PENGARUH FAKTOR INDIVIDU DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP PERILAKU KERJA PEGAWAI DI ... (375)

 

Dewasa ini, persaingan global telah dirasakan oleh berbagai organisasi/organisasi. Kondisi ini dirasakan, walaupun perdagangan bebas belum diberlakukan secara penuh antar negara baik dalam skup Asia maupun dalam dunia internasional.

Sebagian besar organisasi/organisasi di Indonesia, telah mempersiapkan diri dengan melakukan pembenahan di segala bidang, termasuk sumber daya yang dimilikinya. Tujuannya adalah agar dapat untuk tetap survive menghadapi berbagai perubahan di era-milenium ketiga ini, karena organisasi/organisasi-organisasi/organisasi yang mampu bertahan dan menang dalam persaingan adalah yang mampu mengelola segala sumber daya yang dimiliki (Djojonegoro, 1997).

Semakin kompetitifnya persaingan dalam dunia bisnis tersebut, mengharuskan organisasi/organisasi untuk dapat memiliki keunggulan dalam menghadapi persaingan (kompetitif advantages) yang sifatnya berkesinambungan.

Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci untuk membangun suatu keunggulan kompetitif yang berkesinambungan. (Gress & Pfeffer 1995), karena banyak diantara organisasi/organisasi yang mengalami penurunan usaha karena terpaku oleh kegiatan operasionalnya saja tanpa memperhatikan sumberdaya manusia yang dimiliki (Djojonegoro, 1997). Olen karena itu, dalam kehidupan berorganisasi manusia merupakan salah satu dimensi utama organisasi (Schermerhorn     , 1998, Indrawijaya 1998), dan menjadi pemeran sentral pendayagunaan sumber-sumber yang lain (Sujak, 1990). Ini berarti, bagaimana pun baiknya organisasi, lengkapnya sarana dan fasilitas kerja, semuanya tidak akan mempunyai arti tanpa adanya aktivitas manusia yang menyatu, menggunakan dan memeliharanya

Keefektifan suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan akan sangat dipengaruhi oleh kualitas dari anggota organisasi (Fieldmen & Arnold 1985), khususnya perilaku dari para anggota organisasi tersebut, atau dengan kata lain kinerja organisasi tergantung pada kinerja individu (Gibson et al. 1996).

Mengacu pada penjelasan tersebut, maka perilaku organisasi baik yang bersifat kelompok maupun individu akan memberikan kekuatan terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan, sebab apa yang dikerjakan manusia dalam organisasi dan perilakunya itu akan mempengaruhi kinerja organisasi (Nimran, 1996). Hal ini didasarkan oleh adanya pemikiran bahwa prestasi kerja individu akan memberikan kontribusi pada prestasi kelompok selanjutnya prestasi kelompok memberikan kontribusi pada prestasi organisasi.

Mengingat arti pentingnya kedudukan manusia dalam organisasi, maka seorang manager perlu kiranya untuk mempelajari dan memahami perilaku bawahannya dan mendorongnya demi pencapaian tujuan organisasi secara efektif (Nimran, 1996, Sujak, 1990; dan Anoraga, 1992). Hal ini disebabkan tugas manager adalah menyelesaikan urusan-urusan lewat orang lain (Robbins, 1996), dengan tugas utama bertanggungjawab atas pencapaian tujuan organisasi, kemudian melakukan evaluasi kinerja, serta membantu bawahannya agar lebih efektif dalam menjalankan tugasnya (Beer dan Ruh, 1991).

Pernyataan tersebut, dipertegas oleh E.A Johns yang menyatakan bahwa keberhasilan seorang pimpinan pada masa yang akan datang ditentukan oleh kemampuannya untuk mengenal perilaku .manusia (Johns dalam Indrawijaya 1988).

Berdasarkan penjelasan tersebut, pimpinan yang berkedudukan sebagai
pembina manusia, sangat dituntut integritas karakternya sebagai seorang pembina
yang harus mampu memandang orang-orangnya sebagai sumberdaya yang
penting yang akan menentukan kemajuan organisasinya. Kondisi yang demikian
akan menuntut konsekuensi logis kemampuan pimpinan yang harus dapat menciptakan suasana yang kondusif yang mampu memberikan kesempatan dan kemudahan kepada bawahannya untuk tumbuh, berkembang, serta berprestasi dalam suasana organisasi yang dinamis (Sujak, 1995).

Para pengelola suatu organisasi, terutama para pimpinan sangatlah penting untuk mengetahui perilaku individu atau pegawai sebagai anggota di dalam organisasinya, agar lebih mudah menggerakkan atau memotivasi mereka, bekerja mencapai prestasi atau kinerja yang tinggi (Mohyi, 1999).

Melalui pengenalan dan pemahaman terhadap perilaku kerja pegawai diharapkan akan bisa meramalkan, menjelaskan dan mengendalikan perilaku pegawai kearah yang dikehendaki (Gibson et. al., 1996), karma kekuatan sumberdaya manusia dibentuk oleh sifat dan karakter yang berbeda dari masing-masing individu, yang dituangkan dalam bentuk pandangan untuk mencapai tujuan organisasi/organisasi (Djojonegoro, 1997). Perbedaan antara seorang individu dengan individu lainnya, termasuk kemampuan dalam memecahkan masalah atau bagaimana mereka dapat menyesuaikan diri dengan perubahan.

Setiap individu (pekerja) yang bergabung dengan suatu organisasi harus menyesuaikan dengan lingkungan yang baru, orang baru. Bagaimana orang menyesuaikan diri pada situasi dan orang lain sangat tergantung pada bentuk psikologis dan latar belakang pribadi mereka. Setiap usaha untuk mempelajari mengapa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan dalam organisasi mensyaratkan beberapa pengertian mengenai perbedaan individual. Para pimpinan menghabiskan cukup banyak waktu untuk menilai kecocokan antara individu. tugas kerja, dan keefektifan. Baik karakteristik pimpinan ataupun bawahannya, akan mempengaruhi penilaian kinerjanya (Gibson el al., 1996). Tanpa adanya pegawai yang berprestasi tinggi, suatu organisasi/organisasi akan gagal mencapai tujuannya (Gress 1998; Pfeffer 1995).

Menurut Lewin dalam Lau (1.975), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kerja pegawai bisa berasal dari dalam diri pegawai itu sendiri (faktor individu) dan faktor yang ada diluar (budaya organisasi).

Djojonegoro (1997) mengemukakan bahwa untuk memberi pandangan yang sama bagi sumberdaya manusia dalam organisasi, perlu dibentuk suatu aturan main dalam bentuk budaya organisasi/organisasi sebagai pengikat dalam bertindak dan akan mencerminkan ciri khas dari organisasi, sehingga anggota organisasi seperti orang berbaris menuju satu tujuan. Karena budaya adalah sesuatu yang sangat kompleks dan luas dimana menyangkut antara lain perilaku, upacara, ritual, maupun kepercayaan.

Salah satu upaya yang perlu dilakukan guna meningkatkan kinerja organisasi agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif, efisien, terarah dan terencana adalah menyiapkan SDM yang profesional serta budaya organisasi/organisasi yang mendukung (Gress & Pfeffer 1995).

Bagi organisasi, budaya merupakan “harta” yang sangat berharga karena kemampuannya untuk mengarahkan perilaku para anggota organisasi ketujuan organisasi yang dikehendaki (Soetjipto dalam Usahawan, 1997).

Budaya organisasi itu bisa dirasakan keberadaannya melalui perilaku anggota/pegawai di dalam organisasi itu sendiri. Kebudayaan tersebut memberikan pola cara-cara berfikir, merasa, menanggapai dan menuntun para anggota organisasi dalam mengambil keputusan maupun kegiatan-kegiatan lainnya dalam organisasi. Oleh karena itu budaya organisasi akan berpengaruh pada perilaku individu serta kelompok di dalam organisasi, serta akan berpengaruh pula terhadap prestasi individu tersebut dan sekaligus secara bersama-sama akan berpengaruh pada efektif-tidaknya pencapaian tujuan suatu organisasi (Mohyi, 1999).

Peran budaya dalam mempengaruhi perilaku pegawai tampaknya dianggap semakin penting dalam dasawarsa 1990-an. Adanya rentang ketidali yang semakin lebar, didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim, dikuranginya formalisasi, dan diberi kuasanya pegawai oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya memastikan bahwa semua orang diarahkan ke arah yang sama (Robbins, 1996).

Budaya organisasi menjadi sangat berarti bagi kelangsungan hidup organisasi terutama bila dikaitkan dengan upaya organisasi untuk mengatasi berbagai masalah dalam adaptasi atas berbagai perkembangan dan perubahan eksternal dan integrasi terhadap kekuatan internal (Schein dalam Hatch, 1997).

Budaya dapat memiliki pengaruh yang bermakna pada sikap dan perilaku anggota-anggota organisasi, terutama karena budaya melakukan sejumlah fungsi dalam suatu organisasi. Pertama, budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya. Kedua, budaya membawa suatu rasa  identitas bagi anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan individual. Keempat, budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para pegawai. Akhirnya budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku pegawai (Robbins, 1996).

Ditinjau dari segi pengertiannya, budaya organisasi merupakan suatu pola yang unik dari asumsi, nilai dan norma yang membentuk aktivitas organisasi, bahasa, simbul dan perilaku. Seperti halnya setup kepribadian individual, suatu budaya organisasi memberikan suatu pola yang dapat diduga dan pengharapan yang mengacu mengacu pada; bagaimana memecahkan masalah, menemukan tujuan dan menghadapi pelanggan, bagaimana pegawai berpersepsi, berfikir dan perperasaan mengenai solusi yang telah digunakan diwaktu yang lalu untuk menghadapi berbagai masalah, bagaimana ganjaran dan hukuman yang ditentukan (Hellrigel & Slocum, 1996).

Budaya organisasi dapat membantu kinerja pegawai, karena menciptakan suatu tingkat motivasi yang luar biasa bagi pegawai untuk memberikan kemampuan terbaiknya dalam memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh organisasi. Barney dalam Lado & Wilson (1994) menyatakan nilai-nilai yang dianut bersama membuat pegawai secara nyaman bekerja, memiliki komitmen dan kesetiaan serta membuat pegawai berusaha lebih keras, meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja serta mempertahankan keunggulan kompetitif.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa perilaku kerja, pegawai dalam berorganisasi tidak hanya ditentukan oleh satu faktor saja, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor ini bisa berasal dari diri pribadi pegawai maupun dari faktor luar (Gibson et. al., 1996).

Hasil interaksi antara kedua variabel tersebut dalam organisasi tidak hanya berpengaruh terhadap perilaku kerja pegawai, tetapi juga berpengaruh terhadap kinerjanya (Gibson et. al., 1996). Steers (1985) menyatakan apabila interaksi antara individu dengan lingkungannya (dalam hal ini budaya organisasi) bisa berjalan dengan baik, maka akan diperoleh dua hasil perilaku kerja yang sama-sama penting. Pertama, keinginan individu untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Kedua, adanya keinginan individu untuk berkarya dalam kerja, dan akan memberikan sumbangannya bagi pencapaian tujuan organisasi.

 

Berkenaan dengan hal tersebut, maka penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai “Pengaruh Faktor Individu Dan Budaya Organisasi Terhadap Perilaku Kerja Pegawai di Sektretariat Daerah Bagian Penyusunan Program Kabupaten Probolinggo

 Klik Download Untuk mendapatkan File Lengkap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download Tesis Gratis

Cara Seo Blogger