PENGARUH FAKTOR KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA GURU DAN KARYAWAN SMK NEGERI 1... (381)

 

Menurut UU Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, aklak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dn diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana.

Sedangkan menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor  29 tahun 1990 pasal 1 (3) menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan pekerjaan tertentu. Sedangkan pasal 3 (2) dinyatakan bahwa pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional. Pendidikan di SMK bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa untuk menyiapkan mereka sebagai tenaga kerja tingkat menengah yang trampil, terdidik dan profesional serta mampu mengembangkan diri sejalan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan dilandasi UU No 22 tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka perubahan paradikmatik ini juga berlaku dalam pengelolaan sistem pendidikan nasional agar mampu melakukan reposisi secara menyeluruh. Desentralisasi pendidikan nasional dibangun atas dasar filosofi bahwa masyarakat di setiap daerah merupakan fondasi yang kuat dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia secara nasional.

Secara substantif, kebijakan desentralisasi pendidikan bertujuan mengembangkan kemandirian masyarakat dan satuan pendidikan dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan. Dalam penyelenggaraan sistem pendidikan di sekolah menengah kejuruan telah dikembangkan menejemen Peningkatan mutu berbasis sekolah ( MPMBS ) dan dikembangkan lima pilar TQM ( Total Quality Management ) yaitu process, organization Leadership, Commitment dan product. Untuk menghasilkan mutu tamatan/lulusan yang berkualitas diperlukan sumber-sumber kualitas meliputi : guru yang bermutu, hasil uji yang istimewa, spesialisasi, lab dan bengkel, nilai moral yang tinggi, sumber daya yang cukup, dukungan industri, kepemimpinan dan team work yang baik. Pentingnya kedudukan, fungsi dan peranan guru dalam menentukan keberhasilan lembaga kependidikan, maka perlu menciptakan kondisi-kondisi sosial yang menguntungkan dengan memberikan kepuasan kerja guru agar dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan sebaik-baiknya sehingga mereka memiliki produktivitas yang tinggi.

Seperti yang kita ketahui, faktor tenaga kerja merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap produktivitas suatu organisasi. Banyak orang yang mengatakan bahwa tenaga kerja didalam suatu organisasi merupakan bagian yang terpenting dibandingkan dengan komponen-komponen lainnya, oleh karena itu sudah merupakan kewajiban bagi setiap pimpinan organisasi untuk dapat memberikan motivasi agar dicapai kepuasan kerja bagi para guru.

Motivasi yang ada pada diri seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya ( T. Hani Handoko, 1995, 94 ). Kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi internalnya. Jadi secara singkat dapat dikatakan dengan pemenuhan kebutuhan guru oleh pimpinan merupakan salah satu hal yang dapat mendorong guru untuk dapat melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik. Semakin diperhatikan tujuan-tujuan guru dalam suatu organisasi, akan semakin giat masing-masing guru melakukan pekerjaannya, yaitu berarti semakin mudah untuk mencapai tujuan organisasi.

SMK Negeri I Pujon Kabupaten Malang dalam beberapa tahun ini telah melakukan pembenahan dibidang sumber daya manusia. Beberapa persoalan dan aturan telah diperbaiki dan diberlakukan untuk semua guru, upaya ini dilakukan untuk mempertahankan stabilitas lembaga pendidikan dalam menghadapi kondisi persaingan yang semakin kompetitif dan telah bersifat global. Permasalahan yang perlu dicermati yaitu guru untuk didorong bekerja karena berharap hal tersebut akan membawa keadaan yang lebih baik dan memuaskan sehingga kinerja guru meningkat.

Berdasarkan pengamatan penulis, masih terdapat beberapa guru dan karyawan yang memiliki kinerja rendah.

Dalam kaitan dengan fenomena di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Faktor Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Guru dan Karyawan SMK Negeri I Pujon Kabupaten Malang”.


 Klik Download Untuk mendapatkan File Lengkap

ANALISIS PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, TRANSAKSIONAL DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP DISIPLIN KERJA DI... (380)

 Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis, (1) pengaruh secara parsial Kepemimpinan Transformasional, Transaksional dan Motivasi kerja terhadap  Disiplin kerja guru di SMP Negeri 19 Kota Malang, (2) pengaruh secara Simultan Kepemimpinan Transformasional, Transaksional dan Motivasi kerja terhadap  Disiplin kerja guru di SMP Negeri 19 Kota Malang (3) pengaruh yang dominan terhadap Disiplin kerja guru di SMP Negeri 19 Kota Malang.

Jenis penelitian ini menggunakan metode survei. Penelitian survei dimaksudkan menjelaskan (explanatory) hubungan kausal dan pengujian hipotesis. Memfokuskan pada pengungkapan hubungan kausal antar variabel dengan tujuan, memisahkan pengaruh langsung sesuatu variabel penyebab terhadap variabel akibat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis regresi berganda, Gaya kepemimpinan transformasional, transaksional dan variabel Motivasi kerja memberikan pengaruh secara nyata dan signifikan positif terhadap peningkatan Disiplin kerja  guru di SMP Negeri 19  Kota Malang.  Dengan indikator penelitian Kharisma dan Inspirasi, Rangsangan Intelektual dan Pertimbangan Individu untuk gaya kepemimpinan transformasional. Sedangkan Pemberian Imbalan, Management by Exception yang Aktif, dan Management by Exception yang Pasif untuk gaya kepemimpinan transaksional. Sedangkan indikator Motivasi kerja adalah Kemauan dan kegairahan kerja guru, daya inisiatif kerja guru, daya usaha kerja guru & keterlibatan, dan keterlibatan kerja guru.

Secara bersama-sama Gaya kepemimpinan transformasional, Motivasi kerja dan Gaya kepemimpinan transaksional memberi pengaruh secara signifikan terhadap peningkatan Disiplin kerja  guru di SMP Negeri 19  Kota Malang . Artinya semua indicator dari ketiga variabel penelitian ini di SMP Negeri 19  Kota Malang  juga dilaksanakan, yang membedakan adalah intensitasnya dari ketiga variabel penelitian tersebut. Secara statistik pengaruh secara simultan kategori cukup dengan R square 65.70% yang berarti masih ada 34.30% Disiplin kerja   guru masih dipengaruhi factor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, dan hasil Uji F 38.232 dan signifikansi probabilitas 0.000 yang berarti  Disiplin kerja   guru dipengaruhi secara bersama-sama dan signifikan oleh Gaya kepemimpinan transformasional, Gaya kepemimpinan transaksional dan Motivasi kerja.

Variabel yang berpengaruh dominan terhadap peningkatan Disiplin kerja  guru adalah Variabel Motivasi kerja dengan indikator Kemauan dan kegairahan kerja guru, daya inisiatif kerja guru, daya usaha kerja guru & keterlibatan, dan keterlibatan kerja guru. Sehingga Motivasi kerja ini dipakai dasar managemen SDM untuk pengambilan keputusan SDM yang akhurat.

PENGARUH ON THE JOB TRAINING DAN PROMOSI JABATAN TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN (379)

 

Kualitas, kompetensi dan Kepuasan Kerja Sumberdaya Manusia sangat urgen untuk dikaji dan dikembangkan saat ini. Urgensi pengembangan kualitas, kompetensi dan Kepuasan Kerja SDM didasari oleh pertimbangan konteks global, nasional, dan regional serta lokal. Abad XX lazim disebut sebagai abad industrial, sedang Abad XXI lazim disebut sebagai abad pengetahuan. Hal tersebut mengamanatkan sekaligus mengimplikasikan betapa penting dan mendesaknya pengembangan kualitas, kompetensi, dan Kepuasan Kerja SDM. Pengembangan SDM di Indonesia diorientasikan pada pembentukan, pemberdayaan, peningkatan dan penguatan aspek pengetahuan, dan kecakapan hidup. Pengembangan SDM merupakan proses transformasi potensi manusia menjadi kekuatan efektif untuk mencapai tujuan tertentu (Swasto, 2003).

1

 
Setiap organisasi memiliki tiga sumberdaya, yaitu (1) sumberdaya keuangan, (2) sumberdaya fisik, dan (3) sumberdaya manusia. Sumberdaya keuangan lebih cenderung disebut sumberdaya finansial. Sumberdaya finansial ini sangat berperan dalam rangka kelangsungan hidup suatu organisasi karena sumberdaya financial ini merupakan kekuatan dan stabilitas suatu organisasi. Sumberdaya fisik berkaitan dengan barang, misalnya, mesin, fasilitas, dan komponen produk, sedangkan sumberdaya manusia merujuk pada orang/kelompok orang yang berkegiatan/bekerja dalam suatu organisasi. Yang dimaksud dengan SDM adalah pengembangan dan pemanfaatan personil untuk mencapai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan yang efektif sehubungan dengan individu, organisasi, masyarakat, nasional, dan internasional.

Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS diatur dalam PP No. 9 Tahun 2003, sedangkan kenaikan pangkat PNS diatur dalam PP No. 99 tahun 2000 yang diperbarui PP NO 12 Tahun 2002. PP No. 13 Tahun 2002 merupakan pembaharuan PP No. 100 Tahun 2000 tentang pengangkatan PNS dalam jabatan struktural. Terdapat dua hal penting yang perlu disampaikan di sini, yaitu kenaikan pangkat dan jabatan struktural.

Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seseorang berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian PNS terhadap negara. Kenaikan pangkat itu sendiri terbagi atas dua hal, yaitu kenaikan pangkat reguler dan pilihan. Kenaikan pangkat reguler adalah penghargaan yang diberikan kepada PNS yang telah memenuhi syarat yang ditentukan tanpa terikat pada jabatan. Kenaikan pangkat pilihan adalah kepercayaan dan penghargaan yang diberikan kepada PNS atas prestasi kerja yang tinggi.

Jabatan struktural adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang PNS dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. Kenaikan pangkat yang disertai kenaikan jabatan struktural seorang pegawai diatur dalam PP No. 100 tahun 2000 pasal 5 melalui persyaratan­persyaratan tertentu. Seorang pegawai bisa menduduki suatu jabatan struktural. Jabatan struktural tersebut tidak diperoleh secara tiba-tiba atau tanpa suatu kegiatan yang relevan, tetapi seorang pegawai harus melalui beberapa hal yang merupakan prasyarat. Penilaian merupakan salah satu aspek penting yang harus dilalui oleh pegawai jika akan menduduki suatu jabatan struktural tertentu. Di samping itu, kenaikan pangkat yang disertai kenaikan jabatan struktural, seorang pegawai harus dapat menunjukkan prestasi kerjanya. Prestasi kerja dan penilaian merupakan aspek penting bagi pegawai agar dapat diikutsertakan dalam pendidikan dan pelatihan jabatan. Peluang untuk dipromosikan bagi seorang pegawai untuk menduduki suatu jabatan adalah keikutsertaannya dalam pendidikan dan pelatihan (selanjutnya disingkat Diklat).

Pada dasamya, serangkaian kegiatan yang harus dilalui oleh pegawai dalam kaitannya dengan kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan merupakan upaya pengembangan SDM dalam suatu lembaga. Pengembangan termasuk pelatihan, merupakan suatu kegiatan yang bermaksud memperbaiki dan mengembangkan sikap, perilaku, keterampilan, dan pengetahuan para pegawai sesuai dengan misi dan visi lembaga.  Proses pengembangan dan pelatihan diorientasikan bagi pegawai, baik baru maupun lama. Tujuan pengembangan pegawai dimaksudkan untuk memperbaiki efektivitas dan efisiensi kerja pegawai dalam melakukan dan mencapai sasaran­sasaran program kerja yang telah ditetapkan. Hal ini dinyatakan oleh Sikula (1982) bahwa pelatihan merupakan proses pendidikan dalam jangka pendek yang dilakukan secara sistematis dan sesuai prosedur organisasi yang bertujuan menambah pengetahuan dan keterampilan pegawai untuk mencapai tujuan tertentu.

Pengembangan lebih berorientasi pada peningkatan produktivitas kerja para

pegawai di masa yang akan datang. Pelatihan, pada dasarnya, adalah upaya untuk membantu meningkatkan kemampuan para pegawai dalam rangka melaksanakan tugas. Meningkatkan produktivitas lembaga merupakan tantangan yang jauh lebih besar dari pada meningkatkan produktivitas pegawai.

Diklat merupakan kegiatan yang harus diikuti PNS. Keikutsertaan PNS dalam Diklat merupakan prasyarat bagi PNS yang akan naik pangkat atau jabatan. Hal ini diatur dalam PP 101 tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS, seperti tertuang pada Pasal 2 bahwa tujuan Diklat adalah:

Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan institusi.

Berdasarkan tujuan Diklat tersebut, setiap PNS yang akan diangkat dalam jabatan struktural maupun fungsional diharapkan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan oleh lembaga. Selain itu, dalam pengembangan pegawai yang merujuk pada peningkatan dan kenaikan job-job tertentu perlu senantiasa diadakan penilaian atas prestasi kerja pegawai tersebut.

Penilaian prestasi kerja atau performance appraisal pada dasarnya merupakan salah satu faktor kunci guna mengembangkan suatu lembaga secara efektif dan efisien sebab dengan langkah mengadakan penilaian prestasi kerja tersebut berarti suatu lembaga telah memanfaatkan secara baik atas SDM yang ada dalam lembaga tersebut. Untuk itu diperlukan informasi yang relevan dan reliabel tentang prestasi kerja masing-masing individu. Penilaian prestasi kerja individual sangat bermanfaat bagi dinamika lembaga secara keseluruhan sehingga Kepuasan Kerja pegawai perlu diperhatikan agar pegawai dapat meningkatkan Kepuasan Kerjanya. Menurut Swasto (1996:37) dan Gomes (2001:135) menyatakan bahwa Kepuasan Kerja merupakan tindakan-tindakan atau pelaksanaan tugas yang telah diselesaikan oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian, Kepuasan Kerja pegawai, pada dasarnya, dapat diukur dalam waktu tertentu.

      Kepuasan Kerja pegawai yang baik umumnya dibarengi dengan adanya promosi, kenaikan jabatan, dan pangkat, adanya inisitaif dari pegawai yang bersangkutan, timbulnya kreativitas sampai pada pemberian tambahan berupa imbalan dan lain-lain.

Suatu motivasi yang menonjol mendorong seseorang untuk berpartisipasi aktif dalam suatu lembaga antara lain adalah kesempatan untuk maju. Kesempatan untuk maju inilah yang dalam suatu lembaga sering disebut promosi. Tentu saja, seorang pegawai akan meningkatkan Kepuasan Kerjanya apabila pegawai tersebut diberi janji akan dinaikan pangkatnya atau akan dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi dari jabatan yang ada saat ini.

Promosi akan berdampak pada masalah pendapatan dan status, serta semakin besarnya tanggung jawab dan beban tugas pegawai. Promosi yang dicita-citakan itu akan menjadi skala prioritas bagi PNS dan sangat berarti sepanjang kariernya. Kepuasan Kerja dan promosi pegawai sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai. Kepuasan kerja (Gibson, 1996:89) merupakan bagian dari proses motivasi. Kepuasan dan ketidakpuasan pegawai senantiasa dihubungkan dengan Kepuasan Kerja dan hasil kerja mereka, serta imbalan dan hukuman yang mereka terima.

Kepuasan kerja merupakan salah satu aspek penting bagi perilaku organisasi (Luthans, 2002). Pentingnya kepuasan kerja dapat dilihat dari berbagai faktor yang terdiri atas tiga hal. Pertama, kepuasan kerja merupakan faktor emosional, yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat diperkirakan. Kedua, kalau hasil pekerjaan telah memenuhi atau melampaui yang diharapkan, misalnya, seseorang telah bekerja keras tetapi menerima sedikit imbalan, kemungkinan yang bersangkutan akan berperilaku

kurang menyenangkan (negatif) bagi teman sekerja, atasan, dan juga pekerjaannya. Ketiga, kepuasan kerja merupakan sikap yang berhubungan dengan perbedaan. Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa pendidikan dan pelatihan perlu dibahas secara rinci, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran dan informasi yang signifikan tentang pendidikan dan pelatihan dalam hubungannya dengan promosi dan kepuasan kerja, termasuk Diklat untuk pegawai Sekretariat Daerah di Kabupaten Probolinggo. Karena itu, penelitian ini fokus pada masalah Pengaruh on the job training  dan Promosi Jabatan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di Sekretariat Daerah  Kabupaten Probolinggo

Klik Download Untuk mendapatkan File Lengkap

PENGARUH PELATIHAN, MOTIVASI KERJA DANPROMOSI JABATAN TERHADAP KINERJA PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA DI... (378)

 

Penelitian ini bertujuan untuk 1). Untuk mengetahui pengaruh secara simultan pelatihan, motivasi kerja dan promosi  terhadap kinerja Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) di  Badan Keluarga Berencana Kabupaten Malang . 2) Untuk mengetahui pengaruh secara parsial pelatihan, motivasi kerja dan promosi  terhadap kinerja Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) di  Badan Keluarga Berencana Kabupaten Malang . 3) Untuk mengetahui variabel - variabel pelatihan, motivasi kerja dan promosi  manakah yang berpengaruh secara dominan terhadap kinerja Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) di Badan Keluarga Berencana Kabupaten Malang .

 

Dalam pelaksanaan penelitian ini akan digunakan tipe penelitian penelitian explanatory (explanatory research) yaitu jenis penelitian yang berupaya menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis.  Variabel bebas adalah pelatihan (X1), motivasi kerja (X2), dan promosi jabatan (X3), dan variabel terikat adalah kinerja pegawai (Y). dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui teknik Kuesioner dan Dokumenter, yang terdiri dari data primer dan data sekunder. Selanjutnya data dianalisis secara kuantitatif, yaitu dengan menggunakan model statistik dalam program komputer  (SPSS), dengan teknik analisis deskriptif dan Analisis Regresi Linear Berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) terdapat pengaruh secara simultan antara variabel pelatihan, Motivasi kerja  dan Promosi jabatan dengan kinerja petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) di Badan Keluarga Berencana Kabupaten Malang. 2) terdapat pengaruh secara parsial antara variabel pelatihan, Motivasi kerja  dan Promosi jabatan dengan kinerja petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) di Badan Keluarga Berencana Kabupaten Malang. 3) Pelatihan merupakan variabel yang berpengaruh dominan terhadap Kinerja petugas di Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) di Badan Keluarga Berencana Kabupaten Malang.

Klik Download Untuk mendapatkan File Lengkap

PENGARUH KECERDASAN DAN PERILAKU PEMIMPIN TERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI DI... (377)

 

Era Globalisasi dan inovasi teknologi telah mengubah paradigma cara pengelolaan organisasi. Organisasi dewasa ini bergulir dengan perubahan evolusioner melalui akselerasi perubahan teknologi, deregulasi, perubahan demografi, dan tendensi kearah masyarakat jasa dan informasi. Konsekuensi logis terhadap perubahan tersebut adalah mengubah lapangan permainan yang harus bersaing secara lebih kompetitif, global dan pluralistik. Khususnya, mereka yang telah secara dramatis menambah tingkat persaingan sesungguhnya yang telah mendunia dan mendorong organisasi untuk menghadapi inovasi dan terus berubah sejalan dengan perubahan teknologi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Sehingga peranan pemimpin menuntut berbagai persyaratan yang lebih komplek lagi, baik menyangkut kecerdasan intelegensial, emosional dan kecerdasan spiritual sekaligus dibarengi dengan perubahan perilaku pemimpin yang diharapkan secara signifikan mempengaruhi prestasi kerja pegawainya. Arah tujuan internal maupun tujuan eksternal, dan menyelaraskan asset dan keterampilan organisasi dengan kesempatan dan resiko yang dihadapkan oleh lingkungan ditentukan oleh pemimpinnya. Pemimpin adalah ahli strategi yang menetapkan tujuan organisasi. Seorang pemimpin mempunyai banyak cara untuk mengembangkan organisasi yang dipimpinnya dan menciptakan berbagai metode pendekatan untuk menghadapi orang yang dipimpinnya.

Sebagai seorang pemimpin, usaha untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan tidaklah mudah. Ia harus mengelola dan menggunakan kemampuan yang dimiliki. Setiap orang yang dilahirkan memiliki kemampuan yang berbeda‑beda, tetapi pada dasarnya mereka memiliki tiga basic kemampuan yang sama yaitu Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan spiritual pemimpin. Perbedaan pengelolaan tiga basic inilah yang akhirnya membuat seseorang berbeda dalam berpikir dan berperilaku atau melakukan tindakan. Perbedaan pengelolaan ini pula yang dapat membuat pemimpin berbeda-beda dalam menetapkan prestasi kerja pegawai mereka.

Banyak tokoh yang memberikan deskripsi bahwa seorang pemimpin harus memiliki keahlian-keahlian tertentu antara lain adalah kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual pemimpin seperti yang disampaikan oleh Patih Gadjah Mada; tokoh yang hidup pada abad 14 ini memberikan 15 sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin antara lain Wicaksono Ngnoyo yang berarti memiliki kemampuan menganalisis dan mengambil keputusan dan Sajjawaopasama yang berarti tidak sombong, rendah hati dan manusiawi. Kedua hal ini sudah mewakili kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Menurut Nawawi bahwa pemimpin harus memiliki beberapa hal antara lain: mencintai kebenaran dan hanya takut kepada Allah SWT, dapat dipercaya, bersedia dan mampu mempercayai orang lain dan memiliki kemampuan dalam bidangnya dan berpandangan luas didasari kecerdasan (intelegensi) yang memadai.

Ketiga hal ini sudah mewakili kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual pemimpin. Prijosaksono juga menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki beberapa Q, Q Pertama yaitu Q Leader yang berarti kecerdasan atau intelligence (seperti kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual), yang, berarti bahwa pemimpin haruslah memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual yang cukup tinggi. Begitu pula dengan mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Alwi Shihab, beliau mengatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan spiritual pemimpin. Kecerdasan ini penting sekali karena berpengaruh pada sikap pemimpin itu pada dirinya sendiri dan orang lain. Oleh karena itu seorang pemimpin harus mampu melihat sesuatu dibalik sebuah kenyataan empirik sehingga ia mampu mencapai makna dan hakikat tentang manusia. Maka jelas bahwa seorang pemimpin dalam memimpin dan memahami karyawannya dia dituntut untuk menggunakan tiga basic kemampuan tersebut agar mendapatkan hasil yang sempurna pula.

Kecerdasan intelektual yang hasil skornya biasa disebut dengan IQ muncul dan menjadi isu besar pada awal abad kedua puluh. Kecerdasan intelektual ini didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk berpikir secara umum didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk berpikir secara abstrak atau juga dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan suatu masalah. Sebagai seorang pemimpin, biasanya dia menjadi tumpuan bagi orang dibawahnya atau orang yang dipimpinnya bila organisasi mereka mengalami suatu permasalahan. Oleh karena itu kecerdasan intelektual dibutuhkan bagi mereka yang menduduki posisi pemimpin.

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Nawawi (2004 : 58) bahwa seorang pemimpin harus memenuhi beberapa kriteria antara lain ahli dibidangnya dan berpandangan luas didasari oleh kecerdasan (inteligensi) yang memadai. Dengan pengetahuan, pengalaman dan pengetahuan yang memadai, seorang pemimpin akan memiliki wawasan yang cukup luas dalam menghadapi berbagai masalah. Kemampuan tersebut tidak saja berguna dalam melaksanakan pekerjaan dibidangnya, tetapi juga akan meningkatkan efisiensi tugas  prestasi kerja pegawainya. Efisiensi itu dapat terwujud karena usahanya memberikan bimbingan, pengarahan dan pengawasan akan terarah dan berkualitas.”

J. Slikboer dalam Winardi (2000 : 16) juga memberikan penegasan bahwa seorang organisator sebagai pemimpin yang tidak memiliki kecerdasan yang baik, tidak akan berhasil dalam pekerjaannya.

Pada pertengahan 1990-an, Daniel Goleman memunculkan teori baru  tentang adanya El atau Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman berpendapat bahwa IQ hanya menyumbang 20 persen bagi kesuksesan hidup, sisanya adalah kombinasi beragam faktor yang salah satunya adalah kecerdasan emosi atau lebih sering kita dengar dengan nama EI dan hasil pengukurannya disebut dengan EQ. EI atau kecerdasan emosi didefinisikan oleh Goleman sebagai kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengelola emosi dan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi dibangun di saraf-saraf emosi di otak manusia, dan jika saraf emosi tidak berkembang dengan baik maka seseorang akan kehilangan daya empati dan daya sosialisasi diri. Cukup banyak orang yang memiliki IQ diatas rata-rata tapi banyak diantara mereka yang tidak berhasil dalam kehidupan pribadi maupun dalam pekerjaannya, serta banyak pula orang yang memiliki IQ biasa-biasa saja tapi mereka bisa berhasil menjadi orang sukses dalam pekerjaan dan kariernya; sebaliknya mereka yang memiliki IQ yang tinggi justru tidak bisa sukses dalam pekerjaan dan karirnya. Hal ini bisa dikarenakan mereka kurang memiliki variabel-variabel yang ada dalam EQ-nya antara lain adalah kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial. Jadi EQ juga memiliki peranan yang penting dalam membangun hubungan yang efektif antara manusia juga sekaligus memiliki peran dalam meningkatkan kinerja.

Pemahaman tentang esensial perilaku kepemimpinan menjadi semakin krusial, ketika banyak orang menyadari bahwa keberhasilan dari organisasi sangatlah tergantung pada pemimpin dan Perilaku Kepemimpinan yang dimilikinya. Paradigma-paradigma yang membentuk dan memperkokoh “dimensi Perilaku Kepemimpinan” terus berubah dan berkembang. Semakin dimensi Perilaku Kepemimpinan itu diposisikan dalam era pluralitas akibat arus globalisasi dan modernisasi, maka arti dan nilai dari Perilaku Kepemimpinan akan semakin hakiki dan menjadi fokus perhatian.

Pemimpin dan  Perilaku Kepemimpinan yang mampu memandang dan mengantisipasi, menyelesaikan sebuah problematik bahkan menang atas pertarungan, itulah yang dibutuhkan. Hanya organisasi yang mampu melakukan perbaikan terus-menerus (continous improvement) yang mampu untuk berkembang. Sebaliknya organisasi yang merasa puas dengan dirinya dan mempertahankan status quo akan tenggelam dan selanjutnya tinggal menunggu saat-saat kematiannya.

Locke (1997) melukiskan Perilaku Kepemimpinan sebagai suatu proses membujuk (including) orang-orang lain menuju sasaran bersama. Nilai yang terkandung dalam sebuah definisi Perilaku Kepemimpinan menandakan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat menyakinkan bawahan akan visinya dan juga meyakinkan bahwa mereka mempunyai andil untuk mengimplementasikan visi itu serta menggerakkan dan mempengaruhi bawahan untuk melaksanakan pekerjaan dalam mencapai tujuan bersama.

Tidak sebatas pada sebuah interaksi pemimpin dan bawahan saja, pemimpin juga harus menyadari bahwa usaha yang dilakukan oleh seorang pegawai melalui organisasi, pada dasarnya tertuju pada pemenuhan kebutuhan hidupnya sebagai manusia, (Nawawi, 2000). Dengan kata lain, kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya merupakan persyaratan penting dalam menempatkan pegawai pada kedudukan sesuai dengan harkat dan martabat sebagai manusia.

Pemimpin yang mengakui dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia akan diliputi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi, yang menyadari sungguh-sungguh bahwa kebutuhan pegawainya tidak terbatas pada kebutuhan yang bersifat kebendaan, betapapun pentingnya kebutuhan itu, tetapi lebih dari itu terdapat juga kebutuhan yang bersifat politik, sosial budaya, kebutuhan prestise dan kebutuhan untuk memperoleh kesempatan mengembangkan potensi terpendam yang terdapat dalam dirinya. (Siagiaan S, 1995)

Analisis Pearce et al, (2002) menyebutkan lima strategi perilaku pemimpin (aversif, direktif, transaksional, transformasional dan pemberdayaan pegawai), yang dapat digunakan oleh seorang pemimpin untuk mencapai efektifitas organisasi.

Nilai yang terkandung dari masing-masing  Perilaku Kepemimpinan ini berbeda satu dengan lainnya, meskipun pada dasarnya setiap  Perilaku Kepemimpinan merupakan perilaku yang dimiliki pemimpin dalam hubungan dengan bawahan, termasuk di dalamnya pemimpin berlandaskan dirinya pada tujuan organisasi serta visi dan misi dari organisasi.

Setiap organisasi baik itu organisasi yang bersifat profit oriented maupun yang non profit oriented tidak terlepas dari adanya kegiatan  prestasi kerja pegawai. Kegiatan  prestasi kerja pegawai ini dapat mengantar sebuah organisasi untuk mencapai target yang diharapkan, karena itu keberhasilan suatu organisasi juga tidak lepas dari seorang pemimpin. Dalam sebuah organisasi besar ada banyak pemimpin yang terlibat untuk kemajuan organisasi tersebut. Masing-masing pemimpin tersebut memiliki prestasi kerja pegawai sendiri-sendiri dan berbeda-beda antara pemimpin yang satu dengan yang lain.

 Prestasi kerja pegawai merupakan kegiatan orang lain menuju pada pencapaian sasaran, sehingga seorang pemimpin dapat didefinisikan sebagai seseorang yang mampu mempengaruhi orang lain dengan berhasil agar berusaha mencapai sasaran. Pemimpin yang efektif dapat memperoleh kerjasama lewat kompetensi, pendekatan pribadi dan manajemen dalam menangani orang. Pemimpin dapat sangat mahir dalam pengertian menyelesaikan sesuatu pekerjaan atau pengertian hubungan dengan orang. Pada dasarnya efektivitas tergantung pada berbagai gaya dalam situasi apapun serta derajat  prestasi kerja pegawai yang dijalankan. Efektivitas  prestasi kerja pegawai seseorang dapat bergantung dari hubungan antara pemimpin kepada bawahan dan pekerjaan yang diselesaikan.

Nampak jelas bahwa keahlian-keahlian sang pemimpin sesuai dengan peranannya, yang berpusat pada manusia. Timpe ( 1993) dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan menyatakan bahwa deskripsi pekerjaan pemimpin juga merefleksikan pendekatan  prestasi kerja pegawai yang berorientasi pada proses. Kompetensi paling penting yang harus dimiliki oleh pemimpin yang menginginkan perubahan yang baik adalah mengerti tentang sifat alamiah manusia dan berbagai kebutuhan mereka di tempat kerja. Di samping itu pemimpin juga harus memiliki kemampuan berkomunikasi, melatih, membimbing, membina, memotivasi, dan menggambarkan visi dan nilai-nilai organisasi dalam perilaku pribadinya. Tetapi keberhasilan pemimpin lebih diekspresikan pada bagaimana dia bisa memenuhi tanggung jawabnya untuk memberikan dorongan semangat pada timnya atau bawahannya agar meraih standar-standar kualitatif dan kuantitatif, bukan menekankan tanggung jawab dalam memenuhi tanggung jawab untuk meraih tujuan pribadi. Dengan kata lain bahwa pemimpin yang menginginkan perubahan yang baik adalah memfokuskan perhatiannya pertama pada manusia baru kemudian pada hasil-hasilnya, dengan daya  prestasi kerja pegawai yang dirasa sesuai.

 Prestasi kerja pegawai memiliki kaitan yang erat dengan kecerdasan emosional, karena sebenarnya tugas dasar seorang pemimpin adalah memancing tumbuhnya peranan yang positif dalam diri orang-orang yang dipimpinnya. Hal ini akan terjadi jika seorang pemimpin menciptakan ­resonance – sumber sifat-sifat positif yang mampu menggerakkan orang untuk mengeluarkan upaya terbaiknya. Oleh karena itu pada pokoknya tugas dasar  prestasi kerja pegawai bersifat emosi, atau dengan kata lain pemimpin menentukan standar emosi. Semakin besar keterampilan seorang pemimpin dalam menularkan emosinya, akan semakin kuat penyebarannya. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Goleman, dkk (2005: 5). Di dalam setiap kelompok orang, pemimpin mempunyai daya maksimal untuk ‘memainkan’ emosi setiap orang. Jika emosi orang-orang didorong ke arah antusiasme, kinerja akan meningkat. Efek ini disebut dengan resonance; jika orang-orang didorong ke arah kebencian dan kecemasan, kinerja akan merosot. Efek ini disebut dengan dissonance.

IQ dan EQ saja belum cukup untuk seorang dapat menjadi pemimpin yang sukses dengan prestasi kerja pegawai yang mereka yakini benar, ada satu hal lagi yang bisa mendorong seorang pemimpin sukses dengan metode atau prestasi kerja pegawai yang mereka gunakan yaitu Spiritual Intelligence yang hasil pengukurannya disebut dengan Spiritual Quotient atau SQ. Teori ini muncul pada akhir abad kedua puluh. SQ merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, dan juga merupakan kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ ini merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan, menurut Danah Zohar dan Ian Marshall (2000) mengatakan bahwa SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita.

Spiritualisme terbukti mampu membawa individu menuju tangga kesuksesan dan berperan besar dalam menciptakan beberapa orang menjadi powerful leader. Pengusaha-pengusaha sukses seperti Bill Gates dan Michael Dell merupakan orang terkaya sejagat karena bisnis software-nya telah menguasai dunia dan pebisnis-pebisnis kenamaan lainnya, menarik kesimpulan dari hasil diskusi yang mereka lakukan selama 2 hari mengenai bagaimana nilai-nilai spiritual yang mampu membantu mereka menjadi “powerful leader”. Hasil diskusi tersebut menyepakati bahwa: (Agustin, 2004: 5)

Paham spiritualisme mampu menghasilkan lima hal, yaitu: Integritas atau kejujuran, Energi  atau semangat, Inspirasi atau ide dan inisiatif, Wisdom atau bijaksana dan Keberanian dalam mengambil keputusan

Ketiga basic kemampuan yang telah diuraikan di atas yang meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual pemimpin tersebut seharusnya digunakan secara integrasi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pemimpin yang hanya menggunakan kecerdasan intelektual saja dia akan dibenci oleh bawahannya karena tidak pernah memahami perasaan bawahannya. Begitupula pemimpin yang hanya menggunakan kecerdasan emosional ataupun kecerdasan spiritual pemimpin saja mungkin juga akan mendapatkan masalah dengan bawahannya karena adanya ketidakcocokan dengan bawahannya. Oleh karena itu perlu adanya sinergi potensi kecerdasan baik kecerdasan intelektual, emosional maupun spiritual yang terintegrasi untuk mencetak pemimpin yang sukses dengan prestasi kerja pegawai yang tepat.

Inspektorat merupakan salah satu bagian dari organisasi Pemerintahan di Daerah Kabupaten Probolinggo. Badan ini mempunyai tugas dalam menyelenggarakan sebuah tugas pemerintahan di bidang pengawasan di Daerah Kabupaten Probolinggo, sebagaimana dalam menjalankan tugasnya masih terbagi-bagi lagi berdasarkan bidang dan sub bidang.

Inspektorat Daerah Kabupaten Probolinggo memiliki tugas untuk merumuskan dan melaksanakan pengawasan kebijakan dan standarisasi teknis sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh menteri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan fungsi dan tugas pokok, juga meninjau kembali visi dan misinya maka Inspektorat Daerah Kabupaten Probolinggo memikul beban tugas yang berat. Tuntutan masyarakat pun semakin kompleks dan selalu menginginkan transparansi dalam segala hal. Hal ini menambah beban tersendiri bagi orang yang bekerja disini. Oleh karena itu diperlukan sumber daya manusia yang benar-benar kompeten agar dapat menjalankan tugas sebagaimana mestinya sehingga dapat mencapai target yang ditetapkan, khususnya yang menjabat sebagai pemimpin. Kompetensi ini bisa diukur dari beberapa hal, dan demi sempurnanya kompetensi ini maka aspek kecerdasan yang terdiri dari kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual pemimpin merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh karyawan dan pemimpin. Disamping itu tuntutan perubahan perilaku pemimpin baik perilaku transformasional dan transaksional di Inspektorat Daerah Kabupaten Probolinggo. Kecerdasan intelektual harus dimiliki karena mereka akan selalu dihadapkan pada suatu permasalahan yang menuntut pemecahan dengan segera. Kecerdasan emosional berkaitan dengan pekerjaan yang menuntut untuk selalu berhubungan dengan orang lain, dan dalam berhubungan ini dituntut kematangan emosi untuk memahami orang lain. Kecerdasan spiritual pemimpin dibutuhkan sebagai penyempurna dari intelektual dan emosional yang dimiliki, serta untuk menjaga serta menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan bermakna sehingga tidak terjerumus pada hal-hal yang negatif. Yang berimplikasi pada perubahan perilaku pemimpin baik perilaku transformasional dan transaksional Dengan beberapa aspek kecerdasan yang dimiliki oleh seorang pemimpin dan apakah dapat mempengaruhi prestasi kerja pegawai yang akan digunakan oleh pemimpin dalam memimpin organisasinya?

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Kecerdasan dan perilaku pemimpin terhadap Prestasi kerja pegawai di Inspektorat Daerah Kabupaten Probolinggo.”

 Klik Download Untuk mendapatkan File Lengkap

Download Tesis Gratis

Cara Seo Blogger