraian di atas,
maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Kecerdasan dan perilaku
pemimpin terhadap Prestasi kerja pegawai di Inspektorat Daerah Kabupaten Probolinggo.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar