PENGARUH KEMAMPUAN, KOMUNIKASI, KERJASAMA KELOMPOK DAN PERILAKU INDIVIDU TERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI (287)

Sumber daya manusia, merupakan pelaksana dari seluruh kegiatan yang ada pada suatu organisasi. Oleh sebab itu pengelolaan sumber daya manusia harus benar-benar diperhatikan dan amat penting bagi organisasi. Organisasi harus berusaha mengembangkan kualitas sumber daya manusianya dan mampu memperkerjakannya dengan tepat. Dengan demikian sumber daya manusia, akan memberikan sumbangan yang terbaik bagi organisasi.

Pengembangan sumber daya manusia berkaitan dengan tenaga kerja yang bermutu, dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitasnya. Tenaga, kerja yang bermutu adalah mereka yang mempunyai kecakapan, keterampilan, keahlian, dan kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dibebankan kepadanya, serta mempunyai tanggung jawab, mempunyai kemauan, dan motivasi yang tinggi. Selain itu harus disertai pula dengan kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan kecakapannya secara teratur dan pasti.

Organisasi sangat mendambakan adanya tenaga kerja yang memiliki prestasi kerja yang baik. Prestasi kerja tenaga kerja tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah motivasi, pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap dan etika kerja, gizi dan kesehatan, upah dan gaji, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja, hubungan industrial, kesempatan berprestasi, kebijaksanaan pemerintah, investasi, perijinan, moneter, fiskal, harga, distribusi, tata nilai, etos kerja/adanya kemauan kerja yang kuat, dan sebagainya.

Ukuran kualitas sumber daya manusia, sebagai tenaga kerja diantaranya dapat dilihat dari aspek prestasi kerja, yaitu hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah kematangan kerja pegawainya. Kematangan kerja dari pegawai sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan prestasi kerja.

Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesamanya. Dalam kehidupannya manusia sering dipertemukan satu sama lainnya dalam suatu wadah baik formal maupun informal.

Organisasi adalah sebuah sistem sosial yang kompleksitasnya jelas terlihat melalui jenis, peringkat, bentuk dan jumlah interaksi yang berlaku. Proses dalam organisasi adalah salah satu faktor penentu dalam mencapai organisasi yang efektif. Salah satu proses yang akan selalu terjadi dalam organisasi apapun adalah proses komunikasi. Melalui organisasi terjadi pertukaran informasi, gagasan, dan pengalaman. Mengingat perannya yang penting dalam menunjang kelancaran berorganisasi, maka perhatian yang cukup perlu dicurahkan untuk mengelola komunikasi dalam organisasi. Proses komunikasi yang begitu dinamik dapat menimbulkan berbagai masalah yang mempengaruhi pencapaian sebuah organisasi terutama dengan timbulnya salah faham dan konflik Komunikasi memelihara motivasi dengan memberikan penjelasan kepada para pegawai tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka mengerjakannya dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja jika sedang berada di bawah standar. Aktivitas komunikasi di perkantoran senantiasa disertai dengan tujuan yang ingin dicapai. sesama dalam kelompok dan masyarakat. Budaya komunikasi dalam konteks komunikasi organisasi harus dilihat dari berbagai sisi. Sisi pertama adalah komunikasi antara atasan kepada bawahan. Sisi kedua antara pegawai yang satu dengan pegawai yang lain. Sisi ketiga adalah antara pegawai kepada atasan. Masing-masing komunikasi tersebut mempunyai polanya masing-masing.
Di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi.

Organisasi menurut Schein (1982) yang dikutip oleh (Muhammad, 2002) yaitu mempunyai struktur, tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian lain dan tergantung kepada komunikasi manusia untuk mengkoordinasikan aktivitas dalam organisasi tersebut.

Sementara individu-individu di dalam organisasi berasal dari lingkungan yang berbeda-beda, oleh karena itu diperlukan pemahaman faktor psikologi, sosiologi, psikologi sosial dan antropologi, sehingga perubahan individu akan dapat terlihat dengan menggunakan unsur-unsur psikologi, sosiologi, psikologi sosial dan antropologi dalam kegiatan-kegiatan suatu organisasi.

Dari pandangan diatas dapat dikatakan bahwa sesuatu dapat mencapai tujuan yang diharapkan dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang setelah direncanakan, dikoordinasikan dan dievaluasi melewati suatu proses komunikasi yang efektif. Mengingat perlu melakukan kerjasama dalam organisasi atau perusahaan antara atasan dan bawahan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan perlu adanya media komunikasi agar masing-masing individu mengetahui segala tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang telah diembannya.

Karena komunikasi sangat penting diperlukan oleh manajer untuk efektifitas kepemimpinan, perencanaan, pengendalian, koordinasi, latihan, manajemen konflik dan interaksi antara pegawai. Sebagaimana yang dikutip (Ahmad Tohardi, 2002) dari KA Wexley dan GA Yulk (1992) bahwa komunikasi merupakan suatu proses yang vital dalam organisasi, karena komunikasi diperlukan bagi efektivitas kepemimpinan, perencanaan, pengendalian, koordinasi, latihan, manajemen konfik serta proses-proses organisasi lainnya.

Komunikasi dipandang sebagai proses yang peranannya sangat besar, dimana komunikasi dapat memperlihatkan suatu perubahan yang dapat terjadi secara langsuns maupun tidak langsung (Mutrammad, 2002). Komunikasi dipandang suatu kemampuan pemahaman antar individu dan dipandang sebagai alat penyesuaian personel dalam memahami situasi dan masalah.

Sebagaimana yang dikutip (Muhammad, 2002) bahwa komunikasi yang efektif adalah penting bagi semua organisasi. Oleh karena itu para pemimpin organisasi dan para komunikator dalam organisasi perlu memahami dan menyempurnakan kemampuan komunikasi mereka Kohler (1981). Untuk mencapai komunikasi yang efektif dalam pemindahan informasi dan kemampuan pemahaman antar individu, antar pengirim dan penerima informasi hendaknya memiliki suatu kesamaan mengenai sifat individu, pengalaman, sosial budaya, pengetahuan dan usianya, sehingga dapat menerima, menyerap informasi dengan baik dan tepat.

Kegiatan-kegiatan komunikasi sebagai pelaksana dari sistem komunikasi atau program komunikasi khusus dapat diukur, sehingga kualitas dan kinerja ekskutif, pejabat dan staf komunikasi dapat diketahui dan bila diperlukan dapat diperbaiki secara sistematis, sehingga efektifitas dan efisiensi komunikasi dapat meningkat (Hardjana, 2000). Tujuan yang ingin dicapai setiap orang tentu berbeda-beda, namun pada dasarnya jika dikaitkan dengan aktivitas dalam organisasi atau perusahaan, tentunya ingin memperoleh kepuasan kerja dan meningkatkan kinerja.

Sistem komunikasi diciptakan untuk membantu manajemen mengambil keputusan dalam perencanaan, pengawasan dan kegiatan organisasi lainnya. Dilihat dari sudut pandang manajemen komunikasi, membantu manajer dalam perencanaan, pengoperasian, pengaturan staf, pengarahan dan pengendalian kelompok kerja untuk meningkatkan prestasi kerja (Keith Davis & John W. Newstcom, 1985).

Dan sering kali komunikasi dalam organisasi dilakukan melalui satu arah atau dari atas kebawah melalui suatu brosur internal kepada para pegawai, sehingga komunikasi interpersonal sangat sedikit. Disamping itu para manajer tidak tertarik feed back dari pegawai bawahannya. Dengan komunikasi satu arah tersebut pegawai banyak mendapatkan informasi dari pimpinan, namun tidak mendapatkan dorongan mental yang mendalam, sehingga perubahan perilaku yang diharapkan tidak dapat tercapai, akibat komunikasi yang kurang efektif.

Komunikasi merupakan sarana untuk mengadakan koordinasi antara berbagai subsistem dalam perkantoran. Menurut Kohler ada dua model komunikasi dalam rangka meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan perkantoran ini. Pertama, komunikasi koordinatif, yaitu proses komunikasi yang berfungsi untuk menyatukan bagian-bagian (subsistem) perkantoran. Kedua, komunikasi interaktif, ialah proses pertukaran informasi yang berjalan secara berkesinambungan, pertukaran pendapat dan sikap yang dipakai sebagai dasar penyesuaian di antara sub-sub sistem dalam perkantoran, maupun antara perkantoran dengan mitra kerja. Frekuensi dan intensitas komunikasi yang dilakukan juga turut mempengaruhi hasil dari suatu proses komunikasi tersebut. Dalam hal komunikasi yang terjadi antar pegawai, kompetensi komunikasi yang baik akan mampu memperoleh dan mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat kinerja suatu organisasi (perkantoran) menjadi semakin baik.

Dan sebaliknya, apabila terjadi komunikasi yang buruk akibat tidak terjalinnya hubungan yang baik, sikap yang otoriter atau acuh, perbedaan pendapat atau konflik yang berkepanjangan, dan sebagainya, dapat berdampak pada hasil kerja yang tidak maksimal. Peningkatan kinerja pegawai secara perorangan akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan dan memberikan feed back yang tepat terhadap perubahan perilaku, yang direkflesikan dalam kenaikan produktifitas.

Masalah sumber daya manusia masih menjadi sorotan dan tumpuhan bagi organisasi untuk tetap dapat bertahan di era globalisasi. Sumber daya manusia mempunyai peran utama dalam setiap kegiatan organisasi. Walaupun didukung dengan sarana dan prasarana serta sumber dana yang berlebihan, tetapi tanpa dukungan sumber daya manusia yang andal kegiatan organisasi tidak akan terselesaikan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia merupakan kunci pokok yang harus diperhatikan dengan segala kebutuhannya. Sebagai kunci pokok, sumber daya manusia akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan organisasi. Tuntutan organisasi untuk memperoleh, mengembangkan dan mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas semakin mendesak sesuai dengan dinamika lingkungan yang selalu berubah.

Perubahan perlu mendapat dukungan manajemen puncak sebagai langkah pertama yang penting untuk dilakukan bukan hanya sekedar lip service saja. Pemimpin harus dapat memobilisasi sebuah tim, proses pekerjaan harus dapat dikembangkan dan proses sumber daya manusia harus menjadi fokus utama. Perubahan dan peningkatan peran fungsi sumber daya manusia sangat esensial untuk mendukung keberhasilan organisasi.

Pengelolaan sumber daya manusia terkait dan mempengaruhi prestasi kerja organisassional dengan cara menciptakan nilai atau menggunakan keahlian sumber daya manusia yang berkaitan dengan praktek manajemen dan sasarannya cukup luas, tidak hanya terbatas karyawan oiperasional semata, namun juga meliputi tingkatan manajerial.

Sumber daya manusia sebagai penggerak organisasi banyak dipengaruhi oleh perilaku para pesertanya (partisipannya) atau aktornya. Keikutsertaan sumber daya manusia dalam organisasi diatur dengan adanya pemberian  wewenang dan tanggung jawab. Merumuskan wewenang dan tanggung jawab yang harus dicapai karyawan dengan standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan dan disepakati oleh karyawan dan atasan. Karyawan bersama atasan masing-masing dapat menetapkan sasaran kerja dan standar prestasi kerja yang harus dicapai serta menilai hasil-hasil yang sebenarnya dicapai pada akhir kurun waktu tertentu.

Peningkatan prestasi kerja pegawai secara perorangan akan mendorong prestasi kerja sumbar daya manusia secara keseluruhan, yang direkflesikan dalam kenaikan produktifitas.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan penilaian prestasi kerja merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan organisasi. Dukungan dari tiap manajemen yang berupa pengarahan, dukungan sumber daya seperti, memberikan peralatan yang memadai sebagai sarana untuk memudahkan pencapaian tujuan yang ingin dicapai dalam pendampingan, bimbingan, pelatihan serta pengembangan akan lebih mempermudah penilaian prestasi kerja yang obyektif.

Faktor penilaian obyektif memfokuskan pada fakta yang bersifat nyata dan hasilnya dapat diukur, misalnya kuantitas, kualitas, kehadiran dan sebagainya. Sedangkan faktor-faktor subyektif cenderung berupa opini seperti menyerupai sikap, kepribadian, penyesuaian diri dan sebagainya. Faktor-faktor subyektif seperti pendapat dinilai dengan meyakinkan bila didukung oleh kejadian-kejadian yang terdokumentasi. Dengan pertimbangan faktor-faktor tersebut diatas maka dalam penilaian prestasi kerja harus benar-benar obyektif yaitu dengan mengukur prestasi kerja pegawai yang sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku yang mencerminkan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan. Penilaian prestasi kerja yang obyektif akan memberikan feed back yang tepat terhadap perubahan perilaku ke arah peningkatan produktivitas prestasi kerja yang diharapkan.

Penilaian prestasi kerja dengan berbagai bentuk seperti key performance indicator atau key performance index pada dasarnya merupakan suatu sasaran dan proses sistimatis untuk mengumpulkan, menganalisa dan menggunakan informasi untuk menentukan efisiensi dan efektivitas tugas-tugas karyawan serta pencapaian sasaran. Menurut Armstrong (1998 ), penilaian prestasi kerja didasarkan pada pengertian knowledge, Skill, expertise dan behavior yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik dan analisa lebih luas terhadap attributes dan perilaku individu. Dalam manajemen prestasi kerja kompetensi lebih berperan pada dimensi perilaku individu dalam menyesuaikan suatu pekerjaan dengan baik. Attributes terdiri dari knowledge, skill dan expertise.

Kompetensi prestasi kerja dapat diartikan sebagai perilaku-perilaku yang ditunjukkan mereka yang memiliki prestasi kerja yang sempurna, lebih konsisten dan efektif, dibandingkan dengan mereka yang memiliki prestasi kerja rata-rata. Menurut Mc.Clelland dalam Cira dan Benjamin (1998), dengan mengevaluasi kompetensi­-kompetensi yang dimiliki seseorang, kita akan dapat memprediksikan prestasi kerja orang tersebut. Kompetensi dapat digunakan sebagai kriteria utama untuk menentukan kerja seseorang. Misalnya, untuk fungsi profesional, manajerial atau senior manajer. Karyawan-karyawan yang ditempatkan pada tugas-tugas tersebut akan mengetahui kompetensi-kompetensi apa saja yang diperlukan, serta cara apa yang harus ditempuh untuk mencapai promosi ke jenjang posisi berikutnya. Perusahaan sendiri hanya akan mempromosikan karyawan-karyawan yang memenuhi kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan dan dipersyaratkan oleh Badan pemberdayaan masyarakat perempuan dan KB Kota Batu tidak terlepas dari kondisi-kondisi di atas karena itu organisasi perlu memperbaiki prestasi kerja pegawai. Perusahaan perlu mengembangkan model kompetensi yang berintegrasi dengan tolok ukur penilaian prestasi kerja yang dapat dijadikan dasar pengembangan Sumber Daya Manusia.

Dalam lingkungan bisnis yang semakin kompetitif, maka organisasi dituntut untuk memberdayakan dan mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki, termasuk Sumber Daya Manusia. Mengelola Sumber Daya Manusia di organisasi organisasi dengan berbagai ragam sifat, sikap dan kemampuan manusia agar mereka dapat bekerja menuju satu tujuan yang direncanakan organisasi. Sumber Daya Manusia sebagai pelaku organisasi mempunyai perbedaan dalam sikap (attitude) dan pengalaman (experimen). Perbedaan tersebut menyebabkan tiap individu yang melakukan kegiatan dalam organisasi mempunyai kemampuan kerja atau prestasi kerja (performance) yang masing-masing berbeda juga.

Zweig dalam Prawirosentono (1999), menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah proses penilaian hasil kerja yang akan digunakan oleh pihak manajemen untuk memberi informasi kepada para karyawan secara individual, tentang mutu hasil pekerjaannya dipandang dari sudut kepentingan organisasi. Dalam hal ini, seorang karyawan harus diberitahu tentang hasil pekerjaannya, dalam arti baik, sedang atau kurang. Karyawan akan terdorong untuk berperilaku baik atau memperbaiki serta mengikis prestasi kerja (prestasi) dibawah standart. Sumber daya manusia yang berbakat, berkualitas, bermotivasi tinggi dan mau bekerja sama dalam team akan menjadi kunci keberhasialn organisasi. Karena itu pimpinan harus dapat menetapkan sasaran kerja yang akan menghasilkan karyawan yang berkualitas tinggi, bermotivasi tinggi dan produktif. Penetapan target-target spesifik dalam kurun waktu tertentu tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi juga bersifat kualitatif misalnya, dengan pengembangan diri untuk menguasai pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk pekerjaan dengan tingkat kompetensi yang makin baik.

Penilaian prestasi karyawan sebagai pelaku dalam organisasi  dengan membuat ukuran prestasi kerja yang sesuai dengan tujuan organisasi. Standar penilaian prestasi kerja suatu organisasi harus dapat diproyeksikan kedalam standar prestasi kerja para karyawan sesuai dengan unit kerjanya. Evaluasi prestasi kerja harus dilakukan secara terus menerus agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Untuk itu perlu dilakukan kegiatan penilaian prestasi kerja secara periodik yang berorientasi pada masa lalu atau masa yang akan datang. Perusahaan perlu mengetahui berbagai kelemahan atau kelebihan karyawan sebagai landasan untuk memperbaiki kelemahan dan menguatkan kelebihan dalam rangka meningkatkan produktivitas karyawan.

Penilaian prestasi kerja yang sudah ada perlu dilengkapi dengan kompetensi yang berhubungan dengan skill dan knowledge yaitu, komunikasi, kerjasama kelompok, kepemimpinan dan pengambilan keputusan secara analitis. Penambahan kompetensi dalam penilaian prestasi kerja diharapkan dapat memperbaiki proses penilaian prestasi kerja pegawai.  Bagi organisasi ini karyawan merupakan pelaksana manajemen puncak yang mampu berinteraksi dengan worker dan manajemen puncak.

 

Klik Download Untuk mendapatkan File Lengkap

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download Tesis Gratis

Cara Seo Blogger