Memasuki era globalisasi di
mana penggunaan teknologi informasi dan komunikasi global mengakibatkan
informasi yang terjadi di berbagai belahan bumi dunia ini akan mudah untuk
diikuti, bahkan mudah mempengaruhi semua penggunanya. Perkembangan teknologi
yang sangat pesat ini dapat digunakan sebagai alat untuk mempengaruhi orang
lain, dengan demikian teknologi tidak lagi menjadi monopoli sekelompok orang
tetapi telah menjadi alat yang cukup ampuh bagi sarana komunikasi, bahkan dalam
perang sekalipun bisa jadi tidak lagi bertemu secara fisik tetapi melalui
teknologi informatika ini.
Karena perlu diingat bahwa mereka
yang menguasai teknologi mereka itu nantinya yang akan menguasai dunia. Pengaruh
tersebut sangat besar, tidak hanya mempengaruhi individu semata tetapi telah menyebar
mempengaruhi kelompok atau organisasi local dan global baik government maupun
non government. Eksistensi dan keberlangsungan organisasi merupakan
suatu proses yang tidak boleh terganggu dalam arti bahwa organisasi harus tetap
eksis dan berkembang mengikuti perubahan lingkungan termasuk teknologi secara
cepat.
Seiring dengan tuntutan
lingkungan yang berubah ini, organisasi harus selalu menyesuaikan diri.
Menyadari pengaruh lingkungan yang sangat cepat, baik internal maupun eksternal,
yang bisa dikendalikan maupun di luar kendali organisasi maka kebutuhan untuk
mengembangkan organisasi mutlak dilakukan.
Salah satu cara yang harus
mendapat perhatian khusus adalah berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sumber
daya manusia yang berkualitas. Kualitas sumber daya manusia dapat diperoleh
mulai dari proses rekrutmen yang dilakukan secara transparan dan selektif,
pengembangan sumber daya manusia menyangkut kebijakan yang berkaitan dengan
layanan kepangkatan, layanan informasi dan promosi serta pemberian cuti serta pengalaman
kerja yang berkaitan dengan lamanya bekerja, pengalaman jabatan, pengalaman
tugas, strategi dan komunikasi, di samping promosi dan mutasi yang mengacu pada
tour of area dan tour of duty yang jelas.
Sebagaimana
teori organisasi yang menyangkut berbagai pengaruh perubahan yang terjadi
menuntut organisasi untuk membuka diri terhadap tuntutan perubahan dan berupaya
menyusun strategi dan kebijakan yang selaras dengan perubahan dan berupaya menyusun
strategi dan kebijakan yang selaras dengan tuntutan pegawai (Wayne, l991;
Schuller and Jackson,1996 dalam Setyawan 2002) akan tergantung pada kemampuan
organisasi dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan. Artinya suatu
organisasi mampu menyusun strategi dan kebijakan yang ampuh untuk mengatasi
setiap perubahan yang terjadi. Keberhasilan penyusunan kebijakan dan
strategi organisasi akan didukung lebih banyak fungsi manajerial yang ada
(Datton & Jackson, 1987 dalam Setyawan, 2002).
Salah satu bidang fungsional strategi yang menjadi perhatian adalah manajemen Sumber Daya Manusia (Setyawan, 2002:3). Manajemen sumber daya manusia harus dipandang sebagai perluasan dari pandangan tradisional (Ulrich, 1991 dalam Setyawan 2002:4). Untuk dapat menyusun strategi sumber daya manusia yang baik ternyata dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berkompetensi tinggi (Ghosal & Barlett, 1995 serta Ulrich 1007 dalam Setyawan, 2002:4) menyebutkan ada peran baru sumber daya manusia guna mendukung kompetensi sumber daya manusia yang dituntut oleh organisasi agar survive terhadap perubahan (Buweo et.a1, 1992 dalam Setyawan 2002:4).
Upaya repositioning kompetensi sumber daya manusia dilakukan dengan merubah pemahaman organisasi tentang peran sumber daya manusia yang semula people issues menjadi people related business issues. Konsep yang relatif baru dalam proses manajemen sumber daya manusia yaitu mutu kehidupan berkarya. Pemikiran filosofis yang melatar belakangi konsep ini adalah :
a.
dalam mempekerjakan pegawai,
yang digunakan bukan hanya tenaganya, akan tetapi lebih mengedepankan kemampuan
inlelektualnya.
b.
Menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia
c.
gaya manajerial yang didambakan
adalah gaya yang demokratis
Jika menggunakan dasar filsafat yang lain dari dasar yang telah
dikemukakan diatas, tidak mustahil para pegawai memiliki rasa tanggung jawab
yang rendah terhadap keberhasilan organisasi. Pada gilirannya rasa tanggung jawab yang rendah itu dapat berakibat pada sikap
yang menyatakan bahwa seseorang akan menjadi minimalis dalam arti kata hanya
melakukan tugas sedemikian rupa sehingga persyaratan minimum terpenuhi,
tetapi tidak lebih dari itu (Siagian, 1999:320).
Analisis dalam memperkirakan suplai tenaga kerja untuk organisasi harus
mempertimbangkan beberapa faktor seperti :
·
Jumlah tenaga kerja yang ada, yang
dikategorikan berdasarkan fungsi, departemen, tipe pekerjaan dan pengupahan
atau golongan.
·
Analisis persyaratan kerja dalam hal
ilmu pengetahuan, kualifikasi, keahlian dan pengalaman.
·
Analisis karakteristik individu dalam
hal usia, lama pengabdian, kualitikasi, pelatihan, pengalaman, keahlian dan
tingkat kinerja.
·
Tingkatan rekruitmen dan ketahanan
jumlah pegawai, tingkat penyusutan dan absensi.
·
Tingkatan promosi
·
Perubahan-perubahan potensial pada
metode kerja atau permintaan akan jasa dan produk.
·
Tersedianya suplai baik dalam maupun luar organisasi.
Berdasarkan
uraian di atas ini nampaklah bahwa peranan pengambilan kebijakan terhadap
pegawai sekaligus proses pemilihan individu-individu yang memiliki kualifikasi
yang relevan untuk ditempatkan pada pekerjaan-pekerjaan yang ada sangat
menentukan perkembangan organisasi yang bersangkutan. Disini jelaslah bahwa
tanpa pegawai yang memenuhi persyaratan suatu pekerjaan, maka organisasi
tersebut berada dalam posisi yang lebih buruk untuk berhasil. Karena itu
pemilihan pegawai yang akan ditempatkan pada salah satu pekerjaan lebih dari
sekedar pemilihan orang terbaik dari yang tersedia, sebab harus dilihat dari
berbagai segi seperti pengetahuan, keterampilan, perilaku / sikap dan
pengalaman kerja yang sesuai adalah satu paket yang melekat pada manusia,
sehingga ini merupakan, usaha untuk memperoleh ‘kecocokkan’ antara apa yang
dapat dilakukan pegawai yang hendak ditempatkan dengan apa yang ingin dicapai,
serta apa yang dibutuhkan oleh organisasi.
Kebijakan
penempatan sumber daya manusia seharusnya dipandang sebagai proses pencocokan.
Celah antara keahlian individual yang dimiliki dengan pekerjaan yang dipersyaratkan
merupakan faktor-faktor umum yang harus dipegang teguh untuk tidak menempatkan
orang yang tidak tepat tersebut. Karena seberapa baiknya si pegawai berdasarkan
kelebihan yang dimilikinya kemudian dicocokan dengan sebuah pekerjaan dapat
mempengaruhi kuantitas dan kualitas kerjanya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Memoria (1980), yang mengemukakan bahwa penempatan pegawai mengandung arti
pemberian tugas tertentu kepada pekerja agar ia mempunyai kedudukan yang paling
baik dan paling sesuai dengan didasarkan pada rekruitmen, kualifikasi pegawai
dan kebutuhan pribadi. Penempatan yang tepat merupakan cara untuk
mengoptimalkan kemampuan, keterampilan menuju prestasi kerja bagi pegawai itu
sendiri.
Berkaitan
dengan kebutuhan mengevaluasi keefektifan proses manajemen sumber daya manusia
dalam sebuah organisasi, peneliti Harvard (dalam
Stoner dkk yang mana di-Indonesia-kan oleh Alexander Sindoro, 1996:93) mengajukan
usul model “empat C” yaitu : competence,
commitment, congruence dan cost effectiveness (kompetensi, komitmen,
keserasian dan efektivitas biaya).
Setiap organisasi
pemerintahan harus mampu menempatkan pegawainya pada posisi yang tepat. Artinya
tempatkan mereka pada posisi yang sesuai dengan keterampilan masing-masing.
Ketidaktepatan menempatkan posisi akan menyebabkan pekerjaan menjadi kurang
lancar dan tidak dapat memperoleh hasil yang maksimal. Disamping
itu, semangat kerja dan kegairahan kerja mereka akan menurun. Ada pula pegawai
yang sebenarnya telah tepat pada posisinya, namun karena tugas ini dijalani
terlalu lama mungkin kebosanan akan muncul. Kemudian semangat kerja dan gairah
kerjanya akan menurun pula.
Hal lain yang sangat perlu diperhatian dalam proses pengambilan kebijakan
pengelolaan SDM dan pengalaman kerja perihal penempatan ini adalah bagaimana
mendapatkan ‘orang yang tepat pada tempat yang tepat” dalam arti dinamis
artinya bukan hanya yang dibutuhkan untuk masa sekarang, tetapi juga
untuk masa yang akan datang.
Hal ini disebabkan orang-orang yang telah kita terima kurang mempunyai
potensi untuk dipromosikan. Ini bukanlah kesalahan orang tersebut
sebab hanya demikian batas kemampuannya. Meskipun begitu, mereka yang sudah
lama bekerja, yang berarti loyalitasnya cukup tinggi, bagaimanpun akan merasa
kecewa. Ini semua dapat menyebabkan turunnya semangat dan kegairahan kerja atau
tingginya tingkat perpindahan pegawai (Nitisemito, 1996:37).
Berikut pembahasan mengenai pengalaman kerja bagi pegawai, menyangkut variabel usia dan
pengalaman kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemauan dan
kebanggaan pegawai pada organisasi. Pengalaman kerja, seperti keandalan
organisasi di masa lampau dan cara pekerja lainnya memperbincangkan dan
mengutarakan perasaan mereka mengenai organisasi mempengaruhi diri pribadi
pegawai maupun pekerjaan yang ditangani. Pengalaman kerja menunjukkan berapa
lama pegawai dapat bekerja dengan baik. Pengalaman kerja yang telah didapat seorang
pegawai akan dapat meningkatkan kemampuan dalam bekerja.
Kinerja
hanya dapat ditingkatkan dengan motivasi kerja yang tinggi, pengetahuan dan
keahlian dalam melakukan tugas dan persepsi peran yang positif dimiliki
seseorang. Dengan demikian kinerja merupakan fungsi motivasi, keahlian dan
persepsi. Dapat dikatakan bahwa ada dua dimensi penting dalam memahami konsep
kinerja yaitu dimensi motivasi dan dimensi kemampuan (keahlian dan persepsi).
Dengan kata lain seorang pegawai akan mencapai kinerja yang tinggi, jika
memiliki motivasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan ditunjang
oleh pengalaman kerja yang dimiliki. Disamping itu kondisi lingkungan kerja
juga turut berpengaruh dalam mengukur kinerja suatu organisasi.
Perubahan
lingkungan yang cepat dan dramatis akan membawa implikasi pada tuntutan dan
tantangan yang mesti dihadapi oleh organisasi. Setiap organisasi usaha hidup
dan berkembang untuk senantiasa berada dalam kondisi siap melakukan perubahan
secara dramatis pula. Karena itu organisasi dituntut untuk memiliki learning
process yang cepat ( Kennedy, 1999 : 121-137). Tuntutan yang demikian akan
mengakibatkan munculnya tantangan baru, di mana satu diantaranya adalah
menyangkut intellectual capital yakni bagaimana mendapatkan, mengasimilasikan,
mengembangkan, dan pengalaman kerjanya, serta memelihara individu-individu
berbakat yang dapat mendorong organisasi untuk tanggap terhadap pelanggan dan
peluang teknologi.
Pengalaman kerja tidak dapat dilepaskan dengan lamanya bekerja, pekerjaan
seseorang yang mempunyai otonomi untuk bertindak, terdapat variasi, perhatian
terhadap pengalaman kerja memberikan sumbangan penting dalam keberhasilan
organisasi dan pegawai memperoleh umpan balik tentang hasil pekerjaan yang dilakukannya.
Bentuk program perkenalan yang tepat serta berakibat pada diterimanya seseorang
sebagai anggota kelompok kerja dan oleh organisasi secara ikhlas dan terhormat
juga pada umumnya berakibat pada tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Situasi lingkungan
pun turut berpengaruh pada pengalaman kerja seseorang. Pemahaman yang lebih
tepat tentang pengalaman kerja dapat dikaitkan dengan prestasi kerja, tingkat
kemangkiran, keinginan pindah, usia pekerjaan, tingkat jabatan dan besar
kecilnya organisasi (Siagian, 1999:295).
Sementara itu pakar lain berpendapat bahwa pengalaman kerja, dapat
digunakan Job Descriptive Index (JDI)
yang menurut Luthans, 1995 (dalam Elusein Umar, 2000:36) ada lima. Yaitu :
1.
Pembayaran, seperti gaji dan upah.
2.
Pekerjaan itu sendiri.
3.
Promosi Pekerjaan.
4.
Kepenyeliaan (supervisi).
5.
Rekan sekerja.
Salah satu upaya yang
disinyalir dapat memacu prestasi para pegawai adalah melalui pengambilan kebijakan
untuk pegawai menyangkut layanan kepangkatan, informasi dan promosi, cuti serta
peningkatan pengalaman kerjanya. Kebijakan pengelolaan SDM dan pengalaman kerja
ini merupakan upaya manajemen personalia pemerintah daerah dalam mengembangkan
kompetensi pegawai negeri sipil di lingkungan kerjanya. Kebijakan strategis
yang menyangkut seluruh program dan prosedur administrasi kepegawaian sebagai
wujud pelayanan manajemen personalia pada seluruh pegawainya
Menyikapi fenomena tersebut
di atas, penelitian ini memfokuskan pada masalah pengaruh kebijakan pengelolaan
SDM dan pengalaman kerja terhadap kinerja pegawai Dinas PU Pengairan Kabupaten Probolinggo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar