PENGARUH KOMPETENSI KOMUNIKASI, KERJASAMA, KEPEMIMPINAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA ..(288)

 

Masalah sumber daya manusia masih menjadi sorotan dan tumpuhan bagi organisasi untuk tetap dapat bertahan di era globalisasi. Sumber daya manusia mempunyai peran utama dalam setiap kegiatan organisasi, termasuk Dinas Kesehatan. Walaupun didukung dengan sarana dan prasarana serta sumber dana yang berlebihan, tetapi tanpa dukungan sumber daya manusia yang kompeten, kegiatan organisasi di Dinas Kesehatan tidak akan berjalan secara baik dan maksimal. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia merupakan faktor kunci yang harus diperhatikan dengan segala potensinya. Karena sumber daya manusia akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan organisasi dimanapun berada.

Tuntutan organisasi untuk memperoleh, mengembangkan dan mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas semakin mendesak sesuai dengan dinamika lingkungan yang selalu berubah. Sebagaimana kondisi saat ini, percepatan dengan memainkan posisi strategis sangat menentukan hari esoknya. Demikin pula perubahan perlu mendapat dukungan manajemen puncak sebagai langkah pertama yang penting untuk dilakukan, bukan hanya sekedar lip service saja. Seperti era Otonomi Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, merupakan bagian dari rekayasa kelembagaan (institutional engineering) untuk mempercepat proses demokratisasi di Indonesia, termasuk demokratisasi di daerah.

Sejalan dengan itu, materi otonomi yang diberikan bukan hanya sebatas pada masalah administrasi (administrative decentralization) melainkan juga menyangkut masalah politik (political decentralization) seperti pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengatur dirinya sendiri. Di samping itu, daerah juga dimungkinkan untuk mengelola ekonominya secara lebih mandiri. Sebagai konsekwensinya, penyelenggaraan pemerintahan yang baik antara pemerintahan pusat dan pemerintah di daerah sangat diperlukan. Seperti disinggung oleh Bakti (2000) bahwa sekarang ini kebutuhan dari seluruh penduduk Indonesia untuk “clean and good governance” dan untuk pembagian kekuasaan yang adil (fair) dalam memetik keuntungan dari pembangunan adalah segera dan hal itu masih akan mempunyai konsekuensi yang lama. Ini merupakan bagian perjalanan dari proses komunikasi dan kerjasama dalam membangun jaringan kerja secara baik, sehingga pemimpin dapat mengambil keputusan secara akhurat 

Disamping itu pemimpin harus dapat memobilisasi sebuah tim, dalam proses membangunan jaringan kerja yang rapi dan effektive,  sehingga dapat memainkan peran yang fleksible dan dapat mengembangkan pengelolaan sumber daya manusia yang kompeten, penuh inisiatif, kreativitas serta inovatifnya. Perubahan dan peningkatan peran dan fungsi sumber daya manusia memiliki pengaruh secara esensial untuk meningkatkan kinerja karyawan, yang pada akhirnya mendukung keberhasilan organisasi di Dinas Kesehatan ini.

Perilaku Kepemimpinan sebagai salah satu penentu arah dan tujuan organisasi dalam menyikapi perkembangan Otonomi Daerah ini. Pemimpin yang tidak dapat mengantisipasi perubahan ini, atau tidak memberikan respons, besar kemungkinan memasukkan organisasinya dalam situasi stagnasi. Implikasi lebih lanjut, pengelolaan kompetensi sumber daya manusia menjadi suatu keharusan diera yang penuh persaingan saat ini,  organisasi akan survive dengan kompetensi pengelolaan sumberdaya manusia dan sekaligus mempengaruhi kinerja organisasional secara keseluruhan dengan cara menciptakan nilai atau menggunakan keahlian sumber daya manusia (core competention) yang berkaitan dengan praktek manajemen dan sasaran yang cukup luas, tidak hanya terbatas pada karyawan oprasional semata, namun juga pada karyawan ditingkatan manajerial.

Sumber daya manusia sebagai penggerak organisasi banyak dipengaruhi oleh perilaku para pesertanya (partisipannya) atau aktornya. Keikutsertaan sumber daya manusia dalam organisasi diatur dengan adanya pemberian  wewenang dan tanggung jawab, komunikasi dan kerjasama. Merumuskan wewenang dan tanggung jawab yang harus dicapai karyawan dengan standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan dan disepakati oleh karyawan dan atasan. Karyawan bersama atasan masing-masing dapat mengambil keputusan dengan sasaran dan standar kinerja yang harus dicapai serta menilai hasil-hasil yang sebenarnya dicapai pada akhir kurun waktu tertentu.

Bukanlah sesuatu yang idealistis tetapi juga realistis bahwa yang menjadi harapan organsiasi adalah bagaimana pemimpin dapat memainkan peran sedemikian rupa agar ada komunikasi secara baik, kerjasama pimpinan dengan karyawannya, serta dilibatkan dalam pengambilan keputusan, sebab bukan tidak mustahil bahwa konflik peran akan selalu nampak dalam organisasi, jika tidak ada interaksi yang baik antara pemimpin dan karyawannya.

Peningkatan kinerja karyawan secara perorangan akan mendorong kinerja sumbar daya manusia secara keseluruhan, yang direkflesikan dalam kenaikan produktifitas. Sadler (1994) menegaskan salah satu yang mempengaruhi keberhasilan/ kinerja adalah komitmen, yang tercermin dari tingkat kepuasan karyawan. Dengan manajemen yang jelas dan mantap diharapkan karyawan akan memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi. Greech (1996) mensinyalir bahwa munculnya fenomena kemangkiran, perpindahan karyawan serta rendahnya prestasi kerja mereka akibat dari rendahnya tingkat komitmen karyawan pada organisasi.

Konsep yang relatif baru dalam proses manajemen sumber daya manusia yaitu mutu kehidupan berkarya. Sebagai suatu konsep mutu berkarya dapat dikatakan sebagai upaya yang sistematik dalam kehidupan organisasional melalui mana kepada para pegawai diberikan kesempatan untuk turut berperan menentukan cara mereka bekerja dan sumbangan yang mereka berikan kepada organisasi dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya. Pemikiran filosofis yang melatar belakangi konsep ini adalah :

a.              dalam mempekerjakan pegawai, yang digunakan bukan hanya tenaganya, akan tetapi lebih mengedepankan kemampuan inlelektualnya.

b.             Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia

c.              gaya manajerial yang didambakan adalah gaya yang demokratis

Analisis dalam memperkirakan suplai tenaga kerja untuk organisasi harus mempertimbangkan beberapa faktor seperti :

·               Jumlah tenaga kerja yang ada, yang dikategorikan berdasarkan fungsi, departemen, tipe pekerjaan dan pengupahan atau golongan.

·               Analisis persyaratan kerja dalam hal ilmu pengetahuan, kualifikasi, keahlian dan pengalaman.

·               Analisis karakteristik individu dalam hal usia, lama pengabdian, kualitikasi, pelatihan, pengalaman, keahlian dan tingkat kinerja.

·               Tingkatan rekruitmen dan ketahanan jumlah pegawai, tingkat penyusutan dan absensi.

·               Tingkatan promosi

·               Perubahan-perubahan potensial pada metode kerja atau permintaan akan jasa dan produk.

·               Tersedianya suplai baik dalam maupun luar organisasi.

Karena itu pemilihan pegawai yang akan ditempatkan pada salah satu pekerjaan lebih dari sekedar pemilihan orang terbaik dari yang tersedia, sebab harus dilihat dari berbagai segi seperti kompetensi pengetahuan, keterampilan, perilaku / sikap dan pengalaman kerja yang sesuai adalah satu paket yang melekat pada manusia, sehingga ini merupakan, usaha untuk memperoleh ‘kecocokkan’ antara apa yang dapat dilakukan pegawai yang hendak ditempatkan dengan apa yang ingin dicapai, serta apa yang dibutuhkan oleh organisasi.

Berkaitan dengan kebutuhan mengevaluasi keefektifan proses manajemen sumber daya manusia dalam sebuah organisasi, peneliti Stoner dkk dari Harvard University (yang di-Indonesia-kan oleh Alexander Sindoro, 1996:93) mengusulkan model “empat C” yaitu : competence, commitment, congruence dan cost effectiveness (kompetensi, komitmen, keserasian dan efektivitas biaya).

Setiap organisasi pemerintahan harus mampu menempatkan pegawainya pada posisi yang tepat. Artinya tempatkan mereka pada posisi yang sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Ketidaktepatan menempatkan posisi akan menyebabkan pekerjaan menjadi kurang lancar dan tidak dapat memperoleh hasil yang maksimal. Hal lain yang sangat perlu diperhatian dalam proses pengambilan kebijakan pengelolaan SDM dan kesejahteraan,  bagaimana mendapatkan ‘orang yang tepat pada tempat yang tepat” dalam arti dinamis artinya bukan hanya yang dibutuhkan untuk masa sekarang, tetapi juga untuk masa yang akan datang.

Hal tersebut menunjukkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan organisasi. Dukungan dari tiap manajemen yang berupa pengarahan, dukungan sumber daya seperti memberikan peralatan yang memadai sebagai sarana untuk memudahkan pencapaian tujuan yang ingin dicapai dalam pendampingan, bimbingan, pelatihan serta pengembangan akan lebih mempermudah penilaian kinerja yang obyektif.

Faktor penilaian obyektif memfokuskan pada fakta yang bersifat nyata dan hasilnya dapat diukur,misalnya kuantitas, kualitas, kehadiran dan sebagainya. Sedangkan faktor-faktor subyektif cenderung berupa opini seperti menyerupai sikap, kepribadian, penyesuaian diri dan sebagainya. Faktor-faktor subyektif seperti pendapat dinilai dengan meyakinkan bila didukung oleh kejadian-kejadian yang terdokumentasi. Dengan pertimbangan faktor-faktor tersebut diatas maka dalam penilaian kinerja harus benar-benar obyektif yaitu dengan mengukur kinerja karyawan yang sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku yang mencerminkan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan. Penilaian kinerja yang obyektif akan memberikan feed back yang tepat terhadap perubahan perilaku ke arah peningkatan produktivitas kinerja yang diharapkan.

Penilaian kinerja dengan berbagai bentuk seperti key performance indicator atau key performance Index pada dasarnya merupakan suatu sasaran dan proses sistimatis untuk mengumpulkan, menganalisa dan menggunakan informasi untuk menentukan efisiensi dan efektivitas tugas-tugas karyawan serta pencapaian sasaran. Menurut Amstrong (1998 ), penilaian kinerja didasarkan pada pengertian knowledge, Skill, expertise dan behavior yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik dan analisa lebih luas terhadap attributes dan perilaku individu. Dalam manajemen kinerja kompetensi lebih berperan pada dimensi perilaku individu dalam menyesuaikan suatu pekerjaan dengan baik. Attributes terdiri dari knowledge, skill dan expertise.

Kompetensi kinerja dapat diartikan sebagai perilaku-perilaku yang ditunjukkan mereka yang memiliki kinerja yang sempurna, lebih konsisten dan efektif, dibandingkan dengan mereka yang memiliki kinerja rata-rata. Menurut Mc.Clelland dalam Cira dan Benjamin (1998), dengan mengevaluasi kompetensi­kompetensi yang dimiliki seseorang, kita akan dapat memprediksikan kinerja orang tersebut. Kompetensi dapat digunakan sebagai kriteria utama untuk menentukan kerja seseorang. Misalnya, untuk fungsi profesional, manajerial atau senior manajer. Karyawan-karyawan yang ditempatkan pada tugas-tugas tersebut akan mengetahui kompetensi-kompetensi apa saja yang diperlukan, serta cara apa yang harus ditempuh untuk mencapai promosi ke jenjang posisi berikutnya. Dinas sendiri hanya akan mempromosikan karyawan-karyawan yang memenuhi kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan dan dipersyaratkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo. Sehingga tidak terlepas dari kondisi-kondisi di atas karena itu organisasi perlu memperbaiki kinerja karyawan. Dinas perlu mengembangkan model kompetensi yang berintegrasi dengan tolok ukur penilaian kinerja yang dapat dijadikan dasar pengembangan Sumber Daya Manusia.

Dalam lingkungan Dinas yang semakin komplek, maka organisasi dituntut untuk memberdayakan dan mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki, termasuk Sumber Daya Manusia. Mengelola Sumber Daya Manusia di organisasi organisasi dengan berbagai ragam sifat, sikap dan kemampuan manusia agar mereka dapat bekerja menuju satu tujuan yang direncanakan organisasi. Sumber Daya Manusia sebagai pelaku organisasi mempunyai perbedaan dalam sikap (attitude) dan pengalaman (experimen). Perbedaan tersebut menyebabkan tiap individu yang melakukan kegiatan dalam organisasi mempunyai kemampuan kerja atau kinerja (performance) yang masing-masing berbeda juga.

Zweig dalam Prawirosentono (1999), menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah proses penilaian hasil kerja yang akan digunakan oleh pihak manajemen untuk memberi informasi kepada para karyawan secara individual, tentang mutu hasil pekerjaannya dipandang dari sudut kepentingan organisasi. Dalam hal ini, seorang karyawan harus diberitahu tentang hasil pekerjaannya, dalam arti baik, sedang atau kurang. Karyawan akan terdorong untuk berperilaku baik atau memperbaiki serta mengikis kinerja (prestasi) dibawah standart.

Sumber daya manusia yang berbakat, berkualitas, bermotivasi tinggi dan mau bekerja sama dalam team akan menjadi kunci keberhasialn organisasi. Karena itu pimpinan harus dapat menetapkan sasaran kerja yang akan menghasilkan karyawan yang berkualitas tinggi, bermotivasi tinggi dan produktif. Penetapan target-target spesifik dalam kurun waktu tertentu tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi juga bersifat kualitatif misalnya, dengan pengembangan diri untuk menguasai pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk pekerjaan dengan tingkat kompetensi yang makin baik.

Penilaian kinerja karyawan sebagai pelaku dalam organisasi  dengan membuat ukuran kinerja yang sesuai dengan tujuan organisasi. Standar penilaian kinerja suatu organisasi harus dapat diproyeksikan kedalam standar kinerja para karyawan sesuai dengan unit kerjanya. Evaluasi kinerja harus dilakukan secara terus menerus agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Untuk itu perlu dilakukan kegiatan penilaian kinerja secara periodik yang berorientasi pada masa lalu atau masa yang akan datang. Dinas perlu mengetahui berbagai kelemahan atau kelebihan karyawan sebagai landasan untuk memperbaiki kelemahan dan menguatkan kelebihan dalam rangka meningkatkan produktivitas karyawan.

Indikator penilaian kinerja di organisasi ini meliputi empat organisasi yaitu hasil kerja yang berhubungan dengan keuntungan organisasi, kemampuan karyawan, pelayanan pelanggan dan peningkatan karyawan. Penilaian kinerja yang sudah ada perlu dilengkapi dengan kompetensi yang berhubungan dengan skill dan knowledge yaitu, komunikasi, kerjasama organisasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan secara analitis. Penambahan kompetensi dalam penilaian kinerja diharapkan dapat memperbaiki proses penilaian kinerja karyawan.  Bagi organisasi ini karyawan merupakan pelaksana manajemen puncak yang mampu berinteraksi dengan worker dan manajemen puncak.

Menyikapi fenomena tersebut di atas, penelitian ini memfokuskan pada masalah yang berkaitan dengan analisis pengaruh  kompetensi komunikasi, kerjasama, kepemimpinan dan pengambilan keputusdan terhadap kinerja karyawan di Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo.

 

Klik Download Untuk mendapatkan File Lengkap

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download Tesis Gratis

Cara Seo Blogger