PENGARUH KNOWLEDGE MANAGEMENT, KEMAMPUAN INDIVIDU TERHADAP KOMITMEN KERJA KARYAWAN KANTOR... (385. )

 

Era pengetahuan telah melahirkan Knowledge Management dan mendorong inovasi berkelanjutan terutama dalam informasi dan teknologi komunikasi. Inovasi teknologi informasi melipatgandakan kemampuan kita untuk menciptakan, mengorganisasikan, menggandakan, maupun melindungi human (intellectual) capital yang tidak dapat direplikasi oleh organisasi lain. Pengertian tidak sekedar Information Technology, tetapi juga Inspiration Technology, yang akan menstimulir gagasan-gagasan baru yang diperoleh akibat kemampuan teknologi yang terus bergulir dalam hal informasi dan komunikasi, selanjutnya menghasilkan berbagai inovasi baru (innovation Technology).

Menurut Nangoi (2004), pendekatan pengetahuan akan efektif bila organisasi memiliki kondisi yang sesuai dan menunjang perihal:

a.                 Strategi, struktur, visi yang mengandung unsur pengetahuan;

b.                Memperluas tenaga kerja berpendidikan tinggi, formal, dan spesialisasi (knowledge workers) karena pengetahuan pada dasarnya menembus dinding-dinding hierarkis organisasi;

c.                 Pendekatan pemerintahan berjangka panjang;

d.                Budaya belajar yang kuat, budaya keterbukaan;

e.                

1

 
Organisasi berbasis pengetahuan (knowledge–base / teaming organization) yang membiasakan karyawan dan manajemen berbagi pengetahuan.

f.                  Memperhatikan kepentingan stakeholder dan mengupayakan good corporate governance, karena banyak organisasi berbicara mengenai penerapan konsep-konsep manajemen modern seperti pemberdayaan dan good corporate governance, tetapi masih mempertahankan budaya tertutup. Akibatnya, konsep-konsep tersebut sekedar slogan.

g.                Demokratisasi di berbagai bidang kehidupan termasuk bidang jasa yang mendorong organisasi-organisasi untuk mengembangkan etika pelayanan.

h.                Organisasi perlu memperkuat kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi lingkungan organisasinya.

Knowledge (pengetahuan) sebagai basis dari penciptaan intellectual capital harus dibangun melalui pendekatan manajemen yang fokus kepada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995, dalam Tjakraatmadja dan Lantu, 2006,64), untuk menunjang era revolusi informasi, suatu organisasi perlu memiliki pengetahuan eksplisit (know how) dan pengetahuan tasit (know why) secara seimbang dan berkelanjutan. Tipe knowledge secara umum; pertama, masuk bidang spesialis IT (Departemen Teknologi Informasi) dengan sistem program dan database untuk mendesain dan implementasi, mengelola data, informasi dan knowledge yang dipelajari seluruh karyawan melalui budaya pembelajaran dan knowledge sharing; kedua, merupakan bidang spesialis Human Resource (Departeman SDM) melalui sistem dan proses belajar orang-orang dan Komitmen kerja yang dikelola, pemberian reward atau penghargaan bagi karyawan yang memberikan kontribusi knowledge berdaya terap di organisasi.

Namun, dalam penerapan di organisasi pemerintahan, sering dijumpai kesalahan dalam pemahaman konsep Manajemen Pengetahuan, yaitu disamakan dengan data dan informasi, menitikberatkan pada investasi dibidang teknologi informasi, yang dianggapnya itulah konsep manajemen pengetahuan. Akibatnya, organisasi cenderung melakukan pengeluaran yang tidak signifikan untuk hasil yang kecil. (Cropley, 1998).

Gambar berikut menjelaskan perbedaan antara data, information, knowledge, dan wisdom, dan perbedaan ini terjadi karena proses berpikir orang­-orang dalam organisasi menerapkannya. Data bisa menjadi informasi dalam cara kita mengorganisir data, dan menjadi knowledge saat kita menghubungkannya dengan informasi lain di dalam maupun di luar organisasi, knowledge menjadi wisdom saat kita menggunakan pengalaman untuk belajar apa yang kita kerjakan atau tidak, yang akhirnya memungkinkan kita membuat judgements.

Penelitian ini merupakan replikasi yang dikembangkan dari penelitian­-penelitian sebelumnya. Research gap penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang terpenting dapat dilihat dari variabel yang diangkat. Penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh Politic (2003), Xenikou dan Simosi (2006), Lopez et al., (2004), Park et al., (2004), Crawford (2005), Haryadi (2003), Ali dan Yusof (2004), Ensor et al., (2001), Hakim (2007), dan Prayudi (2006) meneliti variabel-variabel secara parsial dan dimodifikasi dengan variabel lain, sedangkan dalam penelitian ini memasukkan beberapa variabel tersebut untuk mengembangkan konsep manajemen pengetahuan yang masih jarang diteliti tetapi terkait erat dengan kemampuan individu serta kontribusi kedua variabel tersebut terhadap peningkatan komitmen karyawan. Data dianalisis menggunakan regresion analysis untuk mengetahui pengaruh langsung.

Subyek penelitian adalah karyawan di Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Probolinggo. Peneliti menjadikan organisasi market leader bidang komunikasi informasi dan pengetahuan, karena dianggap representative untuk menggambarkan bagaimana kemampuan individu berperan penting dalam peningkatan komitmen kerja karyawan. Manajemen pemerintahan terus melanjutkan transformasi untuk mendayagunakan sumberdaya, termasuk Sumber Daya Manusia (SDM) secara efektif sejalan dengan tuntutan persaingan dalam era deregulasi dan debirokrasi, dituntut untuk terus meningkatkan kreativitas dan inovasi yang signifikan.

Penelitian Ensor et at., (2001) pada organisasi-organisasi periklanan di UK, bahwa variabel-variabel dorongan organisasi, dorongan supervisi, dukungan kelompok kerja, kebebasan, Sumber daya yang memadai, pekerjaan yang menantang, tekanan beban kerja, halangan organisasional, rekrutmen dan pelatihan mendukung kreativitas dan penemuan pengetahuan yang mendorong kemampuan individu untuk berKomitmen kerja optimal dengan imbalan penghargaan. Mereka menginternalisasikan visi dalam budaya kerja yang dianut. Beban kerja yang berlebih justru dapat memacu anggota organisasi memunculkan ide-ide baru yang kreatif. Pada variabel halangan organisasional, tidak dijumpai adanya struktur organisasi yang kaku. Kesimpulannya, implementasi manajemen pengetahuan (knowledge management) berjalan efektif.

Implementasi manajemen pengetahuan membutuhkan kemampuan individu karyawannya untuk brainstorming dengan menciptakan kondisi atau suasana kompetitif yang positif dan memudahkan munculnya spontanitas kreatif untuk menciptakan sesuatu yang baru, mengembangkan secara berkesinambungan sumber daya manusia yang dimiliki sampai mencapai tingkat potensi tertinggi mereka.

Bass dan Avolio (1994), Avolio, Waldman, dan Yammarino (1991), yakni: (1) Individualized Consideration, (2) Intellectual Stimulation, (3) Inspiration-J Motivation, dan (4) Idealized Influence, dan mampu membangun perilaku manusia berbasis kultur organisasi pembelajar. Organisasi perlu terbuka dan rasa saling percaya terhadap gagasan dan pengetahuan baru melalui knowledge sharing dan pembelajaran yang memfasilitasi dialog serta menghargai setiap pemikiran dan inovasi yang berpengaruh terhadap komitmen individu dan selanjutnya meningkatkan Komitmen kerja organisasi.

Guna menjadi Full Service and Network Provider, Pemerintah Kabupaten Probolinggo khususnya Karyawan Sekretariat daerah  terus mengupayakan peningkatan kualitas SDM serta sistem kerjanya. Kebijakan pengembangan diarahkan pada peningkatan kompetensi dan Komitmen kerja, pencapaian kepuasan pelanggan, memaksimalisasi nilai organisasi, pengembangan pola pikir inovatif serta perilaku kompetitif. Dalam upaya menerapkan aspek transparansi dalam setiap pengambilan keputusan, beberapa contoh telah dicapai, melalui pengembangan infrastruktur informasi berupa intranet dan knowledge management. Khusus untuk knowledge management, merupakan sarana karyawan dalam menyampaikan berbagai informasi berupa tulisan, ide-ide, atau gagasan sehingga informasi tersebut dapat diakses oleh setiap karyawan. Untuk ide-ide atau inovasi yang bagus dan dapat direalisasikan, akan diberikan penghargaan oleh manajemen.

Kemampuan individu memainkan peranan penting dalam proses manajemen  dan akan semakin diperhatikan eksistensinya pada saat ini dan masa-masa yang akan datang dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat. Sebab keberhasilan organisasi dalam persaingan akan terwujud apabila keberadaan kemampuan individu mampu menghimpun, mengembangkan dan mempertahankan pegawai yang memiliki kemampuan, keahlian, pandangan kedepan dan pengalaman yang cukup untuk menggerakkan organisasi (Alwi, 2001:62-63).

Konsep yang meletakkan kemampuan individu sebagai elemen kunci untuk sukses harus mempertimbangkan keseimbangan antara apa yang dituntut oleh organisasi terhadap pegawainya dengan apa yang diberikan organisasi terhadap pegawainya. Sebab manusia sebagai pegawai di organisasi tersebut memainkan peranan penting dalam suatu organisasi untuk mencapai sukses, merupakan unsur pembangun, dapat menjadi staf yang baik, memiliki motivasi, aktif berperan serta dan mampu membuat komponen-komponen lain, secara bersama-sama menyajikan keberhasilan yang telah ditetapkan oleh tujuan organisasi. Tidak ada investasi yang dapat membuahkan keberhasilan yang baik kecuali jika para staf merupakan orang-orang yang terbaik di organisasi. Teknologi yang paling cemerlangpun tidak dapat beroperasi secara efektif tanpa keikutsertaan secara positif dan maksimal manusia sebagai pegawai di dalam organisasi (Cane, 1998:14).

Pada era globalisasi yang ditandai dengan adanya tiga hal seperti dikemukakan oleh Measelee, (1997), pertama perubahan sebagai hasil dari tekanan waktu dimana dalam proses ini terjadi proses seleksi alam bagi siapa yang bertindak lamban dalam mengantisipasi masa depan. Kedua, perbedaan (diversity) yang selalu menciptakan dua kondisi, yakni kesempatan sekaligus kekacauan baik yang berasal dari lingkungan internal maupun dari lingkungan eksternal, yang kekuatannya dapat dioptimalkan dengan menyeimbangkan antara keduanya dengan tanpa mengurangi kekuatan masing-masing melalui proses saling mengerti dan belajar dan ketiga adalah kompleksitas sebagai hasil dari kedua kondisi diatas (perubahan dan perbedaan), yang harus dihadapi oleh manajemen dengan kemampuan daya prediksi atas trend-trend yang akan terjadi di masa mendatang.

Adapun trend-trend yang dimaksud adalah, pertama terintegrasinya pasar. Kedua, formasi aliansi. Ketiga, perubahan stockholders dan keempat adalah ketidaklanggengan pemerintahan. Kondisi ini harus benar-benar disadari dan dipersiapkan secara profesional. Persiapan ini terutama pada faktor sumber daya manusia yang “mumpuni”, Lucas (1988) menunjukkan bahwa negara industri maju maupun negara industri baru dapat mempertahankan perkembangan ekonominya dalam jangka panjang karena memiliki mutu SDM yang baik. Hubungan positif antara perkembangan ekonomi dan kemampuan individu yang diindikasikan dengan peningkatan produktivitas, efisiensi dan nilai tambah dimana berperan secara signifikan diantaranya  teknologi dikemukakan oleh banyak ahli diantaranya Solow (1975), Romer (1990), Nort (1990 ) dan Crosby (1980).

Mustopadidjaja (1997) lebih lanjut menegaskan bahwa kemampuan individu merupakan indikator yang secara internasional diakui sebagai indikator keberhasilan pembangunan dan merupakan faktor yang memberikan kontribusi kuat bagi adanya perilaku bertanggung jawab dan berkesinambungan, sekaligus merupakan penentu bagi keberhasilan pembangunan ekonomi. Strategi dasar dalam hal ini adalah pendidikan, yang akan menghasilkan SDM berkualitas. Strategi dasar pendidikan merupakan jawaban yang tepat dalam menghadapi era globalisasi, terlebih dalam kondisi krisis seperti yang terjadi saat ini. Hal tersebut dibuktikan oleh Korea Selatan, Malaysia dan Thailand. Dengan SDM yang berkualitas, krisis yang menimpa akan dapat diatasi dengan baik (Suandana, 1993). Investasi dibidang SDM, sebagaimana temuan Wheeler dalam (Rindjin, 1992) menunjukkan tingkat keuntungan yang lebih besar dibanding investasi di bidang fisik. Peningkatan kualitas individu sebagai strategi dalam menciptakan kemampuan individu agar siap melakukan pembangunan seperti tertuang dalam Rencana Strategis Nasional, yakni: terwujudnya kehidupan masyarakat yang makin sejahtera lahir batin secara adil dan merata, terselenggaranya pendidikan nasional dan pelayanan kesehatan yang makin bermutu dan merata yang mampu mewujudkan manusia yang beriman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, tangguh, Sehat, Cerdas, oatriotik, berdisiplin, kreatif, produktif dan profesional, makin mantapnya budaya bangsa yang tercermin dalam meningkatnya peradapan, harkat dan martabat manusia Indonesia dan memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa. Untuk itu pemerintah secara terus menerus berupaya untuk semakin memperbaiki mutu sistem pendidikan nasional agar amanat tersebut dapat terwujud dengan baik.

Walaupun manajemen  pengetahuan tidak seluruhnya dapat diandalkan untuk keberhasilan seseorang dalam mewujudkan masa depan seperti yang diharapkan, tetapi hampir dapat dipastikan bahwa manajemen  pengetahuan yang tertata dengan baik dapat memainkan peranan yang signifikan didalam upaya untuk mencapai keberhasilannya. Rasyid (1997) menyatakan bahwa manajemen  pengetahuan yang baik dapat dilihat dari tiga komponen, pertama aturan main, yakni seluruh perangkat perundang-undangan yang mengatur tentang keberadaan semua tingkatan manajemen . Kedua, lembaga, yakni susunan organisasi dan kewenangan yang melekat. Ketiga, pelakunya, yakni SDM yang bertanggung jawab dibidangnya.

Dengan demikian diharapkan pegawai dengan segala kemampuannya melaksanakan tugas dan fungsi secara baik dan optimal. Sebab birokrasi kontemporer kini dihadapkan pada suatu tantangan lingkungan yang hanya dapat diatasi, bila institusi pemerintah itu terus berbenah dan mau belajar untuk mengembangkan wawasan administrasi pelayanan yang baru dan bekerja dengan memanfaatkan kompetensi yang dibutuhkan di dalam lingkungan yang terus berubah ini. Memang ideal, bila suatu lembaga memiliki suatu kemampuan SDM sesuai yang dibutuhkan dan dapat memanfaatkan semua keunggulan kompetensi itu secara optimal.

Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa hal itu tidak gampang diwujudkan. Strategi yang tepat bila lembaga terus menggabungkan kemampuan individu untuk memahami (what) kompetensi baru yang dibutuhkan, dimana (where) kompetensi itu dapat diperoleh, bagaimana (how) mengakses informasi yang dibutuhkan dengan murah dan dalam waktu yang singkat dan tepat, serta mampu untuk menyiapkan lembaga, sehingga dapat menyerap dan memanfaatkan kompetensi itu dengan efisien dan efektif. Untuk maksud ini, lembaga perlu melakukan langkah-langkah strategik dengan meniru atau bekerja sama dengan pihak lain, termasuk para komunitasnya, asalkan kerja sama itu dijalankan atas dasar semangat kemandirian dan saling menguntungkan.

Dengan komitmen moral yang tinggi tersebut  akan terus berupaya meningkatkan profesionalismenya. Maskun (1997) menegaskan bahwa faktor yang dapat memberikan stimulan kepada profesionalisme intelektual adalah pendidikan tinggi yang baik, terdapat peluang, adanya penghargaan karya, terdapatnya pemanfaatan konsepsi.

Swasto (1996) menganalogkan suatu proses produksi, untuk menghasilkan yang optimal harus dikelola seefisien mungkin dan profesional. Sebagai proses produksi, baru dipandang sebagai bahan baku dan lulusan sebagai hasil produksinya, bahkan lebih komplek hasilnya. Walaupun bukan organisasi yang berorientasi “profit making”, tetapi juga bukan badan amal.

Pengelolaan secara profesional mencakup didalamnya pengelolaan SDM  yang merupakan unsur utama dalam membangun kompetensi. Swasto (1996) mengutip dari Sonhaji (1990) yang menempatkan  SDM yang utama, karena  memiliki kemampuan intelektual, profesional, pribadi dan sosial. Pengelolaan SDM mengandung tugas untuk mendayagunakan SDM yang dimiliki oleh suatu lembaga secara optimal, sehingga ia dapat bekerja secara maksimal untuk secara bersama-sama mencapai tujuan.

Robins (1993) menegaskan bahwa seorang pegawai akan bekerja dengan baik apabila dia ditempatkan pada posisi dan jatah yang sesuai dengan minat dan kemampuannya, serta apabila dia merasa dapat memenuhi kebutuhannya dengan melakukan pekerjaan tersebut. Dengan demikian seorang pegawai harus diperhatikan pula atas pemenuhan kebutuhan kebutuhannya.

Kebutuhan pegawai  tidak hanya pada pemenuhan kebutuhan yang bersifat material saja, akan tetapi juga non material seperti kepastian . Sehingga manajemen pengetahuan mendorong dan membawa seseorang kepada suatu tahap yang relatif lebih tinggi dari yang dimilikinya saat ini, dan demikian selanjutnya. Sistem  menurut Robins (1993) sangat diperlukan oleh suatu lembaga untuk meningkatkan produktivitas pegawai-pegawainya dan pada saat yang sama mempersiapkan diri mereka untuk melakukan perubahan.

Manajemen  pengetahuan juga sangat diperlukan oleh seorang pegawai untuk selalu siap menggunakan kesempatan  yang ada didalam jalur nya dan akan sangat membantu pegawai untuk merencanakan  mereka dimasa depan dalam lembaga tersebut. Maskun (1997) mengemukakan walaupun manajemen pengetahuan pada umumnya berorientasi kepada sistem struktural yang mengandung persyaratan kepangkatan, senioritas, kecakapan atau keistimewaan tertentu, perkembangan politis, primordial, dan keinginan pimpinan. Strata persyaratan jabatan  yang demikian itu sangat kompetitif dan banyak mengandung polemik tentang keobyektivitasannya.

Berangkat dari latar belakang pemikiran tersebut, dipilih judul pengaruh knowledge management dan kemampuan Individu terhadap Komitmen  kerja Karyawan Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Probolinggo.

 

Klik Download Untuk mendapatkan File Lengkap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download Tesis Gratis

Cara Seo Blogger