PENGARUH PRESTASI KERJA DAN IMBALAN EKSTRINSIK TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI (370)

 

Suatu organisasi dalam melakukan kegiatan usahanya baik yang bergerak di bidang jasa ataupun barang berusaha untuk mencapai suatu tujuan. Bagi organisasi yang profit oriented, tujuan utamanya adalah untuk memperoleh keuntungan optimal. Pencapaian keuntungan-dapat diperoleh dengan jalan peningkatan produktivitas kerja. Aspek penting dalam rangka  peningkatan produktivitas kerja adalah pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), karena manusia sebagai unsur yang merencanakan, mengelola, mengatur dan mengendalikan operasional perusahaan/organisasi. Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) dalam suatu perusahaan/organisasi terdiri dari pimpinan dan orang-orang yang dipimpinnya atau dalam hal ini adalah pegawai.

Pegawai pada suatu organisasi tentunya mempunyai prestasi kerja yang sangat beraneka ragam. Ada yang prestasinya tinggi, sedang, bahkan ada pegawai yang mempunyai prestasi kerja rendah. Apabila perusahaan/organisasi menginginkan pegawainya mempunyai prestasi tinggi maka perlu adanya motivasi dari pimpinan maupun pihak, perusahaan/organisasi. Salah satu cara memotivasi pegawai adalah dengan memberikan imbalan (gaji, tunjangan, bonus) yang sesuai dengan prestasinya. Jadi jika prestasi pegawai tinggi maka pegawai tersebut akan memperoleh gaji, tunjangan, bonus yang tinggi pula. Adanya imbalan yang sesuai dengan prestasinya, maka pegawai akan merasakan kepuasan dalam bekerja.

Suatu organisasi menggunakan berbagai sistem imbalan untuk menarik seseorang agar rnau bergabung, mempertahankan pegawai dan memotivasinva guna mencapai tujuan pribadi dan organisasi. Kalau organisasi  dapat mengembangkan dan menyampaikan imbalan dengan efektif, sistem imbalan dapat membuat pekerjaan menjadi lebih menantang dan memuaskan. Imbalan juga mempunyai akibat pada prestasi dan perilaku (Gibson dkk, 1996).

Pentingnya imbalan sebagai salah satu indikator kepuasan dalam bekerja sulit ditaksir, karena pandangan-pandangan pegawai mengenai uang atau imbalan langsung nampaknya sangat subyektif dan mungkin merupakan sesuatu yang khas dalam kehidupan industri (Fraser, 1992). Kepuasan seseorang tergantung pada penilaian subyektifnya terhadap hubungan antara rasio usaha/imbalannya dengan rasio usaha/imbalan orang lain dalam situasi yang sama (Gibson dkk, 1996). Keadilan tentang imbalan bagi seorang pegawai sangat ditentukan oleh pandangan pegawai yang bersangkutan mengenai dirinya sendiri. Dugaan adanya ketidakadilan dalam upah dan gaji merupakan salah satu sumber perselisihan dan semangat rendah yang paling berbahaya dalam suatu organisasi (Strauss dan Sayles, 1996).

Siswanto (1997) menyatakan bahwa sistem imbalan dapat memainkan peranan dalam meningkatkan motivasi pegawai untuk bekerja lebih efektif, meningkatkan produktivitas dalam perusahaan/organisasi, mengimbangi kekurangan‑ kekurangan komitmen apabila imbalan selayaknya dikaitkan dengan prestasi  kerja yang dimiliki oleh pegawai yang bersangkutan.

Pegawai yang memperoleh imbalan sesuai dengan prestasi kerjanya akan merasakan kepuasan. Kepuasan kerja itu perlu untuk memelihara pegawai, agar lebih tanggap terhadap lingkungan motivasional yang diciptakan. Strauss dan Sayles (1996) menyatakan bahwa kepuasan kerja itu penting untuk aktualisasi diri. Pegawai yang tidak memperoleh kepuasan kerja, tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada gilirannya akan rnejadi frustasi. Pegawai seperti ini akan sering melamun, mempunyai semnagat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang dilakukan.

Kepuasan kerja perlu mendapat perhatian dalam suatu organisasi karena kepuasan kerja dapat memperigaruhi, tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan-keluhan dan masalah-masalah yang lainnya (Handoko, 1996). Dalam suatu organisasi, salah satu gejala yang paling meyakinkan dari kurang stabilnya suatu organisasi adalah rendahnya kepuasan kerja. Bentuk yang paling ekstrim seperti pemogokan kerja, pelambanan kerja, mangkir dan tingkat keluarnya pegawai. Gejala itu mungkin juga merupakan bagian dari keluhan-keluhan pegawai. Sebaliknya kepuasan kerja yang tinggi merupakan tanda suatu organisasi yang dikelola dengan baik dan pada dasarnya merupakan hasil manajemen  perilaku yang efektif (Davis, 1996).

Masalah kepuasan kerja bukanlah hal yang sederhana, baik dalam arti konsep maupun dalam arti analisisnya, karena kepuasan mempunyai konotasi yang beraneka ragam. Untuk itu banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kepuasan kerja pegawai. Beberapa hasil studi mengungkapkan  bahwa sistem imbalan merupakan aspek yang menstimulir terjadinya pemogokan pegawai sebagai cermin ketidakpuasannya. Bahkan dalam kenyataan sekarang ini terjadinya pemogokan pegawai dan demonstrasi pegawai disebabkan pegawai merasakan ketidakpuasan atas imbalan­imbalan yang diterima. Pegawai mulai membandingkan imbalan yang diterima dengan yang diterima prang lain, membandingkan apa yang diharapkan dengan apa yang diterimanya dan akhirnya timbul perasaan puas dan tidak puas.

Prestasi yang lebih baik akan menimbulkan imbalan ekonomi, sosiologis dan psikologis yang lebih tinggi. Apabila imbalan itu dipandang pantas dan adil, maka timbul kepuasan yang lebih besar karena pegawai merasa bahwa mereka menerima imbalan sesuai dengan prestasinya (Davis, 1981)

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada dan berbagai teori yang mendukung, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang "Pengaruh Prestasi Kerja dan Imbalan Ekstrinsik terhadap Kepuasan Kerja". Penelitian yang peneliti lakukan merupakan penelitian studi kasus pada pegawai bagian umum pemerintah daerah kabupaten Probolinggo. Penelitian ini menggunakan dua variabel independen, yaitu prestasi kerja pegawai dan imbalan ekstriksik dan satu variabel dependen, yaitu kepuasan kerja.

 

Klik Download Untuk mendapatkan File Lengkap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download Tesis Gratis

Cara Seo Blogger