PENGARUH KECERDASAN DAN PERILAKU PEMIMPIN TERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI DI... (377)

 

Era Globalisasi dan inovasi teknologi telah mengubah paradigma cara pengelolaan organisasi. Organisasi dewasa ini bergulir dengan perubahan evolusioner melalui akselerasi perubahan teknologi, deregulasi, perubahan demografi, dan tendensi kearah masyarakat jasa dan informasi. Konsekuensi logis terhadap perubahan tersebut adalah mengubah lapangan permainan yang harus bersaing secara lebih kompetitif, global dan pluralistik. Khususnya, mereka yang telah secara dramatis menambah tingkat persaingan sesungguhnya yang telah mendunia dan mendorong organisasi untuk menghadapi inovasi dan terus berubah sejalan dengan perubahan teknologi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Sehingga peranan pemimpin menuntut berbagai persyaratan yang lebih komplek lagi, baik menyangkut kecerdasan intelegensial, emosional dan kecerdasan spiritual sekaligus dibarengi dengan perubahan perilaku pemimpin yang diharapkan secara signifikan mempengaruhi prestasi kerja pegawainya. Arah tujuan internal maupun tujuan eksternal, dan menyelaraskan asset dan keterampilan organisasi dengan kesempatan dan resiko yang dihadapkan oleh lingkungan ditentukan oleh pemimpinnya. Pemimpin adalah ahli strategi yang menetapkan tujuan organisasi. Seorang pemimpin mempunyai banyak cara untuk mengembangkan organisasi yang dipimpinnya dan menciptakan berbagai metode pendekatan untuk menghadapi orang yang dipimpinnya.

Sebagai seorang pemimpin, usaha untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan tidaklah mudah. Ia harus mengelola dan menggunakan kemampuan yang dimiliki. Setiap orang yang dilahirkan memiliki kemampuan yang berbeda‑beda, tetapi pada dasarnya mereka memiliki tiga basic kemampuan yang sama yaitu Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan spiritual pemimpin. Perbedaan pengelolaan tiga basic inilah yang akhirnya membuat seseorang berbeda dalam berpikir dan berperilaku atau melakukan tindakan. Perbedaan pengelolaan ini pula yang dapat membuat pemimpin berbeda-beda dalam menetapkan prestasi kerja pegawai mereka.

Banyak tokoh yang memberikan deskripsi bahwa seorang pemimpin harus memiliki keahlian-keahlian tertentu antara lain adalah kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual pemimpin seperti yang disampaikan oleh Patih Gadjah Mada; tokoh yang hidup pada abad 14 ini memberikan 15 sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin antara lain Wicaksono Ngnoyo yang berarti memiliki kemampuan menganalisis dan mengambil keputusan dan Sajjawaopasama yang berarti tidak sombong, rendah hati dan manusiawi. Kedua hal ini sudah mewakili kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Menurut Nawawi bahwa pemimpin harus memiliki beberapa hal antara lain: mencintai kebenaran dan hanya takut kepada Allah SWT, dapat dipercaya, bersedia dan mampu mempercayai orang lain dan memiliki kemampuan dalam bidangnya dan berpandangan luas didasari kecerdasan (intelegensi) yang memadai.

Ketiga hal ini sudah mewakili kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual pemimpin. Prijosaksono juga menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki beberapa Q, Q Pertama yaitu Q Leader yang berarti kecerdasan atau intelligence (seperti kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual), yang, berarti bahwa pemimpin haruslah memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual yang cukup tinggi. Begitu pula dengan mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Alwi Shihab, beliau mengatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan spiritual pemimpin. Kecerdasan ini penting sekali karena berpengaruh pada sikap pemimpin itu pada dirinya sendiri dan orang lain. Oleh karena itu seorang pemimpin harus mampu melihat sesuatu dibalik sebuah kenyataan empirik sehingga ia mampu mencapai makna dan hakikat tentang manusia. Maka jelas bahwa seorang pemimpin dalam memimpin dan memahami karyawannya dia dituntut untuk menggunakan tiga basic kemampuan tersebut agar mendapatkan hasil yang sempurna pula.

Kecerdasan intelektual yang hasil skornya biasa disebut dengan IQ muncul dan menjadi isu besar pada awal abad kedua puluh. Kecerdasan intelektual ini didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk berpikir secara umum didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk berpikir secara abstrak atau juga dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan suatu masalah. Sebagai seorang pemimpin, biasanya dia menjadi tumpuan bagi orang dibawahnya atau orang yang dipimpinnya bila organisasi mereka mengalami suatu permasalahan. Oleh karena itu kecerdasan intelektual dibutuhkan bagi mereka yang menduduki posisi pemimpin.

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Nawawi (2004 : 58) bahwa seorang pemimpin harus memenuhi beberapa kriteria antara lain ahli dibidangnya dan berpandangan luas didasari oleh kecerdasan (inteligensi) yang memadai. Dengan pengetahuan, pengalaman dan pengetahuan yang memadai, seorang pemimpin akan memiliki wawasan yang cukup luas dalam menghadapi berbagai masalah. Kemampuan tersebut tidak saja berguna dalam melaksanakan pekerjaan dibidangnya, tetapi juga akan meningkatkan efisiensi tugas  prestasi kerja pegawainya. Efisiensi itu dapat terwujud karena usahanya memberikan bimbingan, pengarahan dan pengawasan akan terarah dan berkualitas.”

J. Slikboer dalam Winardi (2000 : 16) juga memberikan penegasan bahwa seorang organisator sebagai pemimpin yang tidak memiliki kecerdasan yang baik, tidak akan berhasil dalam pekerjaannya.

Pada pertengahan 1990-an, Daniel Goleman memunculkan teori baru  tentang adanya El atau Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman berpendapat bahwa IQ hanya menyumbang 20 persen bagi kesuksesan hidup, sisanya adalah kombinasi beragam faktor yang salah satunya adalah kecerdasan emosi atau lebih sering kita dengar dengan nama EI dan hasil pengukurannya disebut dengan EQ. EI atau kecerdasan emosi didefinisikan oleh Goleman sebagai kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengelola emosi dan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi dibangun di saraf-saraf emosi di otak manusia, dan jika saraf emosi tidak berkembang dengan baik maka seseorang akan kehilangan daya empati dan daya sosialisasi diri. Cukup banyak orang yang memiliki IQ diatas rata-rata tapi banyak diantara mereka yang tidak berhasil dalam kehidupan pribadi maupun dalam pekerjaannya, serta banyak pula orang yang memiliki IQ biasa-biasa saja tapi mereka bisa berhasil menjadi orang sukses dalam pekerjaan dan kariernya; sebaliknya mereka yang memiliki IQ yang tinggi justru tidak bisa sukses dalam pekerjaan dan karirnya. Hal ini bisa dikarenakan mereka kurang memiliki variabel-variabel yang ada dalam EQ-nya antara lain adalah kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial. Jadi EQ juga memiliki peranan yang penting dalam membangun hubungan yang efektif antara manusia juga sekaligus memiliki peran dalam meningkatkan kinerja.

Pemahaman tentang esensial perilaku kepemimpinan menjadi semakin krusial, ketika banyak orang menyadari bahwa keberhasilan dari organisasi sangatlah tergantung pada pemimpin dan Perilaku Kepemimpinan yang dimilikinya. Paradigma-paradigma yang membentuk dan memperkokoh “dimensi Perilaku Kepemimpinan” terus berubah dan berkembang. Semakin dimensi Perilaku Kepemimpinan itu diposisikan dalam era pluralitas akibat arus globalisasi dan modernisasi, maka arti dan nilai dari Perilaku Kepemimpinan akan semakin hakiki dan menjadi fokus perhatian.

Pemimpin dan  Perilaku Kepemimpinan yang mampu memandang dan mengantisipasi, menyelesaikan sebuah problematik bahkan menang atas pertarungan, itulah yang dibutuhkan. Hanya organisasi yang mampu melakukan perbaikan terus-menerus (continous improvement) yang mampu untuk berkembang. Sebaliknya organisasi yang merasa puas dengan dirinya dan mempertahankan status quo akan tenggelam dan selanjutnya tinggal menunggu saat-saat kematiannya.

Locke (1997) melukiskan Perilaku Kepemimpinan sebagai suatu proses membujuk (including) orang-orang lain menuju sasaran bersama. Nilai yang terkandung dalam sebuah definisi Perilaku Kepemimpinan menandakan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat menyakinkan bawahan akan visinya dan juga meyakinkan bahwa mereka mempunyai andil untuk mengimplementasikan visi itu serta menggerakkan dan mempengaruhi bawahan untuk melaksanakan pekerjaan dalam mencapai tujuan bersama.

Tidak sebatas pada sebuah interaksi pemimpin dan bawahan saja, pemimpin juga harus menyadari bahwa usaha yang dilakukan oleh seorang pegawai melalui organisasi, pada dasarnya tertuju pada pemenuhan kebutuhan hidupnya sebagai manusia, (Nawawi, 2000). Dengan kata lain, kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya merupakan persyaratan penting dalam menempatkan pegawai pada kedudukan sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia.

Pemimpin yang mengakui dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia akan diliputi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi, yang menyadari sungguh-sungguh bahwa kebutuhan pegawainya tidak terbatas pada kebutuhan yang bersifat kebendaan, betapapun pentingnya kebutuhan itu, tetapi lebih dari itu terdapat juga kebutuhan yang bersifat politik, sosial budaya, kebutuhan prestise dan kebutuhan untuk memperoleh kesempatan mengembangkan potensi terpendam yang terdapat dalam dirinya. (Siagiaan S, 1995)

Analisis Pearce et al, (2002) menyebutkan lima strategi perilaku pemimpin (aversif, direktif, transaksional, transformasional dan pemberdayaan pegawai), yang dapat digunakan oleh seorang pemimpin untuk mencapai efektifitas organisasi.

Nilai yang terkandung dari masing-masing  Perilaku Kepemimpinan ini berbeda satu dengan lainnya, meskipun pada dasarnya setiap  Perilaku Kepemimpinan merupakan perilaku yang dimiliki pemimpin dalam hubungan dengan bawahan, termasuk di dalamnya pemimpin berlandaskan dirinya pada tujuan organisasi serta visi dan misi dari organisasi.

Setiap organisasi baik itu organisasi yang bersifat profit oriented maupun yang non profit oriented tidak terlepas dari adanya kegiatan  prestasi kerja pegawai. Kegiatan  prestasi kerja pegawai ini dapat mengantar sebuah organisasi untuk mencapai target yang diharapkan, karena itu keberhasilan suatu organisasi juga tidak lepas dari seorang pemimpin. Dalam sebuah organisasi besar ada banyak pemimpin yang terlibat untuk kemajuan organisasi tersebut. Masing-masing pemimpin tersebut memiliki prestasi kerja pegawai sendiri-sendiri dan berbeda-beda antara pemimpin yang satu dengan yang lain.

 Prestasi kerja pegawai merupakan kegiatan orang lain menuju pada pencapaian sasaran, sehingga seorang pemimpin dapat didefinisikan sebagai seseorang yang mampu mempengaruhi orang lain dengan berhasil agar berusaha mencapai sasaran. Pemimpin yang efektif dapat memperoleh kerjasama lewat kompetensi, pendekatan pribadi dan manajemen dalam menangani orang. Pemimpin dapat sangat mahir dalam pengertian menyelesaikan sesuatu pekerjaan atau pengertian hubungan dengan orang. Pada dasarnya efektivitas tergantung pada berbagai gaya dalam situasi apapun serta derajat  prestasi kerja pegawai yang dijalankan. Efektivitas  prestasi kerja pegawai seseorang dapat bergantung dari hubungan antara pemimpin kepada bawahan dan pekerjaan yang diselesaikan.

Nampak jelas bahwa keahlian-keahlian sang pemimpin sesuai dengan peranannya, yang berpusat pada manusia. Timpe ( 1993) dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan menyatakan bahwa deskripsi pekerjaan pemimpin juga merefleksikan pendekatan  prestasi kerja pegawai yang berorientasi pada proses. Kompetensi paling penting yang harus dimiliki oleh pemimpin yang menginginkan perubahan yang baik adalah mengerti tentang sifat alamiah manusia dan berbagai kebutuhan mereka di tempat kerja. Di samping itu pemimpin juga harus memiliki kemampuan berkomunikasi, melatih, membimbing, membina, memotivasi, dan menggambarkan visi dan nilai-nilai organisasi dalam perilaku pribadinya. Tetapi keberhasilan pemimpin lebih diekspresikan pada bagaimana dia bisa memenuhi tanggung jawabnya untuk memberikan dorongan semangat pada timnya atau bawahannya agar meraih standar-standar kualitatif dan kuantitatif, bukan menekankan tanggung jawab dalam memenuhi tanggung jawab untuk meraih tujuan pribadi. Dengan kata lain bahwa pemimpin yang menginginkan perubahan yang baik adalah memfokuskan perhatiannya pertama pada manusia baru kemudian pada hasil-hasilnya, dengan daya  prestasi kerja pegawai yang dirasa sesuai.

 Prestasi kerja pegawai memiliki kaitan yang erat dengan kecerdasan emosional, karena sebenarnya tugas dasar seorang pemimpin adalah memancing tumbuhnya peranan yang positif dalam diri orang-orang yang dipimpinnya. Hal ini akan terjadi jika seorang pemimpin menciptakan ­resonance – sumber sifat-sifat positif yang mampu menggerakkan orang untuk mengeluarkan upaya terbaiknya. Oleh karena itu pada pokoknya tugas dasar  prestasi kerja pegawai bersifat emosi, atau dengan kata lain pemimpin menentukan standar emosi. Semakin besar keterampilan seorang pemimpin dalam menularkan emosinya, akan semakin kuat penyebarannya. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Goleman, dkk (2005: 5). Di dalam setiap kelompok orang, pemimpin mempunyai daya maksimal untuk ‘memainkan’ emosi setiap orang. Jika emosi orang-orang didorong ke arah antusiasme, kinerja akan meningkat. Efek ini disebut dengan resonance; jika orang-orang didorong ke arah kebencian dan kecemasan, kinerja akan merosot. Efek ini disebut dengan dissonance.

IQ dan EQ saja belum cukup untuk seorang dapat menjadi pemimpin yang sukses dengan prestasi kerja pegawai yang mereka yakini benar, ada satu hal lagi yang bisa mendorong seorang pemimpin sukses dengan metode atau prestasi kerja pegawai yang mereka gunakan yaitu Spiritual Intelligence yang hasil pengukurannya disebut dengan Spiritual Quotient atau SQ. Teori ini muncul pada akhir abad kedua puluh. SQ merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, dan juga merupakan kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ ini merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan, menurut Danah Zohar dan Ian Marshall (2000) mengatakan bahwa SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.

Spiritualisme terbukti mampu membawa individu menuju tangga kesuksesan dan berperan besar dalam menciptakan beberapa orang menjadi powerful leader. Pengusaha-pengusaha sukses seperti Bill Gates dan Michael Dell merupakan orang terkaya sejagat karena bisnis software-nya telah menguasai dunia dan pebisnis-pebisnis kenamaan lainnya, menarik kesimpulan dari hasil diskusi yang mereka lakukan selama 2 hari mengenai bagaimana nilai-nilai spiritual yang mampu membantu mereka menjadi “powerful leader”. Hasil diskusi tersebut menyepakati bahwa: (Agustin, 2004: 5)

Paham spiritualisme mampu menghasilkan lima hal, yaitu: Integritas atau kejujuran, Energi  atau semangat, Inspirasi atau ide dan inisiatif, Wisdom atau bijaksana dan Keberanian dalam mengambil keputusan

Ketiga basic kemampuan yang telah diuraikan di atas yang meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual pemimpin tersebut seharusnya digunakan secara integrasi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pemimpin yang hanya menggunakan kecerdasan intelektual saja dia akan dibenci oleh bawahannya karena tidak pernah memahami perasaan bawahannya. Begitupula pemimpin yang hanya menggunakan kecerdasan emosional ataupun kecerdasan spiritual pemimpin saja mungkin juga akan mendapatkan masalah dengan bawahannya karena adanya ketidakcocokan dengan bawahannya. Oleh karena itu perlu adanya sinergi potensi kecerdasan baik kecerdasan intelektual, emosional maupun spiritual yang terintegrasi untuk mencetak pemimpin yang sukses dengan prestasi kerja pegawai yang tepat.

Inspektorat merupakan salah satu bagian dari organisasi Pemerintahan di Daerah Kabupaten Probolinggo. Badan ini mempunyai tugas dalam menyelenggarakan sebuah tugas pemerintahan di bidang pengawasan di Daerah Kabupaten Probolinggo, sebagaimana dalam menjalankan tugasnya masih terbagi-bagi lagi berdasarkan bidang dan sub bidang.

Inspektorat Daerah Kabupaten Probolinggo memiliki tugas untuk merumuskan dan melaksanakan pengawasan kebijakan dan standarisasi teknis sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh menteri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan fungsi dan tugas pokok, juga meninjau kembali visi dan misinya maka Inspektorat Daerah Kabupaten Probolinggo memikul beban tugas yang berat. Tuntutan masyarakat pun semakin kompleks dan selalu menginginkan transparansi dalam segala hal. Hal ini menambah beban tersendiri bagi orang yang bekerja disini. Oleh karena itu diperlukan sumber daya manusia yang benar-benar kompeten agar dapat menjalankan tugas sebagaimana mestinya sehingga dapat mencapai target yang ditetapkan, khususnya yang menjabat sebagai pemimpin. Kompetensi ini bisa diukur dari beberapa hal, dan demi sempurnanya kompetensi ini maka aspek kecerdasan yang terdiri dari kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual pemimpin merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh karyawan dan pemimpin. Disamping itu tuntutan perubahan perilaku pemimpin baik perilaku transformasional dan transaksional di Inspektorat Daerah Kabupaten Probolinggo. Kecerdasan intelektual harus dimiliki karena mereka akan selalu dihadapkan pada suatu permasalahan yang menuntut pemecahan dengan segera. Kecerdasan emosional berkaitan dengan pekerjaan yang menuntut untuk selalu berhubungan dengan orang lain, dan dalam berhubungan ini dituntut kematangan emosi untuk memahami orang lain. Kecerdasan spiritual pemimpin dibutuhkan sebagai penyempurna dari intelektual dan emosional yang dimiliki, serta untuk menjaga serta menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan bermakna sehingga tidak terjerumus pada hal-hal yang negatif. Yang berimplikasi pada perubahan perilaku pemimpin baik perilaku transformasional dan transaksional Dengan beberapa aspek kecerdasan yang dimiliki oleh seorang pemimpin dan apakah dapat mempengaruhi prestasi kerja pegawai yang akan digunakan oleh pemimpin dalam memimpin organisasinya?

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Kecerdasan dan perilaku pemimpin terhadap Prestasi kerja pegawai di Inspektorat Daerah Kabupaten Probolinggo.”

 Klik Download Untuk mendapatkan File Lengkap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download Tesis Gratis

Cara Seo Blogger