Di era otonomi dan globalisasi seiring dengan kemajuan teknologi yang berbasis
Teknologi Informatika ( TI ) dituntut untuk semakin efektif, efisien dan lebih
meningkatkan kinerjanya. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan efektifitas,
efisiensi dan kinerja pada suatu organisasi atau unit kerja pada lembaga
instansi pemerintah guna meningkatkan pelayanan prima, maka diperlukan kualitas
Sumber Daya Manusia ( SDM ) yang kompetitif.
Kualitas SDM atau disebut juga Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (
Empowerment of Human Resources ) merupakan salah satu alat penting dan
strategis untuk memperbaiki, memperbaharui dan meningkatkan kinerja baik
organisasi yang bergerak di bidang pendidikan yang menuju kepada layanan publik
non profit maupun organisasi swasta / perusahaan yang bergerak dibidang profit,
karena didalam layanan tersebut memberikan daya lebih daripada daya sebelumnya.
Empowerment dalam SDM dapat juga meliputi kemampuan
( competency ), Penempatan
personil sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan organisasi, kewenangan yang
jelas, tanggung jawab, kepercayaan, dukungan, kepemimpinan dan motivasi. Didalam kompetensi ada pengetahuan ( knowlegde ), ketrampilan (
skill ) dan sikap atau prilaku (attitude ) yang terdapat dalam diri pribadi manusia. Sehingga SDM ini digunakan untuk menggerakkan dan
menjalankan kegiatan organisasi atau perusahaan. Jelas ini akan berdampak
terhadap pelayanan publik diharapkan mampu menuju good governance.
Diantara seluruh sumber daya yang dimiliki suatu organisasi, kualitas
Sumber Daya Manusia yang paling dominan.
Teori Gomes mengatakan “ Unsur manusia didalam organisasi mempunyai kedudukan
yang sangat strategis karena kapabilitas manusialah yang bisa mengetahui input
– input apa yang diambil dari lingkungan dan bagaimana caranya untuk
mendapatkan serta cara – cara memperoleh input – input tersebut, teknologi yang
bagaimana yang cocok dan dianggap tepat untuk mengolah dan mentransformasikan
input – input diproses menjadi output yang dapat memenuhi keinginan publik,
serta bagaimana outcome ( hasil ) yang
bermanfaat. Sehingga Benefit ( azas manfaat ) dari kapabilitas sumber daya
manusia yang mengolah input akan memiliki Impact ( Dampak ) terhadap suatu analisis kebutuhan masyarakat
khususnya peningkatan dalam memberikan pelayanan publik. Dari hasil mulai input
, proses pengolahan data, Output, Outcome, Benefit serta Impact akan tersajikan
dengan baik apabila adanya semacam Feedback ( Umpan balik ) individu - individu yang berada di lingkungan
Kantor Cabang Dinas P dan K Kecamatan Bakung, khususnya Pegawai Negeri Sipil. Harapan dari kesemua
itu dengan sikap dan prilaku Kepemimpinan yang ada mampu untuk memotivasi dan
membentuk pola sikap prilaku sehingga akan memberikan layanan ( servis publik ) menjadi optimal dan seefektif mungkin.
Supaya dapat meningkatkan motivasi kinerja serta pembentukan pola prilaku
sikap manusia, selain meningkatkan ketrampilan dan pengetahuannya, juga sangat
penting sekali seorang pemimpin dalam memimpin, mengarahkan dan mengawasi
bawahannya menerapkan Pola Kepemimpinan sesuai dengan situasi dan kondisi yang
berada di lingkungan, bisa saja pada saat tertentu seorang pemimpin dibutuhkan
menggunakan kepemimpinan otoriter, pada saat kondisi tertentu pula menggunakan
gaya kepemimpinan partisipatif. Menurut
Drucker dalam Rasimin mengatakan “ Bekerja adalah sesuatu kegiatan yang unik
menyangkut faktor psikologis, kekuasaan, kepribadian, masyarakat, dan ekonomi.
Kemudian Rasimin mengatakan juga bahwa bekerja adalah kegiatan pokok dari suatu
aktifitas yang dapat dibagi menjadi
sejumlah dimensi ikatan sosial, ekonomis dan psikologi. Salah satu dimensi
kekuasaan tersebut adalah gaya seorang pemimpin dalam memimpin, mengarahkan dan
mengawasi bawahannya dalam mencapai suatu tujuan organisasi.
Menurut Ary Ginanjar Agustian ( ESQ ) dalam Adam Ibrahim Indrawijaya dan
Wahyu Suprapti mengatakan bahwa keberhasilan seorang pemimpin terletak pada kemampuan
Spiritual Quotient ( SQ ) dan Emotional Quotient ( EQ ),
dimana kemampuan Inteligence Quotient ( IQ ) hanya 20 %
sedangkan 80 % adalah EQ dan SQ. Artinya Kepemimpinan yang berhasil adalah
seorang pemimpin yang mampu untuk menciptakan kecerdasan emosi dan spiritual.
Dengan berbagai macam pendapat tersebut diatas kesemua itu mengarah kepada
Kepemimpinan yang bersifat visioner artinya mampu untuk menjawab tantangan dikehidupan
yang akan datang dengan berpegang teguh pada prinsip kebersamaan dan memiliki
komitmen tinggi didalam pengembangan organisasi yang maju, dinamis dan akutabilitas
sesuai dengan tuntunan zaman.
Dalam kondisi yang demikian bagi suatu perusahaan atau instansi harus
memiliki keunggulan yang bersifat kompetitif akan survive, mampu memenangkan
persaingan serta meraih peluang untuk berkembang. Menghadapi kenyataan yang
demikian semua fihak haruslah sepakat bahwa sumber daya manusia melalui segala
bentuk dan aktualisasi potensinya merupakan faktor utama pembentukan keunggulan
tersebut dan aktualisasi potensinya merupakan faktor utama pembentukan
keunggulan tersebut, dan menjadi kunci kemajuan dimasa – masa yang akan datang.
Oleh karenanya, upaya meningkatkan performa kerja para karyawan menjadi program
sangat penting di lingkungan perusahaan ataupun instansi pemerintah yang
bergerak dibidang apapun juga baik di bidang pendidikan, pemerintahan maupun
bidang – bidang lainnya yang tujuannya memberikan service kepada masyarakat.
Sikap organisasi sangat penting bagi manajemen sumber daya manusia, karena
sikap ini akan mempengaruhi perilaku –perilaku organisasi. Sikap – sikap yang
berkaitan dengan kepuasan kerja dan memfokuskan pada sikap karyawan terhadap
keseluruhan ( Luthan , 1985 ).
Para Leadership hendaknya tertarik pada sikap – sikap dan prilaku karyawannya,
karena sikap memberikan peringatan terhadap adanya problem potensial, karena
sikap mempengaruhi prilaku. Karyawan yang mempunyai komitmen yang tinggi maka
dapat meningkatkan kinerja. Bila para leadership menginginkan agar kepasifan
dan presensi atau tingkat kehadiran berkurang
terutama diantara karyawan mereka produktif mereka hendaknya melakukan hal –
hal yang akan membangkitkan sikap kerja yang positif ( Robbins, 1996 ).
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang
terhadap objek adalah mendukung atau tidak memihak pada objek tersebut (
Berkowitz dalam anwar, 1997 ).
Sikap dapatlah dibagi menjadi
komponen utama yakni emosional, informasional dan perilaku. Komponen
emosional meliputi perasaan seseorang atau kesan tentang objek, yaitu pengaruh
positif, netral dan negatif, jadi emosi mendapat perhatian terbesar dalam
literatur yang membahas perilaku organisasi dalam kaitannya dengan kepuasan
kerja. Disamping itu terdapat ekspresi emosional yang positif, netral maupun
yang negatif juga penting bagi perilaku kerja. Komponen informasi terdiri dari
keyakinan dan informasi yang dimiliki seseorang tentang objek. Tidak ada
bedanya apakah informasi ini secara empiris nyata , benar atau salah. Sedangkan
komponen perilaku terdiri dari kecenderungan dua orang atau lebih untuk
melakukan hal yang sama dalam mencapai tujuan ( Luthans, 1985 ).
Dari ketiga komponen sikap tersebut, hanya komponen perilaku dapat diamati
secara langsung. Seseorang tidak bisa melihat atau mengetahui perasaan orang
lain ( komponen emosional ) atau komponen informasional. Kedua komponen
tersebut hanya dapat disimpulkan. Pemahaman terhadap sikap kerja ini sangat
penting peranannya dalam perilaku organisasi.
Seseorang dapat mempunyai ribuan sikap, tetapi perilaku organisasi
memfokuskan perhatian kita pada sejumlah sangat terbatas sikap yang berkaitan
dengan pekerjaan. Sikap terkait pekerjaan ini membuka jalan evaluasi positif
atau negatif yang dipegang para karyawan mengenai aspek – aspek dari lingkungan
kerja mereka. Kebanyakan riset dalam perilaku organisasi telah mempedulikan ketiga
sikap kepuasan kerja, keterlibatan kerja, dan komitmen organisasi ( Brooke, Russel dan Prince, 1998 ).
Kepuasan kerja merujuk ke sikap umum seorang individu terhadap
pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat
kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja yang
dibebankannya. Seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya biasa menunjukkan
sikap yang negatif terhadap kinerja itu. Bila orang itu berbicara mengenai
sikap karyawan, lebih sering mereka menunjukkan kepuasan kerja.
Sikap kerja yang lain dibahas adalah komitmen organisasi yang didefinisikan
sebagai suatu keadaan manakala seseorang karyawan memihak kepada suatu
organisasi tertentu dan tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam
organisasi itu.
Sejauh mana kepuasan bagi karyawan dengan pekerjaannya ? Para karyawan
menurut temuan terakhir, akan merasa puas bila pekerjaannya diakui atau
dikenali, dan jika mereka dihargai oleh bosnya. Namun sebagian orang masih
merasa bahwa perusahaan atau atasannya belum memberikan penghargaan yang
setimpal terhadap apa yang mereka kerjakan. Penelitian akhir – akhir ini
memberikan pertanyaan kepada karyawan : Berapa seringkah atasan anda memberikan
penghargaan atas prestasi yang anda capai ? berikut adalah jawaban dari
karyawan : ( a ) 11 % mengatakan selalau ( b ) 50 % mengatakan sering ( c ) 28
% mengatakan jarang ( d ) 10 % mengatakan tidak pernah. Hasil survey tersebut
menyatakan bahawa para manajer yang bebas dari kritik namun mendapat pujian
dari atasan cenderung memiliki pekerja atau anak buah yang cemburu. Dalam hal
itu dapat dikatakan bahwa organisasi tersebut moralitas karyawannya rendah.
Apa yang menarik berkenaan dengan survey ini adalah pentingnya responden
mengatakan bahwa mereka akan keluar dari pekerjaan dan mencari perusahaan yang
lebih memberikan perhatian ( penghargaan ) yang lebih tinggi, gaji sama dengan
perusahaan lama, dan posisi atau kedudukan sama juga. Hal ini dikatakan bahwa
uang bukan satu – satunya cara untuk menggaji atau penghargaan. Sikap dan
kepuasan kerja juga sangat penting artinya bagi karyawan ( Luthan, 1985 ).
Pentingnya kepuasan kerja itu jelas. Para manajer seharusnya peduli akan
tingkat kepuasan kerja dalam organisasi mereka karena sekurangnya ada tiga
alasan terpenting yaitu : ( 1 ) ada bukti yang jelas bahwa karyawan yang tak
terpuaskan lebih sering melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinan
mengundurkan diri ; (2 ) Karyawan yang
terpuaskan mempunyai kesehatan yang lebih
baik dan usia yang lebih panjang ; ( 3 ) kepuasan pada pekerjaan dibawa ke
kehidupan karyawan di luar pekerjaan ( Robbins, 1996 ).
Griffin dan Ebert ( 1996 ) menunjukkan adanya pengaruh kepuasan kerja
terhadap komitmen dan produktifitas, bahwa bila dibandingkan dengan para
pekerja yang tidak puas, karyawan yang puas lebih berkomitmen dan setia.
Karyawan – karyawan seperti itu kemungkinan besar akan bekerja lebih keras dan
memberikan sumbangan yang berharga bagi organisasi. Disamping itu mereka
cenderung mempunyai lebih sedikit keluhan dan lebih sedikit berperilaku negatif
( mengeluh, secara sengaja memperlambat kerja mereka, mengulur waktu, dan
sebagainya ) daripada rekan – rekannya yang kurang puas. Para pekerja yang puas
cenderung mempunyai keaktifan untuk menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu dan
tetap bertahan dalam struktur organisasi itu sendiri. Dengan mempromosikan
kepuasan kerja, maka manajemen berusaha untuk menjamin pelaksanaan operasional
yang lebih efisien.
Bagi manajemen, suatu angkatan kerja yang terpuaskan akan memberikan
produktifitas yang lebih tinggi karena gangguan yang lebih sedikit yang
disebabkan oleh kemangkiran atau berhentinya karyawan yang baik, maupun
rendahnya biaya medis dan asuransi jiwa. Selain itu, ada manfaat bagi
masyarakat pada umumnya. Kepuasan kerja terbawa ke waktu – waktu di luar pekerjaan
dari karyawan itu. Jadi tujuan kepuasan kerja yang tinggi untuk karyawan dapat
dihargai baik secara finansial maupun dalam tanggung jawab sosial ( Robbins,
1996 ).
Yang perlu mendapatkan perhatian juga adalah suatu kesimpulan yang lebih
valid, bahwa kinerja individu membimbing ke arah terwujudnya kepuasan kerja (
Greene, 1972 ; Lawler 1973 ; dan Petty et al ). Jika karyawan melakukan suatu
pekerjaan yang baik, secara intrinsik karyawan merasa senang mengenai hal itu.
Lagi pula, jika organisasi mengganjar kinerja, kinerja yang lebih tinggi
meningkatkan pengakuan verbal, tingkat gaji, dan promosi. Ganjaran ini
selanjutnya menaikkan tingkat kepuasan karyawan dengan pekerjaan itu ( Robbins, 1996 ).
Berdasarkan uraian diatas, maka tidaklah berlebihan apabila penulis
tergerak untuk melakukan penelitian tentang ” Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Negeri
Sipil di Lingkungan Kantor Cabang Dinas
P dan K Kecamatan Bakung Kabupaten Blitar ”. Dengan harapan bahwa
penelitian tersebut dapat memberikan aternatif solusi pemecahan masalah pada
Lingkup Kantor Cabang Dinas P dan K Kecamatan Bakung untuk kiranya para Pegawai
Negeri Sipil yang ada baik berstatus guru maupun non guru dalam kepuasan kerja
dengan kondisi iklim organisasi apapun dapat bekerja secara optimal dan efektif
di dalam meningkatkan kualitas SDM anak didik secara optimal juga, sehingga
program wajib belajar 9 tahun di Kabupaten Blitar dapat segera terselesaikan
dan menuju program wajib belajar 12 tahun dimasa – masa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar